Kisah Hidup Singadwipa, Ksatria Terakhir Perang Jawa Asal Banyumas
Dalam catatan sejarah, Perang Jawa (1825-1830) hanya berlangsung 5-6 tahun dan berakhir saat Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap Belanda. Namun setelah itu, ada pejuang-pejuang yang terus melanjutkan perang gerilya, salah satunya adalah, Kiai Singadwipa, panglima Perang Jawa dari Banyumas.
Perang Jawa yang terjadi pada periode 1825-1830 merupakan salah satu perang terbesar selama memperebutkan kekuasaan dari penjajah Belanda. Tak hanya Pangeran Diponegoro seorang, pertempuran ini juga melahirkan banyak pahlawan yang tersebar di berbagai wilayah medan pertempuran.
Setelah berjuang habis-habisan selama lima tahun, perang ini harus diakhiri saat Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang Belanda ke Sulawesi. Tapi nyatanya perang ini tak berhenti sepenuhnya. Di desa-desa terpencil, perjuangan tetap dilanjutkan. Salah satu tokoh yang muncul saat itu adalah Eyang Kiai Ngabehi Singadwipa.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Dilansir dari Liputan6.com, Kiai Singadwipa merupakan salah satu panglima Perang Jawa yang berjuang di kawasan Banyumas Raya. Dikenal sebagai sosok yang tak kenal menyerah, Kiai Singadwipa ternyata memiliki strategi perang yang unik.
Apa strategi itu? Berikut selengkapnya:
Pahlawan yang Terlupakan
©Wikipedia.org
Kiai Singadwipa bisa dikatakan sebagai pahlawan yang terlupakan. Ketua Ikatan Keluarga Singadwipa, Bing Urip Hartoyo mengatakan, ada usaha penghapusan narasi sejarah kisah Perang Jawa yang dilakukan Pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda mengakui bahwa Perang Jawa hanya berlangsung dari tahun 1825-1830, dan berakhir saat tertangkapnya Pangeran Diponegoro.
Padahal, sebelum ditangkap Pangeran Diponegoro sempat memberi mandat langsung kepada Kiai Singadwipa untuk meneruskan perjuangan di daerah Kertek, Wonosobo. Titah itu kemudian dijawab oleh Kiai Singadwipa dengan perjuangan 10 tahun perang gerilya. Selama itu pula dia tak pernah tertangkap.
“Sampai 1830, ketika Pangeran Diponegoro ditangkap, Belanda tidak pernah masuk ke Banyumas Raya. Mereka hanya sampai Kertek, Wonosobo,” ungkap Bing Urip.
Punya Strategi Perang yang Unik
©Wikipedia.org
Salah satu yang masih dikenang dari Kiai Singadwipa adalah strategi perangnya yang unik. Strategi perang itu bernama “Umpetan jeroning kemben” atau berlindung di balik kain kemben.
Frasa kata itu mengandung makna bahwa Kiai Singadwipa menyamar sebagai rakyat biasa dan menikahi perempuan di setiap tempatnya singgah saat perang gerilya. Maka tak heran kalau dia punya istri yang banyak. Hal itu Kiai Singadwipa lakukan agar keturunannya banyak. Dengan keturunan yang banyak, diharapkan anak cucunya bisa melanjutkan perjuangannya di kemudian hari.
Beberapa keturunannya yang terkenal adalah Suparjo Rustam dan Susilo Sudarman. Suparjo merupakan pengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman yang pernah juga menjabat sebagai Gubernur Jateng. Sementara Susilo merupakan tokoh militer yang sempat menjabat sebagai menteri. Kini, Achmad Husein, yang juga keturunan Singadwipa, menjabat sebagai Bupati Banyumas.
Layak Diberi Gelar Pahlawan Nasional
©Indonesia.go.id
Selama menjalani perang gerilya, Kiai Singadwipa tak pernah tertangkap Belanda. Bahkan saat meninggal, sosoknya begitu disegani dan diakui baik oleh anak cucunya maupun masyarakat umum
Bahkan, Presiden Soeharto sampai dua kali berziarah ke makam sang panglima. Oleh karena itulah Ikatan Keluarga Singadwipa (IKS) menginginkan agar kakek moyang mereka dianugerahi Pahlawan Nasional.