Tekad dan Perjuangan Warga Kampung Bayam, Menagih Janji Anies Baswedan
Warga berharap proyek rusun yang dulu dijanjikan buat korban gusuran JIS bisa segera terealisasi.
Dahulu mereka dijanjikan dapat menghuni rusun bayam setelah tempat tinggal terdampak pembangunan JIS.
Tekad dan Perjuangan Warga Kampung Bayam, Menagih Janji Anies Baswedan
Warga Kampung Bayam memilih bertahan di sebuah tenda dekat dengan Jakarta Internasional Stadion (JIS). Mereka masih berharap rusun bayam yang telah dijanjikan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa dihuni. Sebab, mereka juga terdampak proyek JIS dan dijanjikan agar dapat menghuni rusun namun hingga kini hal tersebut hanya bayang-bayang saja.
Anies pernah memandatkan Jakpro sebagai pembangun dan pengelola Kampung Susun Bayam (KSB) agar mengakomodir warga. Warga sempat bahagian kala rusun diresmikan. Tetapi nyatanya, mereka tetap berjuang di tenda pengungsian.
- Tak Lagi Bertahan di Tenda Depan JIS, 19 KK Warga Kampung Bayam Dipindah ke Rusun Nagrak
- 5.825 KK Terancam Kena Dampak Pembangunan Waduk Cibeet dan Cijurey
- Lima Janji Bahlil ke Warga Rempang, Termasuk Dilibatkan dalam Proyek Investasi
- Rusun Nagrak Disiapkan untuk Warga Kampung Bayam Terdampak Pembangunan JIS
Jakpro beralasan warga belum dapat menghuni rusun karena persoalan legalitas. Sebab, pengelola Kampung Susun Bayam (KSB) masih tahap pengalihan.
merdeka.com coba mendatangi kembali dan melihat nasib warga Kampung Bayam korban gusuran. Tekat mereka masih sama, bertahan meski dalam tenda sempit yang didirikan di jalan Sunter Permai Raya, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Persisnya berdampingan dengan palang kereta tujuan stasiun Ancol-Tj Priok.
Tenda hunian warga kampung bayam itu dibangun dengan bermodalkan tiang bambu. Bagian atap dilapisi terpal warna biru dan kanopi plastik.
Sedangkan bagian dindingnya, di bagian luar masih dilapisi dengan terpal dan diganjal dengan perabotan rumah seadanya agar kokoh berdiri.
Bagian dalam tenda tampak bertumpuk perabotan seperti kasur, lemari plastik, meja dan sebagainya. Tenda tersebut juga memiliki bilik layaknya kamar yang terbuat dari kain sebagai pembatas kamar masing-masing keluarga. Suasana terasa sangat pengap.
Bukan hanya orang dewasa saja yang bermukim di tenda tidak layak itu. Ada seorang bayi dan juga anak-anak kecil.
Hampir Satu Tahun Bertahan di Tenda
Tutik (37) mengaku sudah menghuni tenda sejak November 2022. Tenda yang mereka bangun ataskepedulian sesama warga kampung bayam dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK).
"Kita ada bantuan dari JRMK memberikan bantuan, terus dari warga asli kampung bayam kolektifan," kata Tutik saat ditemui merdeka.com, Selasa (19/9).
Tutik tinggal bersama dua anaknya yang duduk di bangku SMP. Dia akuinya bukan perkara beradaptasi menghuni di tenda tersebut. Selain sesak dan pengap, lingkungan di sekitarnya juga sangat bising. Tetapi, lama kelamaan dia terbiasa.
"Sudah kebal bang (denger suara kereta). Kan saya sudah 15 tahun tinggal di kampung bayam sebelum digusur," ucapnya sambil tertawa.
Hanya saja ia tidak terbiasa dengan asap dan debu kendaraan yang melintas di sana. Hingga mengakibatkan tenggorokannya merasa radang.
Tutik mengenang masa-masa dirinya belum tergusur. Dulu, dia memiliki toko sembako lengkap. Dalam sehari ia dapat mengantongi Rp200 ribu bersih.
"Beda jauh lah atu bang, cuman dagang kopi sama warteg ala-ala aja. Sekarang mata pencarian hilang, sehari cuma buat uang jajan sekolah Rp30 ribu."
Kata Tutik menerangkan.
Untuk listrik, Tutik hanya mengandalkan dari aki saja. Itu pun hanya cukup menyalakan lampu di beberapa bilik. Sedangkan untuk air, mengambil dari sumur di dekat dengan perlintasan.
"(Kalau buang kecil) ada, kita sebutnya jamban, di bagian belakang. Kita akalin ditutup pakai terpal aja," tuturnya.
Selama bermukim di tenda itu, ia bersama dengan 10 kepala keluarga lainnya pernah terancam akan digusur pemerintah setempat. Terbaru, wacana penggusuran seharusnya dilakukan kemarin, namun hingga kini, tenda itu masih tetap berdiri kokoh.
"Kemarin pak lurah (Papanggo) ke sini dia bilang 'pindah di sini mau ada pembangunan trotoar terus saya bilang mau pindah kemana pak, saya mau ngincer rumah susun ini' 'cari Bu rumah susun terdekat'," keluh Tutik.
Bukannya tidak mau beranjak dari sana. Tetapi faktor ekonomi yang jauh dari cukup membuatnya terpaksa bertahan.
Roiroh, penghuni tenda lainnya mengaku pernah mengontrak yang tidak jauh dari KSB.
"Tapi diusir karena enggak sanggup bayar kontrakan ya walaupun menderita," katanya.
Kini, mereka hanya bisa berharap. Proyek rusun yang dulu dijanjikan buat korban gusuran JIS bisa segera terealisasi.
"Ke depan kalau mau nyalon jadi Presiden pandang dulu warga di bawah ini. Angkat lagi sebelum bener-bener jadi yang paling atas," tutup Roiroh.