5 September 1949: Wafatnya Wolter Mongisidi, Pahlawan Pejuang Kemerdekaan RI
Pejuang kemerdekaan Indonesia dari cengkraman Belanda ini berasal dari Sulawesi.
Pejuang kemerdekaan Indonesia dari cengkraman Belanda ini berasal dari Sulawesi.
5 September 1949: Wafatnya Wolter Mongisidi, Pahlawan Pejuang Kemerdekaan RI
Robert Wolter Mongisidi lahir di Manado pada 14 Februari 1925 adalah seorang pejuang yang menjadi bagian dari perebutan kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan. Dirinya tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan sekaligus pahlawan nasional yang namanya diabadikan sebagai nama banyak jalan di wilayah Indonesia. Wolter Mongisidi wafat pada 5 September 1946, tepat hari ini 74 tahun yang lalu.
Wolter Mongisidi lahir di Malalayang (sekarang bagian dari Manado, Sulawesi Utara) dan merupakan putra keempat dari pasangan Petrus Mongisidi dan Lina Suawa. Wolter memulai pendidikannya pada tahun 1931 di sekolah dasar Belanda (Hollands Inlandsche School atau HIS), kemudian melanjutkan ke sekolah menengah pertama Belanda (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Wolter Mongisidi kemudian menempuh pendidikan sebagai guru bahasa Jepang di sebuah sekolah di Tomohon. Setelah menyelesaikan studinya, ia mengajar bahasa Jepang di Liwutung, wilayah Minahasa, dan di Luwuk, Sulawesi Tengah, sebelum melanjutkan perjalanan ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Semasa kecilnya, Wolter Mongisidi akrab disapa Bote.
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada saat Mongisidi berada di Makassar. Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda).
Mongisidi yang tidak menerima kedatangan Belanda, menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar. Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi bersama Ranggong Daeng Romo dan yang lainnya membentuk tentara perlawanan rakyat Indonesia di Sulawesi (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi atau LAPRIS), yang terus-menerus mengganggu dan menyerang posisi Belanda.
-
Kapan William Moldt menghilang? William Moldt, dilaporkan hilang dari Lantana, Florida pada 7 November 1997 setelah tidak kembali dari jalan-jalan malam.
-
Siapa Doni Monardo? Doni Monardo adalah sosok perwira tinggi TNI yang lahir pada tanggal 7 Januari 1960. Ia merupakan sosok yang memiliki pengalaman yang luas dalam bidang penanggulangan bencana dan penanganan krisis.
-
Apa sebenarnya Sendang Wonodri itu? Sendang Wonodri merupakan sebuah kolam umum yang berada di tengah pemukiman penduduk Kota Semarang.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Dimana Sendang Wonodri berada? Sendang Wonodri merupakan sebuah kolam umum yang berada di tengah pemukiman penduduk Kota Semarang.
-
Kapan Doni Monardo meninggal? Doni Monardo meninggal pada Minggu, (3/12) pukul 17.35 WIB.
Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia
Wolter ditangkap Belanda pada 28 Februari 1947, namun ia berhasil melarikan diri pada 27 Oktober 1947. Belanda kembali menangkapnya dan kali ini menjatuhkan hukuman mati. Mongisidi dieksekusi oleh regu tembak pada tanggal 5 September 1949.
Jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makassar pada 10 November 1950.
Chris Soumokil, Menteri Kehakiman Indonesia Timur pada saat itu memberikan hukuman mati kepada Mongisidi dan menolak permintaan amnesti oleh rekan-rekan dan keluarganya. Soumokil kemudian akan menghadapi nasib yang sama seperti Mongisidi, dieksekusi oleh regu tembak pada 12 Maret 1966 mengutip stekom.ac.id.
Robert Wolter Mongisidi mendapat anugerah dari Pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November, 1973. Ia juga mendapatkan penghargaan tertinggi negara Indonesia, Bintang Mahaputera (Adipradana), pada 10 November 1973.
Ayahnya, Petrus, yang berusia 80 tahun pada saat itu, menerima penghargaan tersebut. Bandara Wolter Mongisidi (kini Bandar Udara Haluoleo) di Kendari, Sulawesi Tenggara dinamakan sebagai penghargaan kepada Mongisidi, seperti kapal TNI Angkatan Laut, KRI Wolter Mongisidi dan Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi di Manado.
Wolter Mongisidi dalam Budaya Populer
Tapak-Tapak Kaki Wolter Mongisidi adalah film Indonesia yang diproduksi pada tahun 1982 yang disutradarai oleh Frank Rorimpandey dan Achiel Nasrun serta dibintangi antara lain oleh Roy Marten dan Tari Sutiono.
Film ini berkisah tentang kehidupan Wolter Mongisidi, yang dilukiskan sebagai pemuda flamboyan, berani terkadang nekat, agak emosional.
Dalam film ini dikisahkan bahwa Wolter Mongisidi dan pasukannya selalu mengganggu Belanda, dan diburu-buru, sampai akhirnya tertangkap. Ayahnya meminta ia menandatangani permohonan grasi, padahal itu salah satu tipu muslihat Belanda. Ia mati dihukum tembak.