Suasana Hari Pertama Masuk SD di Jateng, Orang Tua Rebutan Bangku Paling Depan Buat Anak
Pihak sekolah ternyata telah menyediakan tempat duduk baru agar tidak terjadi konflik rebutan tempat duduk.
Pihak sekolah ternyata telah menyediakan tempat duduk baru agar tidak terjadi konflik rebutan tempat duduk.
Suasana Hari Pertama Masuk SD di Jateng, Orang Tua Rebutan Bangku Paling Depan Buat Anak
Hari masih pagi. Pintu ruang kelas masih tertutup rapat. Para guru belum ada satu pun yang datang ke sekolah. Namun para orang tua dan siswa di SD Negeri 1 Pancurendang, Banyumas, sudah datang lebih awal. Dengan datang lebih awal, mereka berharap bisa memilih bangku paling depan untuk anaknya.
- Bawa Sajam, Sembilan Anak Sekolah di Tangerang Ditangkap karena Ketahuan Mau Tawuran
- Orang Tuanya Bercerai, Bocah Usia 12 Tahun Ini Putuskan Jualan Cilok untuk Biaya Sekolah
- Sosok Ini Dilarang Masuk Sekolah Penerbangan oleh Ayahnya, Tak Disangka Kini Dikenang sebagai Bapak TNI AU
- Hasil Konseling, Santri Korban Pengeroyokan di Pekalongan ingin Pindah Sekolah
Namun setelah ruang kelas dibuka, para orang tua harus gigit jari. Pihak sekolah ternyata sudah menentukan tempat duduk bagi para siswanya. Dikutip dari YouTube Liputan6 pada Selasa (18/7), hal itu sebagai salah satu bentuk upaya untuk menghindari rebutan bangku sekolah.
"Untuk menghindari saling berebut. Dari dulu memang seperti itu. Tahun ini sebenarnya sudah agak mendingan, jadi mereka tidak terlalu terburu-buru. Tapi nanti setiap minggu ada rolling, yang paling depan pindah belakang. Berurutan seperti itu,"
kata Mamo, penjaga sekolah SD Negeri Pancurendang.
Walau bangku sudah ditentukan oleh pihak sekolah, tetap ada saja orang tua siswa yang nekat menaruh tas di bangku kelas terdepan. "Kan kalau bu guru menerangkan bisa lebih jelas kalau di depan," kata Feriyati, orang tua salah seorang siswa.
Upaya pihak sekolah dalam mendata dan menentukan tempat duduk siswa terbukti bisa meredam konflik rebutan bangku pada setiap tahun ajaran baru.
Berkah bagi Penjual Buku Tulis dan Seragam
Tahun ajaran baru menjadi berkah bagi para penjual buku dan seragam di Sragen. Omzet penjualan mereka meningkat drastis karena para orang tua berburu buku dan seragam untuk anak-anak mereka.
Berburu alat tulis, buku, serta seragam memang menjadi rutinitas para orang tua memasuki tahun ajaran baru. Mereka memilih buku serta alat tulis terbaik untuk anak-anak mereka. Apalagi harga alat tulis serta seragam cukup terjangkau.
Harga satu pak buku tulis berisi 10 buku tulis harganya berkisar antara Rp30-50 ribu. Sementara harga seragam bervariasi mulai dari Rp100-180 ribu, tergantung bahan dan ukuran.
Membeludaknya para orang tua yang membelikan seragam dan alat tulis bagi anak menjadi berkah tersendiri bagi para penjual. Mereka mengaku omzet penjualan meningkat drastis selama sepekan terakhir. "Meningkat dalam seminggu ini. Naik 45 persen," kata Suwarno, salah satu pedagang yang menjual buku tulis. "Penjualannya meningkat. Ini sudah berlangsung dua minggu," kata Susi, salah seorang penjual seragam. Pada hari normal, pedagang biasanya menyetok antara 50-100 potong paket seragam, namun pada hari-hari jelang tahun ajaran baru, mereka bisa menyetok 100-150 potong seragam per hari.
Sekolah Sepi
Tidak seperti sekolah lain, SMP Negeri 6 Pati justru terlihat sepi pada masa pengenalan lingkungan sekolah. Di sekolah itu, hanya ada 40 siswa baru. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya sekolah tersebut bisa mendapatkan 230 siswa baru.
Sejak diberlakukan zonasi pada PPDB online, SMP Negeri 6 Pati tidak begitu diminati karena banyak peserta didik yang memilik SMP lain di sekitar SMP Negeri 6. Ada SMP Negeri lain yang masih satu zonasi yang lebih diminati para siswa.
"Harapan kami sebenarnya adalah pemerintah bisa memberikan kebijakan bagaimana supaya diratakan penerimaan siswa dari satu kecamatan. Sehingga kuota penerimaan siswa dari masing-masing SMP bisa dikurangi,"
kata Mat Adjuri, Kepala Sekolah SMP N 6 Pati.
Untuk meningkatkan animo siswa, pihak sekolah mengaku telah bekerja sama dengan Askab PSSI untuk membangun sekolah sepak bola. Namun usaha itu tampaknya belum menunjukkan hasil maksimal karena jumlah siswanya kurang.