Fakta Unik Gerakan Mbah Dirjo, Usaha Pemkot Jogja Kelola Sampah dengan Biopori
Seluruh ASN diwajibkan untuk menjalankan program ini.
Seluruh ASN diwajibkan untuk menjalankan program ini.
Fakta Unik Gerakan Mbah Dirjo, Usaha Pemkot Jogja Kelola Sampah dengan Biopori
Jogja masih darurat sampah. Berbagai langkah kedaruratan terus dilakukan pemerintah. Di antaranya menggiatkan gerakan mengelola limbah dan sampah dengan biopori ala Jogja, atau yang dikenal dengan nama “Mbah Dirjo”.
-
Kenapa Pemkot Semarang memilih biopori untuk mengatasi banjir? Manfaat biopori ini adalah, yang pertama, untuk peresapan air di saat hujan. Ini adalah antisipasi untuk menghadapi musim hujan yang akan datang.
-
Bagaimana cara Pemkot Semarang membuat biopori untuk mengatasi banjir? Pembuatan biopori dimulai dengan 100 titik di enam jalan utama yaitu Jalan Sultan Agung, Jalan S. Parman, Jalan Diponegoro, Jalan Pahlawan, Kalisari, dan Jalan Pemuda.
-
Dimana saja Pemkot Semarang berencana membuat biopori? Dalam kesempatan itu Ita menekankan pada pentingnya pembuatan biopori di jalan-jalan protokol kota Semarang. Terutama pada daerah yang sering mengalami genangan air pada musim hujan seperti Jalan Pahlawan dan Jalan Pemuda.
-
Siapa Azophi? Dilansir dari The European Southern Observatory (ESO), Rabu (3/4), Azophi yang juga dikenal sebagai Abd Al-Rahman Al-Sufi adalah seorang astronom praktis terkemuka pada zamannya.
-
Di mana sapi Bawor disembelih? Dia mengkurbankan Bawor hari ini, Kamis (29/6) di salah satu masjid, Kota Medan, Sumatera Utara.
-
Kapan Klenteng Boen Tek Bio dibangun? Menurut sejarahnya, pendirian klenteng dilakukan pada 1684.
“Saya berharap masyarakat akan mengikuti gerakan ini. Karena ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk pengelolaan sampah, baik yang organik maupun anorganik,”
kata Pejabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo, dikutip dari ANTARA pada Minggu (6/8).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pembuatan bipori bisa menjadi salah satu solusi penanganan sampah organik di tingkat rumah tangga. Ia menjelaskan pada dasarnya prinsip biopori adalah membuat kompos. Biopori ini bisa diterapkan di lahan seluas satu konblok hingga seukuran 20 cm. “Dari 20 cm bisa cukup untuk satu bulan sampah. Yang benar-benar tidak punya lahan bisa kolektif,” jelas Singgih.
Ia mengungkapkan bahwa warga bisa membuat biopori dengan pipa paralon yang diberi lubang kemudian ditanam dengan kedalaman sekitar 80 cm. Biopori dengan ukuran yang lebih besar dibuat dengan dua ember bekas cat ukuran 25 kilogram yang ditumpuk dan ditanam sebagian. Selain itu warga juga bisa membuat biopori berukuran besar untuk digunakan secara kolektif.
Singgih mengatakan bahwa gerakan Mbah Dirjo sudah dijalankan di sejumlah daerah, termasuk Kampung Balapan, Klitren, Yogyakarta, yang hampir seluruh warganya punya sarana pengolahan sampah mandiri dengan metode biopori. Rencananya gerakan ini diproyeksikan mampu mengurangi 60 ton sampah organik per hari atau 30 persen dari timbunan sampah di Kota Yogyakarta yang sekitar 200 ton per hari.
Wajib untuk ASN
Gerakan Mbah Dirjo ini mulai diterapkan di lingkungan ASN Pemkot Yogyakarta. Mereka diwajibkan mengikuti program ini demi menjadi pelopor bagi tetangga dan lingkungan sekitar. “Untuk ASN program ini wajib. Nanti ada sanksi dan juga reward-nya. Jadi kita wajibkan itu dengan bukti foto di rumahnya waktu instalasi dan foto bukti itu disampaikan langsung ke atasan secara berjenjang,” kata Singgih.
- Bupati Enos, Wabup Hingga Ketua DPRD Sambut Kunker Pj Gubernur Sumsel di Bumi Sebiduk Sehaluan
- Dukung Program Sumsel Mandiri Pangan, Bupati OKU Timur Tinjau Tempat Pembuatan Pupuk Bioenos
- Kolaborasi Pemkab dengan Pusat hingga Desa, 1.300 Rumah Tidak Layak Huni di Banyuwangi Direnovasi
- Begini Langkah Heru Budi Turunkan Kemiskinan di Jakarta
Seperti diketahui, TPA Regional Piyungan ditutup sementara dari 23 Juli hingga 5 September 2023 karena kapasitas sampah di sana sudah overload. Oleh karena itu, Pemda DIY meminta Pemkab Sleman dan Bantul melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Sedangkan Pemerintah Kota Yogyakarta masih diperbolehkan membuang sampah ke Zona Transisi 1 TPA Piyungan maksimal 100 ton per hari karena tidak memiliki lahan memadai untuk membangun fasilitas pemrosesan akhir sampah.
Guna mengatasi masalah sampah di TPA Regional Piyungan, Pemda DIY juga menjalin kerja sama dengan badan usaha untuk menggunakan teknologi pengolahan sampah.