Masuk Dunia Fashion Karena Terdesak, Kini Produknya Jadi Langganan Para Artis
Heru Fahrurroji baru hijrah dari Cirebon ke Jogja pada tahun 2016. Selama bertahun-tahun tinggal di Jogja, ia bekerja sebagai tukang jahit. Namun pandemi 2020 memaksanya untuk berubah. Mulai saat itulah ia menjadi seorang desainer fashion.
Heru Fahrurroji baru hijrah dari Cirebon ke Jogja pada tahun 2016. Selama bertahun-tahun tinggal di Jogja, ia bekerja sebagai tukang jahit. Heru sendiri sebenarnya tidak punya latar belakang sebagai penjahit. Namun selama di Cirebon, ia menyempatkan diri belajar menjahit di sela-sela pekerjaan utamanya sebagai desainer grafis pada sebuah perusahaan Clothing.
Di Jogja, ia mendapatkan pekerjaan sebagai seorang penjahit. Setelah bekerja sebagai karyawan selama dua tahun, Heru memutuskan resign dan membuka usaha jahitnya sendiri.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Singkat cerita, usahanya berkembang dan permintaan dari para desainer baju berdatangan.
Tapi saat masa pandemi 2020 datang, orderan jahit kosong melompong. Heru bingung. Kalau hanya pasrah pada keadaan, ia akan tenggelam dalam krisis.
"Karena kepentok saya buat plan. Dengan modal minim dan kain bekas saya coba recycle, selain itu saya juga belikan bahan tambahan. Bismillah saja,” ungkap Heru pada Merdeka.com pada Senin (13/6).
Heru mulai mencoba belajar membuat desain baju. Selain itu, ia bergabung dengan komunitas-komunitas jahit dan desain baju. Di sanalah ia mulai mengenal dunia fashion.
Dengan berbekal ilmu dari teman-teman di komunitasnya, Heru semakin memberanikan diri untuk membuat desain baju karya sendiri. Karya-karya itu ia ikut sertakan dalam berbagai acara pameran. Pada tahun 2020 misalnya, ia ikut acara Innovating Jogja dan berhasil memperoleh dana dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebesar Rp20 juta.
Dari sana ia semakin yakin untuk membangun brand sendiri. Uang dari pemberian Kemenperin ia gunakan untuk mengontrak sebuah rumah kecil di pinggiran kota, membeli alat-alat jahit, serta peralatan pendukung lainnya.
Setahun kemudian, tepatnya pada Desember 2021, Heru ikut program Pengusaha Muda Brilian. Pada acara itu, ia menjalani mentoring selama tiga bulan. Setiap sebulan sekali, ada sesi “pitching” produk di mana ia harus mempresentasikan produk fashionnya kepada mentor dan para peserta lainnya.
“Di sini saya mau tidak mau harus bisa berbicara di depan umum. Saya sampai ikut kelas public speaking demi BRI,” ungkap Heru.
Langganan Para Artis
©Instagram/@herufahrurroji
Seiring berjalannya waktu, usaha desainnya makin berkembang. Bagian wardrobe dari berbagai stasiun televisi nasional mulai melirik baju-baju yang digarap Heru.
“Bahkan para fashion stylish para artis mulai datang ke saya. Ada yang artisnya Irfan Hakim, Nassar, Daniel Mananta, hingga Danang (Pradana). Kalau artis-artis lokal seperti Evan Loss sampai NDX malah sering ke sini,” ujar Heru.
Tak ada yang mengira di balik kesuksesan itu pada awalnya produk Heru banyak mendapat kritikan. Apalagi tampilan desain bajunya seperti anti mainstream dan beda dari desain-desain baju pada umumnya.
“Awalnya banyak yang nyinyir. Bahkan istri saya sendiri. Mereka bilang ‘kok modelnya gitu’, ‘nanti siapa yang mau pakai?’ laku nggak nanti?’. Tapi setelah produk saya terkenal, mereka balik memuji,” kata Heru.
Di balik desain bajunya yang anti mainstream, Heru mengaku tak ada nilai-nilai filosofis yang ingin ia tonjolkan. Ia semata hanya ingin bereksplorasi dari ide-ide desain baju yang dipakai kebanyakan orang.
©Istimewa
Kini omzet penjualan baju itu mencapai Rp50-100 juta per bulan. Untuk produksi sehari-hari, ia dibantu oleh karyawan tetapnya yang berjumlah 9 orang. Seperti banyak pengusaha lainnya, ia berharap di masa depan nanti usaha fashionnya semakin berkembang.
“Harapannya brand saya bisa Go Internasional, bisa gaet artis papan atas sebagai Brand Ambassador,” pungkasnya.