Masalah Kesehatan pada Anak Down Syndrome, Bagaimana Penanganannya?
Namun pengobatan dalam bentuk terapi tetap dilakukan kepada Musa, khususnya untuk melatih saraf motoriknya serta psikisnya. Pada dasarnya, banyak anak down syndrome yang mengalami masalah dalam hal gerak motorik. Tak semuanya bernasib baik seperti Musa, ada banyak pula dari mereka yang tidak tertolong.
Ibu Diyan mengetahui anaknya, Musa (5 tahun) mengalami down syndrome waktu sang anak berusia sembilan bulan. Ia mengaku sedih saat tahu anaknya menyandang down syndrome. Ibu Diyan langsung mengecek kesehatan anaknya ke RS Sardjito. Di sana semua anggota tubuh Musa dari ujung rambut sampai ujung kaki dicek satu per satu.
“Matanya, jantungnya, pendengarannya, paru-parunya, semua sih,” kata Ibu Diyan.
-
Apa yang terlihat di langit Yogyakarta pada tanggal 14 September 2023? Malam hari, tanggal 14 September 2023, sebuah objek bercahaya panjang terbang di langit Jogja. Penampakan ini terlihat di berbagai tempat. Cahaya panjang itu bergerak dari selatan ke utara.
-
Apa yang istimewa dari Yogyakarta? Pada zaman pendudukan Jepang, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta disebut dengan istilah Yogyakarta Kooti.
-
Siapa yang menunjuk Sitor Situmorang menjadi koresponden Waspada di Yogyakarta? Pada tahun 1947, Sitor di tunjuk oleh Menteri Penerangan, Muhammad Natsir untuk menjadi koresponden Waspada di Yogyakarta.
-
Kapan Yogyakarta mendapatkan status istimewa? Status keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri punya sejarah yang panjang. Sejarahnya bahkan sudah dimulai jauh sebelum undang-undangnya disahkan pada tahun 2012. Bahkan status keistimewaan itu sejatinya telah diperoleh sebelum kemerdekaan.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
Dari pemeriksaan itu, diketahui bahwa Musa mengalami gangguan seperti kebocoran jantung tipe VSD dan ASD. Pendengarannya juga sedikit mengalami gangguan. Matanya juga mengalami minus 2,5. Namun seiring bertambahnya waktu, kesehatannya makin membaik. Kebocoran jantungnya sedikit demi sedikit tertutupi.
Namun pengobatan dalam bentuk terapi tetap dilakukan kepada Musa, khususnya untuk melatih saraf motoriknya serta psikisnya. Pada dasarnya, banyak anak down syndrome yang mengalami masalah dalam hal gerak motorik.
Selama menjalani terapi, Ibu Diyan sangat terbantu dengan adanya layanan BPJS. Tetapi ternyata terapi yang ter-cover biaya BPJS tak cukup bagi Musa. Ia harus menjalani terapi tambahan dengan harga Rp100-150 ribu sekali terapi.
Sama halnya seperti yang dialami Musa, banyak anak-anak down syndrome yang mengalami masalah kesehatan saat ia menginjak usia balita. Tak semuanya bernasib baik seperti Musa, ada banyak pula dari mereka yang tidak tertolong.
Isu Kesehatan pada Anak Down Syndrome
©2023 Merdeka.com
Anak dengan kondisi down syndrome seringkali lahir dengan membawa beberapa isu kesehatan yang menyertainya. Seperti yang diungkapkan oleh Dwi Novitasari selaku ketua komunitas Persatuan Orang Tua dengan Anak Down Syndrome (POTADS), bahwa selama pembelahan sel normal, kromosom umumnya membelah menjadi dua. Namun pada anak dengan down syndrome, pembelahan sel yang dihasilkan memiliki tiga salinan kromosom yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan genetik yang memengaruhi perkembangan tubuh sehingga kemudian timbul masalah kesehatan.
“Anak down syndrome sendiri kan karena kromosomnya membelah menjadi tiga, ada penyakit bawaan yang dialami anak down syndrome. Umumnya KJB (kelainan jantung bawaan), selain itu ada gangguan penglihatan seperti juling atau mata goyang, mengalami penurunan tingkat kepekaan pendengaran, juga ada tiroid atau metabolisme melambat,” Jelas perempuan yang akrab disapa Novi itu.
