19 Tahun Berlalu, Ini Kisah Pendaratan Darurat Pesawat Garuda di Sungai Bengawan Solo
Pada 16 Januari 2002, pesawat Garuda Indonesia dengan rute penerbangan Lombok menuju Yogyakarta mengalami kematian mesin beberapa saat setelah berhasil menembus badai. Namun pesawat itu berhasil melakukan pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo sehingga hampir semua penumpangnya selamat.
Beberapa waktu belakangan, industri penerbangan Indonesia dihadapkan pada sebuah berita duka di mana pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing 737-524 jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Jika dirunut ke belakang, kecelakaan memang sering terjadi pada dunia penerbangan Indonesia. Ada pesawat Adam Air yang hilang di Selat Makassar, ada pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Karawang, lalu ada pula pesawat Air Asia yang jatuh di Laut Jawa.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Dari tiap kecelakaan itu, belum ditemukan satu penumpang pun yang selamat. Namun pada 16 Januari 2002, pesawat Garuda Indonesia dengan rute penerbangan Lombok menuju Yogyakarta berhasil melakukan pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo sehingga hampir semua penumpangnya selamat. Padahal saat terbang di udara, mesin pesawat itu telah mati dan tidak bisa terbang lebih jauh lagi.
Lalu bagaimana ceritanya hingga pesawat itu berhasil mendarat darurat di sungai? Berikut kisah selengkapnya.
Masuk ke Dalam Badai
©KNKT
Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor GA 421 diberangkatkan dari Bandara Ampenan, Lombok pada pukul 08.32 menuju Yogyakarta. Pesawat itu membawa sebanyak 54 penumpang dan 6 kru.
Pada awalnya, penerbangan itu berjalan lancar hingga pesawat itu sampai di wilayah Yogyakarta. Namun saat jam menunjukkan pukul 09.18, radar pesawat menangkap adanya awan cumulonimbus di jalur penerbangan. Oleh karena itu, pilot pesawat Kapten Abdul Rozak dan co-pilot Haryadi Gunawan memutuskan untuk mengambil rute lain dari jalur yang sudah direncanakan.
Namun berdasarkan analisis kota hitam (black box) dan gambar yang diperoleh dari satelit, sebenarnya pesawat telah memasuki badai sewaktu pilot pesawat memulai untuk mengubah rute normal menuju Yogyakarta. Keadaan cuaca buruk itu juga terekam dalam video percakapan di dalam kokpit (CVR). Beberapa saat sebelumnya, sang pilot melaporkan bahwa mereka mencoba untuk terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat.
Mesin Pesawat Mati
©KNKT
Setelah 90 detik memasuki badai petir, kedua mesin pesawat tiba-tiba mati pada pukul 09.20. Abdul Rozak dan Haryadi-pun dilanda kepanikan.
Dalam keadaan panik, Haryadi langsung mengambil mikrofon dan berteriak kepada para penumpang di dalam kabin tentang kondisi pesawat yang mereka tumpangi. Namun sayangnya, jalur komunikasi dari kokpit ke kabin sudah mati.
Namun Kapten Abdul Rozak memerintahkan Haryadi untuk meletakan mikrofon dan meminta pada seluruh penumpang dan kru untuk berdo’a. Pada saat bersamaan, sang pilot memutuskan untuk mencoba pendaratan darurat.
“Saya katakan saja, sudah letakkan. Kita berdo’a, detik-detik kematian sudah di depan mata. Kita suruh berdo’a dan saya takbir. Setelah itu, saya konsentrasi lagi,” kenang Abdul Rozak seperti mengutip dari dream.co.id.
Pilihan yang Sulit
©KNKT
Dalam keadaan yang sudah mati mesin, Kapten Abdul Rozak pelan-pelan menurunkan pesawat ke ketinggian 17.000 kaki. Dalam ketinggian itu, dia mulai melihat hamparan sawah dan sungai. Saat mendiskusikan hal ini, co-pilot Haryadi menyarankan untuk mendaratkan pesawat di sawah. Pada saat itu keadaan sawah memang sedang banjir dan penuh dengan air.
Namun Kapten Abdul Rozak memiliki pendapat yang berbeda. Dia berkata bahwa mereka semua akan mati kalau mendarat di sawah, karena tak tahu soal kedalaman banjir itu. Dengan sedikit waktu yang tersisa, akhirnya dia memutuskan untuk melakukan pendaratan ke sungai.
Namun saat sudah dekat ke sungai, Abdul Rozak kembali panik karena Sungai Bengawan Solo yang akan dijadikan tempat pendaratan darurat ternyata berisi beberapa jembatan yang memiliki banyak tiang.
Berhasil Mendarat di Bengawan Solo
©KNKT
Karena waktu yang semakin sempit, Kapten Abdul Rozak tetap memutuskan untuk mendaratkan pesawat di Sungai Bengawan Solo. Dia kemudian menyejajarkan posisi pesawat dengan sungai dan bersiap menjadikannya sebagai tempat landasan.
Namun kondisi saat itu sebenarnya sulit karena sebelum melakukan pendaratan, dia harus menghindar dari jembatan yang memiliki banyak tiang. Namun akhirnya Pesawat Garuda Indonesia dapat mendarat darurat di atas air dengan selamat dan tidak tenggelam.
Setelah berhasil mendaratkan pesawat di sungai, kondisi 54 penumpang dan 5 kru pesawat berhasil diselamatkan. Sementara itu satu kru pramugari ditemukan meninggal dunia diduga karena terlempar akibat benturan keras saat pendaratan.
(mdk/shr)