Mengenal Duck Syndrome dan Gejalanya, Sering Terjadi pada Mahasiswa
Meskipun bukan termasuk penyakit mental, namun kondisi ini dapat memberikan dampak negatif dalam hidup Anda. Gangguan duck syndrome ini mungkin membuat Anda sulit tenang, merasa buruk dengan diri sendiri, membandingkan diri sendiri, hingga dapat mempengaruhi beberapa gejala fisik seperti sulit tidur hingga nafsu makan.
Duck syndrome atau sindrom bebek merupakan salah satu kondisi yang sering dialami oleh sebagian besar orang. Sindrom ini mengangkat bebek berenang sebagai analogi. Di mana saat berenang, bebek terlihat tenang dan santai, namun di bawah permukaan air, bebek mengayun kaki dengan panik agar dapat mengapung dan berenang di air.
Mungkin sebagian dari Anda mengerti dan mengalami kondisi seperti bebek berenang tersebut. Di mana mungkin orang lain akan menganggap hidup Anda baik-baik saja, dari segala pencapaian yang Anda dapatkan. Namun jauh di dalam diri, Anda sedang berusaha keras untuk tetap bertahan dalam memenuhi tuntutan hidup.
-
Mengapa mental health penting? Kesehatan mental sangat penting karena memengaruhi cara seseorang menangani stres, hubungan interpersonal, dan pengambilan keputusan. Pentingnya kesehatan mental tidak bisa diabaikan karena berdampak langsung pada kualitas hidup seseorang.
-
Kenapa Hari Kesehatan Mental Sedunia penting? Kesehatan mental sendiri merupakan salah satu unsur penting yang perlu ada di setiap manusia. Jika kesehatan mantal terganggu, maka tak mustahil jika seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan lainnya. Bahkan, kesehatan mental yang mengalami gangguan dapat mendatangkan beragam permasalahan sosial hingga ekonomi. Maka dari itu, penting bagi kita untuk selalu menjaga kesehatan mental.
-
Mengapa kesehatan mental sangat penting? Sebab, kesehatan mental merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada setiap manusia. Sejatinya, kesehatan mental sama pentingnya dengan kondisi jasmani seseorang.
-
Apa itu mental health? Mental health adalah istilah bahasa Inggris yang berarti kesehatan mental. Ini merujuk kepada kondisi kesehatan mental atau pikiran yang dimiliki seseorang. Layaknya fisik, kesehatan mental juga perlu dijaga untuk meningkatkan kualitas hidup.
-
Bagaimana caranya untuk menjaga kesehatan mental? Mari kita berjanji pada diri sendiri bahwa kita tidak akan pernah menganggap enteng kesehatan mental.
-
Kenapa menjaga mental health itu penting? Sebab, kesehatan mental pada akhirnya juga akan mempengaruhi kesehatan fisik secara keseluruhan.
Meskipun bukan termasuk penyakit mental, namun kondisi ini dapat memberikan dampak negatif dalam hidup Anda. Gangguan duck syndrome ini mungkin membuat Anda sulit tenang, merasa buruk dengan diri sendiri, membandingkan diri sendiri, hingga dapat mempengaruhi beberapa gejala fisik seperti sulit tidur hingga nafsu makan berkurang.
Dengan begitu, perlu diketahui gejala apa saja yang terjadi pada orang yang terkena duck syndrome, seperti apa faktor risiko yang perlu diperhatikan, dan bagaimana cara mengelola duck syndrome dengan baik. Dilansir dari Betterhelp, berikut kami merangkum berbagai penjelasan mengenai duck syndrome yang perlu Anda ketahui.
Mengenal Duck Syndrome dan Gejalanya
istockphoto.com
Pengertian Duck Syndrome
Duck syndrome atau sindrom bebek merupakan gangguan kesehatan mental yang umum terjadi. Gangguan ini mengangkat analogi bebek berenang, di mana saat berenang bebek akan terlihat tenang dan santai. Namun di bawah permukaan air, kakinya bergerak cepat dengan panik agar dapat tetap mengapung dan berenang di air.
Gangguan yang melibatkan rasa panik dan cemas ini mungkin terjadi pada Anda yang tampak tenang dari luar, namun berusaha keras untuk tetap bertahan dan memenuhi tuntutan hidup. Namun perlu dipahami bawah sindrom bebek ini bukan termasuk penyakit mental dan bukan termasuk diagnosis kesehatan mental formal. Namun perasaan “mendayung dengan panik” ini dapat dialami oleh sebagian besar orang, di mana sikap luar yang tenang bisa menutupi kepanikan yang sedang dialami.