Novi menambahkan bahwa tidak semua anak dengan down syndrome mengalami masalah kesehatan yang sama karena tingkat keparahan yang dialami juga berbeda. Dengan kata lain isu kesehatan yang ada pada anak dengan down syndrome bervariasi dari satu anak dengan yang lainnya.
“Penyakit pembawanya juga beda-beda, kadang ada yang mengalami lebih berat, leukemia juga ada, yang sembuh lalu muncul lagi setelah dewasa juga ada,” imbuh Novi.
Menurut Novi, bayi yang lahir dengan down syndrome akan sulit menerima nutrisi sehingga tubuh mereka lebih lemah dari bayi pada umumnya. Hal tersebut diperparah dengan penyakit bawaan yang menyertai mereka. Oleh karena itu bayi yang lahir dengan down syndrome mengalami tingkat harapan hidup yang lebih rendah.
“Tingkat harapan hidup anak down syndrome biasanya relatif krusial terutama di usia bayi. Hal itu karena mereka kesulitan untuk mengonsumsi makanan, jadi kurang maksimal dalam penyerapan nutrisi. Ada diperparah dengan penyakit bawaannya yang mengganggu, seperti pada telinganya maupun jantungnya. Jadi kalau bayi lebih rentan,” jelas Novi.
Novi mengungkapkan bahwa penyakit pernapasan seperti pneumonia dapat menjadi salah satu faktor utama yang mengancam hidup anak dengan down syndrome. Alasannya karena Pneumonia dapat menjadi pemicu masalah kesehatan yang lebih serius pada tubuh anak down syndrome yang rentan.
“Biasanya mereka kalau udah sakit pneumonia itu bahaya. Penyakit yang sering membuat anak down syndrome nggak ada,” tutur Novi.
Pneumonia yang diderita dapat semakin parah karena kondisi kesehatan anak down syndrome yang sudah rentan, sehingga mereka lebih sulit untuk melawan infeksi. Lebih lanjut, pneumonia pada anak down syndrome berpotensi menyebabkan adanya komplikasi serius. Pengobatan pneumonia pada anak down syndrome juga relatif lebih rumit, hal itu karena anak down syndrome seringkali mengalami kondisi medis lain yang dapat berpengaruh pada jalannya proses pengobatan.
“Membesarkan anak down syndrome ya sulit-sulit mudah. Mereka nggak banyak rewel, cuman kesehatannya lebih rentan,” ujar Novi selaku ketua komunitas POTADS.
Pengobatan Anak dengan Down Syndrome
Umumnya anak dengan down syndrome memiliki kelainan fisik yang khas dengan gangguan kesehatan penyertanya. Anak dengan down syndrome memiliki diagnosis gangguan kesehatan yang berbeda-beda. Gangguan ini dapat berupa gangguan jantung, saraf, penglihatan, pendengaran, dan lainnya.
Untuk itu, setiap anak memiliki terapi yang disesuaikan dengan diagnosis tersebut. Jangka waktunya pun disesuaikan dengan melihat ada tidaknya perubahan pada anak. Ada yang memerlukan waktu beberapa tahun saja dan ada yang harus melakukannya sampai ia remaja.
Hal ini dialami oleh Hendrawan, ia harus melakukan berbagai terapi sejak lahir sampai kini ia berusia 15 tahun. Ibu dari Hendrawan, Ibu Tuti menuturkan bahwa Hendrawan harus melakukan terapi secara rutin seminggu tiga kali.
“Anak saya itu lemah di saraf kaki untuk jalannya kan lama langsung masuk ke hidroterapi itu kan renang. Itu ada kemandirian dan pake pelatih pribadi itu selama satu tahun, seminggu tiga kali. Pas bisa jalan tetep ada pelatihan terapi dari rumah sakit,” kata Ibu Tuti.
Ibu Tuti juga menjelaskan terapi dapat dilakukan tergantung pada ada tidaknya perubahan pada anaknya. Jika ada perubahan baik, terapi dapat dilakukan seminggu sekali.
“Jadi kalau untuk pemeriksaan itu tetep harus ke dokter anak setiap bulan ada bukunya. Kalau terapi itu diberikan pada awal itu seminggu tiga kali terus habis itu seminggu dua kali, bisa satu kali, sebulan sekali selama satu tahun. Tergantung perkembangan anak kalau perkembangan sudah baik terapi bisa seminggu sekali sampe sekarang,” lanjut Ibu Tuti.
