Miris, Ini Kisah Keluarga di Gunungkidul yang Tinggal di Kandang Sapi
Bersama kedua orang anaknya, Ngadiono dan Sumini tinggal di kandang sapi berukuran 2x2,5 meter. Mereka pun harus berbagi ruang dengan sapi yang mereka pelihara. Keadaan seperti itu harus mereka jalani setelah melewati serangkaian lika liku kehidupan.
Nasib setiap orang tidaklah sama. Ada yang hidup melimpah, ada yang berkecukupan, ada pula yang hidup serba kekurangan. Hidup kekurangan itu yang harus dijalani pasangan suami istri Ngadiono (52) dan Sumini (44), warga Padukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul.
Bersama kedua anaknya, Ngadiono dan Sumini tinggal di kandang sapi berukuran 2x2,5 meter. Mereka pun harus berbagi ruang dengan sapi yang mereka pelihara.
-
Apa yang dikatakan Ade Armando tentang DIY? Laporan ini merupakan buntut dari pernyataan Ade yang mengatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dari politik dinasti sesungguhnya.
-
Kapan puncak kemarau di DIY diprediksi berlangsung? Sebelumnya Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut puncak musim kemarau 2024 di DIY diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus 2024.
-
Siapa saja yang hadir dalam sosialisasi Balai Bahasa DIY tentang ujaran kebencian? Acara dihadiri oleh 47 peserta dari berbagai lembaga seperti binmas polres kabupaten/kota, humas Setda DIY, bidang kepemudaan kabupaten/kota, dinas komunikasi dan informatika provinsi/kabupaten/kota dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) kabupaten/kota.Lalu hadir pula, dinas DP3AP2KB provinsi/kabupaten/kota, MKKS kabupaten/kota, Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi DIY, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Yogyakarta.
-
Kapan puncak arus balik di DIY terjadi? Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa puncak arus balik di provinsi itu terjadi pada Minggu (14/4).
-
Kenapa Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
-
Kapan Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
Untuk memasak, ia membuat tungku seadanya di luar kandang sapi. Untuk keperluan mandi dan mencuci, ia mengambil air di Sungai Oya yang letaknya tak jauh dari kandang tersebut.
Lebih memprihatinkan lagi, kandang sapi yang mereka tempati adalah tanah milik orang tua mereka. Apabila musim hujan datang, tanah itu rawan terkena banjir.
Lalu apa yang menyebabkan mereka tinggal di tempat seperti itu? Berikut selengkapnya:
Memulai Usaha
©2021 Liputan6.com
Dilansir dari Liputan6.com pada Kamis (2/9), Ngadiono bercerita bagaimana ia bisa tinggal di kandang sapi itu. Kisahnya berawal sejak 2007 lalu di mana keluarga itu dapat bantuan pembangunan rumah sederhana dari sebuah lembaga sosial.
Saat itu, Ngadiono sudah memiliki usaha sablon kecil-kecilan. Sementara sang istri jualan sayur keliling pakai sepeda motor Honda Astrea. Karena mulai punya anak yang masih kecil, pasangan suami istri ini mulai berani ajukan utang.
“Utang pertama saya ke BPR BDG dengan agunan sertifikat tanah yang ada rumah bantuannya itu. Dapat Rp10 juta,” kata Ngadiono.
Tak Mampu Bayar Utang
©Instagram/@ceritagunungkidul
Dana dari BPR itu mereka gunakan untuk menambah modal usaha. Namun dalam perjalanan mereka tak mampu lagi bayar cicilan itu. Pada 2012, Ngadiono memutuskan pergi ke Pulau Bangka untuk bekerja di perkebunan sawit demi bisa membayar cicilan itu.
Namun nyatanya di Bangka dia tak dapat pekerjaan. Istrinya kembali mengajukan utang ke koperasi syariah dengan agunan BPKB sepeda motor.
“Saya utang lima juta. Ya untuk hidup karena tidak ada kiriman uang. Jualan saya juga nggak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Sumini.
Berutang ke 7 Rentenir
©Instagram/@ceritagunungkidul
Selain meminjam uang di koperasi syariah, Sumini juga meminta bantuan pinjaman uang dari para rentenir. Tak tanggung-tanggung, ada tujuh rentenir yang ia minta bantuan.
Namun nyatanya, pinjaman yang menumpuk itu tak sanggup ia bayar. Satu-satunya sepeda motor yang ia pakai untuk berjualan disita koperasi jika pinjamannya ingin dianggap lunas.
“Saat suami saya pulang, kita menjual rumah bantuan itu ke adik untuk menutup utang di Bank BDG,” tutur Sumini.
Merantau ke Sumatra
Sementara itu utang di rentenir tak ada yang bisa mereka bayar. Lelah dikejar rentenir membuat mereka merantau ke Sumatra. Namun setelah lima tahun Ngadiono dan keluarga memutuskan untuk kembali pulang ke Gunungkidul.
Awalnya mereka pulang ke rumah orang tua Sumini di Kapanewon Semanu. Namun mereka hanya bertahan 4 bulan karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
“Terus saya balik ke Kedungranti. Saya awalnya tinggal di rumah yang saya jual dulu. Namun karena tidak enak saya akhirnya tinggal di hutan,” kata Sumini.
Tinggal di Kandang Sapi
Ngadiono, Sumini, dan anak-anaknya tinggal 3 tahun di hutan milik Perhutani. Untuk bertahan hidup, mereka menanam berbagai tanaman seperti ketela dan sayur-mayur. Di sana, keluarga itu merasa hidup tenteram meski jauh dari keramaian.
Beberapa waktu lalu, mereka mendapat tawaran untuk memelihara dua ekor sapi milik saudara mereka. Awalnya mereka ingin membangun kandang di dekat rumah mereka di perhutani.
Namun pihak perhutani tidak mengizinkan. Karena itulah mereka meminta izin pada orang tua mereka membangun kandang di tanah orang tua mereka yang ada di dekat sungai.
Karena capek bolak-balik perhutani ke kandang, mereka memutuskan membangun kamar yang menyatu dengan kandang itu sekedar untuk tidur. Akhirnya mereka benar-benar tinggal seatap dengan sapi mereka sendiri.
“Awalnya sapi ini hana dua, terus beranak satu. Anaknya milik saya,” ungkap Sumini dikutip dari Merdeka.com pada Kamis (2/9).