Cerita Musala Al-Kautsar di Riau jadi Pusat Kegiatan Warga, Ternyata Kondisinya Bikin Miris
Dinding kayu seadanya hingga sumber air yang jauh dari layak.
Dinding kayu seadanya hingga sumber air yang jauh dari layak.
Cerita Musala Al-Kautsar di Riau jadi Pusat Kegiatan Warga, Ternyata Kondisinya Bikin Miris
Meranti, Riau punya sisi menarik. Di salah satu desa, ada sebuah musala yang berusia puluhan tahun.
Di tempat ibadah tersebut, berbagai kegiatan masyarakat turut dilakukan. Menariknya, kondisi musala justru nampak miris.
Dinding kayu seadanya hingga sumber air yang jauh dari layak. Berikut ulasan selengkapnya.
Berusia Puluhan Tahun
Musala tersebut dikenal luas dengan nama Musala Al-Kautsar. Di sana, masyarakat muslim setempat biasa melakukan ibadah bersama.
Diketahui, musala tersebut dibangun pada tahun 1999 silam.
Pembangunan musala Al-Kautsar rupanya merupakan hasil dari iuran warga setempat.
"Didirikan pada bulan Desember tahun 1999," demikian dikutip dari keterangan pada laman kitabisa.com.
Jadi Pusat Kegiatan Warga
Selain jadi tempat ibadah, musala Al-Kautsar diketahui juga kerap digunakan warga untuk berbagai aktivitas.
Tak heran jika setiap waktu, musala Al-Kautsar nampak tak pernah sepi dari jemaah.
"Musalla Al Kautsar ini selain tempat ibadah juga menjadi pusat kegiatan masyarakat," demikian dikutip dari keterangan.
Terletak di Dusun Sukajadi Desa Sonde Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti, Musala Al-Kautsar menjadi bangunan yang begitu menyolok dibanding tempat lain.
Bagaimana tidak, musala tersebut nampak dibangun dengan perlengkapan seadanya. Dinding berasal dari papan kayu seadanya hingga atap seng yang diletakkan pada bagian atas musala.
Kondisinya Miris
Menjadi pusat kegiatan warga, musala Al-Kautsar justru jauh dari kata layak. Kondisi dalam hingga luar musala nampak begitu miris.
Dinding kayu yang semula berdiri kokoh kini mulai termakan usia. Begitu pula bagian atapnya yang mulai bocor.
"Bagian dinding mushalla sudah dimakan rayap dan bagian atapnya saat ini sudah banyak yang bocor," demikian dikutip dari keterangan pada laman kitabisa.com.
Untuk penerangan, warga masih mengandalkan mesin diesel seadanya. Sebab, aliran listrik disebut belum menjangkau desa yang satu ini.
"Masih menggunakan tenaga listrik berupa Diesel untuk penerangan pada saat malam hari dikarenakan belum adanya tenaga listrik," demikian dikutip dari keterangan pada laman kitabisa.com.
Tak hanya itu saja, masyarakat pun masih dihadapkan dengan persoalan air bersih. Lantaran berdiri di atas tanah gambut, air yang mengalir di bawahnya pun sebenarnya tak layak untuk digunakan bersuci.
"Untuk berwudhu masih menggunakan air parit yang hitam dan kelat yang bersumber dari tanah gambut," demikian dikutip dari keterangan pada laman kitabisa.com.
Hingga kini, biaya operasional pun hanya mengandalkan dari infaq serta sedekah seadanya dari masyarakat.