Dalam menjalani terapi tersebut, Ibu Tuti menggunakan bantuan dari BPJS dan selanjutnya ia diberikan KIS. Bantuan tersebut mampu meng-cover biaya terapi yang tidak sedikit. Pernah suatu waktu bantuan tersebut dicabut sehingga Ibu Tuti secara total berhenti melakukan terapi karena tidak mampu untuk membayarnya.
Hendrawan merupakan potret anak dengan down syndrome yang mudah dibujuk untuk melakukan terapi pengobatan down syndrome. Berbeda dengan Hendrawan, Nindira Asyifa yang masih berumur 6 tahun cukup sulit dibujuk untuk berobat. Hal ini dituturkan oleh Pak Setyo, ayah dari Asyifa.
“Kendalanya kalau dia sakit, kita repot banget. Pengobatannya susah dan dia nggak mau. Apalagi waktu dulu dirawat, nggak mau minum obat, kalau minum dimuntahkan. Kalau dia sakit demam itu paling susah minum obat,” ungkap Pak Setyo.
Di usianya yang masih kecil, Asyifa masih sulit mengungkapkan apa yang ia rasakan. Oleh karena itu, Pak Setyo dan istrinya harus meraba-raba apa yang dirasakan Asyifa dari perilakunya sehari-hari.
“Sulit mengutarakan apa yang dirasa. Kalau dia posisinya nungging berarti saya artikan sakit perut, atau biasanya anaknya ceria terus cuma diem, berarti saya artikan ada sesuatu,” lanjut Pak Setyo.
Peran Pemerintah terhadap Anak Down Syndrome
©2023 Merdeka.com
Menurut Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, KGPAA Paku Alam X, keberadaan anak-anak down syndrome perlu diperhatikan. Ia mengatakan, bentuk perhatian pemerintah terhadap anak down syndrome tidak hanya berbentuk material, namun juga dukungan moral.
“Kita bisa memberi perhatian dan mengapresiasi mereka. Saya rasa itu yang lebih penting. Tidak hanya kemudian ‘nih, saya beri duit,” kata Paku Alam X saat ditemui Merdeka.com pada Minggu (18/3).
Terkait dengan kesehatan anak down syndrome, Paku Alam X mengatakan bahwa segala bentuk pengobatan mereka sudah bisa di-cover BPJS. Namun sekali lagi, baginya, yang tidak boleh dilupakan adalah bantuan dalam bentuk dukungan.
“Kenapa sih orang selalu menilai perhatian itu selalu dalam bentuk material? Material memang penting. Tapi yang juga penting adalah bagaimana mengapresiasi dan men-support mereka,” ujarnya.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), keberadaan anak down syndrome begitu mendapat perhatian dari pemerintah. Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih mengatakan bahwa anak-anak down syndrome memiliki keunikan.
Oleh karena itu, sebagai kelompok disabilitas yang rentan, anak down syndrome butuh pendampingan yang total. Selain itu mereka juga butuh jaminan sosial dan kesehatan demi membantu tumbuh kembang mereka yang optimal.
Endang menceritakan, Dinas Soal DIY memiliki sebuah balai yang diisi oleh anak-anak disabilitas. Di sana ada 30-an anak down syndrome. Banyak dari anak down syndrome yang tinggal di panti adalah mereka yang ditelantarkan keluarganya.
Lebih lanjut, ia mengatakan kalau semua anak down syndrome yang tinggal di balai merupakan tanggung jawab Dinsos sepenuhnya. Oleh karena itu, mereka mendapatkan jaminan sosial, jaminan kesehatan, serta manfaat-manfaat lainnya dari pemerintah.
Terkait dengan kondisi anak down syndrome yang kehidupannya cukup rentan, ia meminta masyarakat untuk lebih bisa memanusiakan mereka.
“Jangan justru mereka dikucilkan atau dijadikan tontonan. Mari kita memberi perhatian dan membesarkan hati orang tua yang membesarkan anak down syndrome, dan mereka pun punya ruang untuk hidup dan berekspresi,” kata Endang.
Penulis: Ayu Rosiana Angelia, Nurul Lutfiyah, Shani Rasyid