Susahnya hidup di Ibu Kota, 1 petak makam fiktif dibanderol Rp 3 jut
Menurut penjaga makam, praktik jual beli makam palsu sudah jadi hal lumrah
Hidup di Jakarta membutuhkan biaya banyak. Tidak hanya hidup, meninggal pun perlu merogoh kocek lebih dalam. Sempitnya lahan pemakaman di Jakarta membuat orang yang pasti akan meninggal harus memikirkan tempat di mana jasadnya akan diletakkan.
Praktik jual beli liang lahat pun dilakukan, agar bisa memesan pusara lebih awal. Tidak tanggung-tanggung tarif satu petak makam dibanderol Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta.
"Kalau dulu, waktu di sini tahun 2015 (makam fiktif) sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta," kata penjaga makam yang tidak mau disebutkan namanya saat ditemui merdeka.com di TPU Kawi-Kawi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (26/7).
Dia bercerita, praktik jual beli makam palsu sudah jadi hal lumrah. Penjaga makam pun, kata dia, menerima dan mendapatkan upah.
"Kalau dulu Rp 300 ribu tapi enggak tau kalau sekarang," cerita dia.
Tidak hanya di TPU Kawi-kawi, salah satu perawat makam di TPU Karet Bivak, Ati (35), pernah diminta tolong oleh keluarga ahli waris untuk memperpanjang Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM). Tetapi dia menepis jika mematok harga untuk jasa IPTM tersebut.
"Seikhlasnya aja, saya cuma laporan berapa biaya retribusi sama keperluan beli matrai," cerita Ati.
Dia menceritakan, untuk memperpanjang IPTM hanya membawa surat IPTM dalam bentuk asli.
"Ya paling saya inisiatif ngasih Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu lah buat yang bikinin surat," tutut Ati.
Sebagai perawat makam selama sepuluh tahun, Ati mengaku dulu memang banyak yang memesan makam melalui perawat makam.
"Kalau ada yang nanya ya kita tunjukin lahannya di mana, tapi kalau yang ngurus ya tetap kantor" kata Ati.
Diketahui, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Djafar Muchlisin menjelaskan makam fiktif ialah makam yang antara bentuk fisik dan data administrasinya tidak sesuai.
Pada penemuan sejauh ini, makam fiktif tersebut terdiri dari makam kedaluwarsa atau yang retribusinya tidak lagi diperpanjang ahli waris. Makam itu kemudian dipesan pihak lain yang belum meninggal.
Padahal, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman telah melarang pemesanan makam untuk pihak yang belum meninggal.
"Di makam yang pesanan-pesan seperti kemarin saya gali di Karet Bivak, Pasar Baru, di nisannya cuma inisial bayi, itu ada tiga. Jadi namanya bayi. Jelas fiktif sudah saya tertibkan," kata Kadis Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Djafar Muchlisin.
Menurutnya, para mafia yang menjajakan makam fiktif tersebut memiliki banyak modus. Salah satunya ditemukan makam kembar di TTPU Kawi-kawi tidak hanya itu menurutnya terdapat seorang calo makam mengaku pada ahli warga yang datang ke TPU sudah tak ada lahan tersedia.
Tetapi, bisa diupayakan dengan menggunakan syarat. Djafar bercerita ahli waris biasanya dipalak dengan tarif Rp 3 juta hingga Rp 7 juta.
"Seperti yang banyak terjadi ada satu keluarga yang kelihatan mencari petak, nah kemudian dicegat di jalan. Di situlah ditawarkan," cerita Djafar.
Menurut Djafar kasus makam fiktif dilakukan sudah sejak lama yang dilakukan dari petugas level bawah hingga pejabat dinas makam.
"Dalam struktur makam itu, kita ada pengawas, ada PHL, dan ada yang perawat makam yang masyarakat cari nafkah," jelasnya.