Sosok I-Tsing, Pendeta Buddha Asal Tiongkok yang Menulis Keberadaan Kerajaan Sriwijaya
Pada tahun 671 Masehi, I-Tsing melakukan perjalanan dari Tionghok ke India. Dalam perjalanan itu ia sempat singgah di Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di Kepulauan Nusantara. Keberadaan kerajaan ini salah satunya diperoleh dari catatan I-Tsing.
Pada tahun 671 Masehi, I-Tsing menulis bahwa ia mengunjungi Kerajaan Sriwijaya dan tinggal selama enam bulan. Dari sanalah ia mencatat tentang kondisi Kerajaan Sriwijaya.
-
Mengapa Istighosah penting? Manfaat dari istighosah adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, mempererat hubungan antara hamba dan Rabbnya.
-
Kapan IPK kuliah dihitung? Ini adalah nilai hasil kumulatif mulai dari semester pertama hingga semester akhir. Secara umum, nilai IPK didapat dengan cara menjumlahkan perkalian antara nilai huruf setiap mata kuliah yang diambil dan SKS mata kuliah.
-
Kapan Ayu Ting Ting dilamar? Pada bulan Februari 2024, ibu satu anak ini secara resmi dilamar oleh Lettu Muhammad Fardhana.
-
Kapan Cak Imin ikut potong tumpeng di IKN? Gibran Rakabuming Raka mengungkit keikutsertaan Muhaimin Iskandar pada acara potong tumpeng di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
-
Apa yang dimaksud dengan IPTEK? IPTEK adalah kata yang digunakan untuk menyebut sebuah perkembangan teknologi atau ilmu pengetahuan.
-
Siapa yang mengatakan Cak Imin 'terpaksa' ikut potong tumpeng di IKN? "Cak Imin dulu belum tahu dan dalam situasi belum kontestasi terpaksa harus ikut seremonial bersama pemerintah," ujar Jubir Timnas AMIN Angga Putra Fidrian dikutip Sabtu (23/12).
Pada tahun 685 Masehi, I-Tsing kembali ke Kerajaan Sriwijaya dan menulis bahwa kerajaan itu telah memperluas kekuasaannya hingga daerah aliran Sungai Batanghari.
Lalu siapa sebenarnya I-Tsing?
Sosok I-Tsing
Dikutip dari kanal YouTube Pak Ali Sanggau, I-Tsing lahir di Yanjing, Tiongkok, pada tahun 635 Masehi. Ia menjadi biksu pada tahun 14 tahun. Ia merupakan pengagum Fehsian, seorang biksu terkenal pada zamannya yang melakukan perjalanan ke India pada abad ke-14.
Berkat beasiswa dari seorang dermawan bernama Fong, I-Tsing memutuskan untuk mengunjungi Nalada, pusat pendidikan Buddha di India pada waktu itu. ia kemudian menumpangi sebuah kapal dagang dan tiba pertama kali di pusat Kerajaan Sriwijaya pada tahun 671 Masehi
Biksu Pengelana
Dikutip dari Wikipedia, I-Tsing berkelana lewat laut ke India melalui Jalur Sutra untuk mendapatkan teks agama dalam Bahasa Sansekerta. Teks agama Buddha itu kemudian ia bawa pulang ke Tiongkok dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Tionghoa.
- Sosok Irene Umar jadi Wakil Menteri Beragama Buddha Pertama yang Dilantik Sepanjang Sejarah
- Pasutri di Sidoarjo Diduga Bekerja Sama Cabuli Siswi SD Penyandang Tunanetra
- Sosok Yusof Ishak, Presiden Pertama Singapura yang Menjabat hingga Akhir Hayatnya, Ternyata Keturunan Minangkabau
- Desa di Bojonegoro Ini Jadi Daerah Istimewa sejak Kerajaan Majapahit, Syekh Jumadil Kubro Sesepuh Wali Songo Pernah Tinggal di Sini
Semasa perjalanannya, I-Tsing pernah mengunjungi Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada tahun 671 Masehi. Tulisannya mengenai kerajaan tersebut merupakan salah satu dari sedikit sumber mengenai Sriwijaya.
Ketika mengunjungi Sriwijaya, I-Tsing bertemu dengan para biksu yang datang dari berbagai penjuru kepulauan Nusantara. Dalam buku catatan hariannya, I-Tsing menulis bahwa ada seorang peziarah bernama Hui Ning yang melakukan perjalanan selama tiga tahun di Pulau Jawa untuk menterjemahkan sebuah sutra.
Penterjemahan itu dibantu oleh seorang pakar Jawa bernama Jnanabhadra. Dalam catatan hariannya, ia juga menyinggung tentang Kerajaan Holing atau Kalingga sebagai kerajaan Buddha di Nusantara.
Pelajari Ilmu Agama Buddha
Di wilayah Kerajaan Sriwijaya, I-Tsing mengunjungi pusat-pusat studi agama Buddha. Ia tinggal selama enam bulan di Sriwijaya (Palembang) dan dua bulan di Malayu (Jambi). Dikutip dari Wikipedia, selanjutnya ia menetap selama sepuluh tahun di Sriwijaya, yaitu pada tahun 685 hingga 695.
Selama hidupnya, I-Tsing menuliskan soal agama-agama Buddha yang dipeluk di negeri-negeri yang dikunjunginya. Ia menerjemahkan sekitar 60 teks agama Buddha ke dalam bahasa Tionghoa di antaranya Saravanabhava Vinaya, Avadana (710), dan Suvarnaprabhascottamaraja-sutra.