Orang Tua Mahasiswa Ini Ikut Kuliah di UGM Gantikan Anaknya yang Telah Tiada, Begini Kisah Sedih di Baliknya
Saat masih hidup, Marchia dikenal sebagai siswa berprestasi. Ia rela belajar hingga larut malam untuk mewujudkan mimpinya.
Rabu (14/8) pagi, suasana perkuliahan pada sebuah kelas di Fakultas Ekonomika dan Bisnis tidak seperti biasanya. Sepasang orang tua beserta putri sulungnya duduk di barisan depan kelas. Kedua orang tua itu merupakan ayah dan ibu dari Marchia R.M Hutabarat.
Marchia telah meninggal dunia pada 17 Juni 2024 lalu. Sebelum meninggal, ia sudah diterima sebagai mahasiswa baru di Program Studi Manajemen angkatan 2024. Perempuan asal Sangkar Nihuta, Balige, Sumatra Utara itu meninggal dunia karena sakit sehingga belum sempat merasakan hiruk pikuk kegiatan perkuliahan.
-
Siapa yang kehilangan orang tua di usia muda? Dalam kisah tersebut dijelaskan bahwa Roman kehilangan kedua orang tuanya sebelum dirinya genap berusia empat tahun. Ibunya yang bernama Iriana meninggal karna keracunan saat Roman masih berusia satu tahun. Sedangkan ayahnya meninggal dua tahun kemudian setelah ibunya meninggal, akibat kecelakaan derek konstruksi.
-
Siapa yang merasakan kehilangan Bapak? Kepergianmu membuatku kehilangan bagian terpenting dari hidupku.
-
Siapa yang merasakan sedihnya ibu? Anak-anak memiliki tingkat sensitivitas emosional yang sangat tinggi, terutama terhadap perasaan ibu mereka. Mereka secara alami dapat mendeteksi perubahan emosi dan energi yang dirasakan oleh orang tua. Ketika kamu mengalami kesedihan atau kemarahan, anak-anak akan merasakan ketidaknyamanan tersebut dan berusaha untuk meringankan perasaanmu.
-
Siapa yang sedang berduka? Keluarga sendiri Insha Allah tabah, ikhlas tadi juga tahlilan dihadiri sama keluarga dan tetangga,' katanya.
-
Bagaimana anak merasakan sedihnya ibu? Anak-anak memiliki kemampuan intuitif yang sangat tinggi. Mereka mampu memahami bahasa tubuh dan ekspresi wajah dengan cukup baik. Seiring waktu, mereka belajar untuk mengenali perubahan emosi pada orang-orang di sekitarnya, terutama yang dialami oleh ibu mereka. Anak-anak dapat merasakan ketegangan, kecemasan, atau kebahagiaan yang dirasakan oleh ibu hanya melalui ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang ditunjukkan.
-
Kenapa anak merasakan sedihnya ibu? Sejak masa kehamilan, hubungan antara ibu dan anak sudah mulai terjalin. Ketika seorang ibu hamil, bayi yang ada di dalam kandungannya dapat merasakan emosi yang dialami oleh sang ibu. Oleh karena itu, saat ibu merasa bahagia atau sedih, hormon yang dikeluarkan oleh tubuhnya dapat memengaruhi kondisi bayi.
Berikut selengkapnya:
Suasana Penuh Haru
Kehadiran Sebastian bersama istri dan putri sulungnya untuk datang sebentar dan merasakan perkuliahan itu menciptakan sebuah momen haru pada pagi itu. Pada saat diberi kesempatan berbicara, suara Sebastian terdengar bergetar pada awalnya. Matanya berkaca-kaca saat memperkenalkan dirinya beserta keluarganya.
Beberapa kali ia terlihat mengatur napas yang memburu dan berkali-kali pula menyeka air matanya yang tak henti mengalir deras.
“Saya membayangkan Marchia ada di sini dan duduk di tengah-tengah kalian,” ucapnya sambil terisak.
Siswa Berprestasi
Kepada hadirin para mahasiswa, Sebastian menceritakan bahwa putrinya merupakan sosok yang cerdas dan berprestasi. Marchia selalu jadi langganan juara kelas. Berkat prestasinya itu, perempuan kelahiran tahun 2006 itu diterima masuk UGM lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
“Saat itu saya ditelepon istri. Dia mengawali dengan bilang jangan kaget, Marchia meninggal. Sontak perasaan saya berkecamuk saat itu karena posisi saya jauh di Balige, sedangkan Marchia di Yogyakarta,” kata Sebastian dikutip dari Ugm.ac.id.
Sempat Pingsan
Imelda bercerita, sebelum Marchia meninggal dunia, ia sempat berkunjung ke Yogyakarta untuk menemui kedua putrinya. Ia mengajak kedua putrinya berwisata ke Nepal Van Java Magelang untuk merayakan keberhasilan Marchia masuk UGM.
Pada awalnya, liburan itu berjalan baik-baik saja. Namun saat kembali ke penginapan, Marchia pingsan di kamar mandi.
Pada awalnya Imelda mengira bahwa putrinya itu hanya bercanda. Namun saat dibangunkan, Marchia tidak memberi reaksi. Imelda segera melakukan pertolongan pertama dan membawa Marchia ke fasilitas kesehatan terdekat yang jaraknya 15 kilometer dari penginapan.
“Waktu itu yang terdekat adalah puskesmas. Itu pun kondisinya sepi karena libur Iduladha. Saat tiba di sana saya sudah merasa kalau Marchia sudah nggak ada dan ternyata benar,” cerita Imelda.
Terkena Asam Lambung
Sebastian bercerita, Marchia merupakan anak yang sangat bersemangat dan memiliki tekad kuat untuk meraih impiannya termasuk masuk UGM. Marchia memiliki kebiasaan belajar hingga larut malam dan terkadang kurang memperhatikan pola makan. Hal ini membuatnya terkena asam lambung.
Mendengar cerita tentang perjuangan Marchia, isak tangis kecil terdengar memenuhi seisi ruangan. Sebagian mahasiswa di dalam kelas itu ikut menitikkan air mata. Bahkan dosen pengampu kelas, Rina Herani, tak kuasa menahan air matanya. Dengan suara bergetar, ia mengingatkan pada mahasiswanya untuk dapat memanfaatkan waktu dengan baik.
“Jangan sia-siakan waktu kalian selama kuliah. Kalian bisa kuliah di sini itu privilege yang sangat luar biasa karena tidak semua bisa merasakannya. Jadi jangan sia-siakan kesempatan yang ada,” ujar Rina.
Selalu Bersyukur
Wakil Dekan FEB UGM Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Bayu Sutikno mengatakan, kehadiran orang tua Marchia pada pekan pertama perkuliahan memunculkan rasa kehilangan yang begitu mendalam.
Menurutnya, berpulangnya Marchia akibat sakit menjadi pengingat khususnya bagi mahasiswa untuk selalu bersyukur telah diberi kesempatan untuk berkuliah di salah satu kampus terbaik di Indonesia. Kepergian Marchia sekaligus mengingatkan mahasiswa untuk menjaga kesehatan dan menjaga komitmen dari orang tua.
“Selamat jalan Marchia, semangat dan perjuanganmu selalu menginspirasi kami,” tutur Bayu.