Kini Sukses di Tanah Rantau, Begini Kisah Transmigran Asal Kebumen yang Tinggal di Sulbar
Hidup di lokasi transmigrasi memang berat, tapi Pak Tumiran membuktikan bahwa ia bisa hidup sejahtera asal mau bekerja keras
Hidup di lokasi transmigrasi memang berat, tapi Pak Tumiran membuktikan bahwa ia bisa hidup sejahtera asal mau bekerja keras
Kini Sukses di Tanah Rantau, Begini Kisah Transmigran Asal Kebumen yang Tinggal di Sulbar
Pak Tumiran merupakan pria asal Kebumen yang bertransmigrasi ke Provinsi Sulawesi Barat. Ia melakukan transmigrasi pada tahun 2017. Kini segala jerih payah yang ia lakukan di tanah rantau telah banyak membuahkan hasil.
-
Apa yang dimaksud dengan Transmigrasi? Transmigrasi ini merupakan sebutan untuk perpindahan penduduk dari suatu daerah menuju ke daerah lainnya.
-
Kenapa Transmigrasi dilakukan? Tujuan Transmigrasi Ada pun tujuan dari transmigrasi yang melatarbelakangi kegiatan perpindahan penduduk tersebut.
-
Bagaimana cara orang melakukan Transmigrasi? Proses transmigrasi bisa dilakukan oleh siapa saja asalkan sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Bisa dilakukan oleh satu orang atau pun sekeluarga.
-
Ke mana warga yang setuju melakukan transmigrasi dipindahkan? Mereka memutuskan untuk transmigrasi ke daerah Taktoi, Provinsi Bengkulu.
-
Kenapa orang memutuskan untuk bermigrasi? Migrasi biasanya disebabkan karena bencana alam seperti meletusnya gunung berapi, gempa, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Hal ini biasanya dilakukan oleh masyarakat dalam rangka untuk mendatangi wilayah yang aman.
-
Kenapa warga asli sekitar Waduk Sermo harus melakukan transmigrasi? Untuk membebaskan tanah guna pembangunan waduk, warga yang memiliki tanah atau bangunan di atasnya harus menerima ganti rugi. Masyarakat terdampak pun menggelar musyawarah untuk menetapkan harga. Dari hasil musyawarah itu ditetapkan bahwa harga tanah per meter persegi untuk sawah adalah Rp1.500, tegalan Rp2.000, dan untuk pekarangan Rp2.500.
Saat pertama kali ikut program transmigrasi tahun 2017, Pak Tumiran diberi fasilitas berupa rumah seluas 6x6 meter dan dua lahan usaha yang masing-masing seluas 1 hektare.
Rumah yang didapatkan Pak Tumiran memiliki satu ruang tamu, dua kamar tidur, dan satu kamar mandi.
Saat pertama kali sampai di sana, lahan usaha seluas satu hektare yang didapatkan ia tanami jeruk, cokelat, alpukat, dan durian.
“Sekarang hasilnya paling tidak sudah bisa membantu kebutuhan di rumah,” kata Pak Tumiran dikutip dari kanal YouTube Disnaker Kabupaten Kebumen.
Di lahan transmigrasi itu Pak Tumiran sudah punya delapan ekor sapi ternak. Dia juga sudah punya satu unit motor untuk transportasi sehari-hari.
“Para transmigrant di sana ada yang sukses, ada juga yang nggak. Karena kemampuan masing-masing peserta kan beda. Ada yang semangat, ada yang agak kendor. Tapi rata-rata berhasil,” kata Pak Tumiran.
Pak Tumiran pulang ke Kebumen dua tahun sekali. Di tanah rantau, ia juga sudah punya satu rumah baru. Rumah baru itu letaknya bersebelahan dengan rumahnya yang lama.
“Saya beli rumah baru, saya bongkar rumah lama, terus dua rumah itu saya jadikan satu,” kata Pak Tumiran.
Dari dua hektare lahan awal saat datang ke lokasi transmigrasi, kini Pak Tumiran juga sudah punya lahan total seluas 12 hektare.
“Saya kadang beli lahan satunya orang lokal, lahan duanya orang lokal. Waktu di sana saya beli masih murah, sekitar Rp2 juta, 3 juta per hektare,” kata Pak Tumiran.
- Perjuangan Gigih Rukito, Kini Sukses Punya Rumah, Lahan Hingga Bengkel di Kampung Orang
- Baru Dua Bulan di Tanah Transmigrasi, Potret Rumah dan Sawah Milik Petani Ini Bikin Salfok
- Berjuang dari 1976, Pria Transmigrasi Sukses Jadi Petani Kangkung Sampai Lupa Pulang Kampung ke Banyuwangi
- Kisah Mantan Buruh Migran Asal Tulungagung Jadi Orang Penting di Desa, Sukarela Ajari Petani Bikin Pupuk Organik hingga Rutin Sedekah
Pak Tumiran berharap makin banyak teman-temannya yang ingin ikut program transmigrasi. Apalagi menurutnya masih banyak lahan di sana yang bisa digarap.
Selain itu, Pak Tumiran juga berharap pengadaan senso (alat gergaji mesin) dari pemerintah. Apalagi penggunaannya penting untuk membuka lahan sebelum ditanam.
“Selama ini mereka kalau mau pakai senso harus sewa. Per harinya Rp100 ribu. Padahal kalau mau buka lahan satu hektar butuh waktu 4-5 hari. Itu belum bahan bakarnya dan ongkos operatornya,” kata Pak Tumiran.