Duck syndrome juga disebut dengan Stanford duck syndrome karena dicetuskan oleh peneliti Universitas Stanford. Duck syndrome sering digunakan untuk menggambarkan mahasiswa dari luar tampak menjalani kehidupan dengan tenang namun sambil dengan panik berusaha memenuhi tuntutan hidup. Mereka mungkin memberi tekanan pada diri mereka sendiri untuk berhasil atau merasa bahwa mereka harus memenuhi harapan yang tinggi.
Gejala Duck Syndrome
Secara umum, duck syndrome menggambarkan seseorang yang mengalami stres luar biasa namun mencoba untuk menampakkan sikap dan raut wajah yang tenang. Sehingga sering kali orang menilai bahwa hidupnya berjalan dengan lancar, mudah, dan sempurna. Namun jauh dalam dirinya, terdapat kecemasan dan kepanikan yang berusaha ditangani.
Berikut beberapa gejala duck syndrome yang perlu diperhatikan:
- Merasa kewalahan atau seperti hal-hal yang berputar di luar kendali.
- Kesulitan menenangkan pikiran.
- Merasa buruk tentang diri sendiri, kesepian, atau membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan percaya bahwa orang lain lebih baik.
- Merasa gugup.
- Gejala fisik termasuk energi rendah, sulit tidur, ketegangan otot, gigi terkatup, mual, atau mulut kering.
- Gejala kognitif termasuk terus-menerus khawatir, pelupa, pikiran berlomba, kesulitan fokus, dan penilaian yang buruk.
- Perubahan perilaku termasuk perubahan nafsu makan, penundaan, peningkatan penggunaan zat seperti alkohol atau obat-obatan, atau perilaku gugup seperti gelisah atau menggigit kuku.
Faktor Risiko
Setelah mengetahui pengertian umum dan gejala, berikutnya terdapat beberapa faktor risiko duck syndrome yang perlu diperhatikan. Biasanya mahasiswa memiliki risiko duck syndrome yang lebih tinggi karena mengalami transisi kehidupan yang cukup signifikan. Dengan memahami beberapa faktor risiko ini, Anda bisa mengantisipasi jika sewaktu-waktu mengalami stres yang bisa mengarah pada duck syndrome.
Berikut beberapa faktor risiko duck syndrome yang perlu Anda ketahui:
- Transisi ke kehidupan kampus dapat menjadi kondisi sulit. Di mana, pada tahap ini sering kali siswa mulai menjalani hidup jauh dari keluarga untuk pertama kalinya dan mengalami tuntutan yang meningkat secara signifikan dari perubahan akademik, ekstrakurikuler, dan sosial.
- Media sosial dapat berkontribusi meningkatkan stres dan rasa cemas. Di mana ini memungkinkan Anda membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang Anda lihat di media sosial. Kehidupan orang lain yang terlihat sempurna, mungkin bisa membuat Anda stres dan merasa buruk pada diri sendiri.
- Keluarga atau tekanan diri untuk berprestasi tinggi dapat meningkatkan tuntutan pada diri siswa.
- Siswa yang sebelumnya terbiasa dengan intervensi atau campur tangan orang tua, mulai merasa beban karena harus mengatasi masalah secara mandiri.
- Lingkungan yang kompetitif dapat memicu perasaan stres atau kewalahan serta meningkatkan tekanan pada diri sendiri untuk mencapai target tertentu.
Cara Mengelola Duck Syndrome
©2018 Merdeka.com/Pexels
Setelah mengetahui berbagai faktor risiko duck syndrome, terakhir terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengelola gangguan ini. Beberapa cara ini mungkin sederhana namun sangat membantu Anda mengelola stres dengan baik.
Berikut beberapa cara mengelola duck syndrome yang bisa Anda terapkan:
- Manajemen waktu yang baik dalam mencapai tujuan yang dibutuhkan. Gunakan perencanaan mingguan, bulanan, atau semester untuk membantu mencapai target dan menghindari hal-hal yang tidak terduga.
- Menerapkan belajar cerdas untuk mencapai tujuan akademik dan meminimalisir stres akademik yang sering dialami. Cobalah untuk belajar secara intensif dalam waktu yang lebih singkat dengan mengambil waktu istirahat untuk otak.
- Lakukan kegiatan santai dan menyenangkan saat memiliki waktu luang. Anda bisa menikmati waktu bersama teman, jalan-jalan, olahraga, yoga, meditasi, atau melakukan hobi yang disukai.
- Cobalah untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Jika Anda merasa kewalahan, gugup, stres, atau sedih, cobalah untuk menyadari perasaan Anda dan kembangkan rencana bagaimana Anda bisa mulai merasa lebih baik.
- Cukupi kebutuhan makan dan hidrasi dengan baik. Tingkatkan pula aktivitas fisik dengan rajin berolahraga. Jangan lupa penuhi kebutuhan istirahat dengan baik.