Soal kasus Sumber Waras, ICW salahkan hasil audit BPK
BPK diminta tak lupakan Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014.
Kesimpulan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan tidak ada indikasi korupsi dalam pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras menuai konflik baru. Pasalnya, ada yang menilai, KPK mengesampingkan hasil audit BPK, ada juga yang menilai kesimpulan KPK sudah tepat.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Herry Firmansyah mengatakan, laporan BPK bahwa pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare merugikan keuangan negara hingga Rp 191,3 miliar harus dijadikan landasan utama KPK melakukan penyelidikan. Namun nyatanya KPK mengesampingkan hasil audit BPK dalam menyimpulkan hasil penyelidikan.
"Hukum harus tegas, jelas dan tertulis. Ada UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara itu murni ranahnya dari BPK. Karena itu, dari UU maka janggal ketika sesama lembaga negara yang tidak memakai itu. Malah secara tidak langsung menimbulkan keributan publik," ujar Firmansyah dalam diskusi dengan topik 'Mencari Sumber Yang Waras' di Warung Daun Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6).
Berbeda dengan Firmansyah, Koordinator Divisi Investigasi ICW, Febri Hendri menegaskan, kesimpulan KPK atas kasus pembelian lahan RS Sumber Waras sudah tepat. Tidak semua kesimpulan penyelidikan KPK harus merujuk pada hasil audit BPK.
Menurut Febri, BPK kurang cermat dalam mengaudit pengadaan lahan RS Sumber Waras. BPK hanya merujuk pada Perpres nomor 40 tahun 2014 Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Seharusnya, BPK tidak mengabaikan ketentuan Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 yang dengan tegas menyebutkan, demi efisiensi dan efektivitas, maka pengadaan tanah di bawah lima Ha, dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan dan pemilik tanah.
"Kalau pakai pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tidak temukan pelanggaran," ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Febri BPK hanya berpacu basis pembelian lahan Sumber Waras dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) di Jalan Tomang Utara Rp 7 juta per meter persegi. Seharusnya BPK juga memperhatikan kesimpulan NJOP Sumber Waras dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kiai Tapa.