6 Februari 1993: Wafatnya Mohammad Natsir, Tokoh Politik Islam Indonesia
6 Februari 1993, tepatnya 30 tahun lalu, adalah hari wafatnya Mohammad Natsir. Beliau adalah seorang ulama, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang adalah pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi. Mohammad Natsir juga adalah seorang tokoh Islam terkemuka Indonesia.
6 Februari 1993, tepatnya 30 tahun lalu, adalah hari wafatnya Mohammad Natsir. Beliau adalah seorang tokoh ulama, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang adalah pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi. Mohammad Natsir juga adalah seorang tokoh Islam terkemuka Indonesia.
Dalam hidupnya, beliau pernah menjabat sebagai menteri dan Perdana Menteri Indonesia. Di kancah internasional, Mohammad Natsir juga pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia. Sepak terjangnya memang tak perlu diragukan lagi.
-
Kapan Mohammad Natsir menjabat sebagai Perdana Menteri? Mohammad Natsir Menjabat Menteri Penerangan dan Perdana Menteri Republik Indonesia Berbagai jabatan bergengsi yang dipegangnya tak membuat Natsir kaya raya. Hidupnya sederhana.
-
Kapan Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak wafat? Ia wafat di Bern, Swiss pada tanggal 10 Juli 1965 di usianya yang sudah 68 tahun.
-
Bagaimana Mohammad Natsir menunjukkan kesederhanaannya? Mobil Tua Natsir Sering Mogok Kadang Natsir sendiri yang belanja onderdil mobil dan memperbaiki sendiri mobil tuanya itu. Mobil Dinas Langsung Dikembalikan Pada saat menjabat perdana menteri, Natsir mendapat mobil dan sopir. Namun begitu masa jabatannya berakhir, beliau mengembalikan mandat pada Presiden Soekarno.Tak cuma itu, mobil dinasnya pun langsung dikembalikan ke kantor perdana menteri. Natsir santai saja pulang ke rumahnya naik sepeda.
-
Apa peran Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia? Dirikan Cabang JSB Ketika Nazir sudah lulus menempuh pendidikan HBS di Batavia, ia memang sudah memiliki keinginan untuk melanjutkan studi di Universitas Leiden. Namun, mimpinya ini terhalang oleh kapal ke Eropa sering terhalang akibat perang dunia. Sembari menunggu kondisi terkendali, Nazir menyempatkan kembali ke kampung halamannya untuk bertemu keluarga. Mendengar kepulangannya ke Solok membuat pengurus Jong Sumatranen Bond (JSB) mendorong dirinya untuk mendirikan cabang di Padang di Bukittinggi. Dorongan tersebut ia penuhi, kemudian Nazir menyempatkan berpidato di depan siswa sekolah menengah di Padang.Saat itulah ia berbicara soal pendirian kumpulan pemuda di Sumatera yang sudah terlambat dua tahun dari Jawa yang didirikan tahun 1915. Ketua Perhimpunan Indonesia Saat dirinya sudah berangkat menuju Belanda, di sana ia mengemban tugas sebagai Ketua Perhimpunan Indonesia. Saat itu ia ikut dalam kelompok pergerakan kemerdekaan Indonesia bersama dengan Moh. Hatta.Perjuangan kemerdekaan di luar negeri semakin melebar setelah lebih aktif menyuarakan kemerdekaan melalui majalah Indonesia Merdeka dan memperluas propaganda ke luar negeri Belanda. Kemudian, PI mengirim Nazir, Moh. Hatta, Ahmad Subardjo dan beberapa tokoh lainnya untuk menghadiri Kongres Internasional Menentang Kolonialisme yang berlangsung di Brussels, Belgia pada tahun 1927. Sempat Dipenjara Masih di tahun 1927, Nazir bersama Moh. Hatta, Ali Sastroamijoyo, dan Abdulmajid Djojohadiningrat dijebloskan ke penjara oleh Kerajaan Belanda karena gerakan kemerdekaannya yang semakin menggeliat. Mereka semua ditahan selama kurang lebih 5,5 bulan.
-
Siapa Laksamana Muda Mohammad Nazir? Nama Mohammad Nazir Isa mungkin banyak orang yang tidak mengetahui siapa sosok yang satu ini.
-
Kapan Partai Kasih dideklarasikan? Sekelompok anak muda Indonesia asal Papua mendeklarasikan mendirikan partai nasional yang diberi nama Partai Kasih pada Minggu 23 Juni 2024 di Jakarta.
Lahir didi kota Jembatan Ukir Alahan Panjang yang bersebelahan dengan Lembah Kecamatan Gumanti Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat pada tanggal17 Juli 1908 dan wafat di Jakarta pada 6 Februari 1998 di usia 85 tahun, berikut kisah hidup tokoh ini yang menarik untuk diketahui.
Putra Daerah dari Minangkabau
Muhammad Natsir bin Idris Suton Saripodo lahir di Minangkabau pada 17 Juli 1908. Ayah Natsir bernama Idris Sutan Saripodo, yang bekerja sebagai seorang perwakilan regulator di Maninjau yang kemudian beralih menjadi pengawas atau penjaga penjara di Bekeru, Sulawesi Selatan. Sedangkan ibunya bernama Khadijah sebagai kerabat Chaniago. Natsir mempunyai tiga saudara yaitu Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun.
Sudah sejak lama tempat kelahiran Natsir dikenal sebagai daerah yang mempunyai peranan besar dalam menyebarkan cita-cita pembaharuan islam. Banyak tokoh di Minangkabau yang mempunyai Ideologi pembaharuan Islam seperti Syaikh Ahmad Khatib dan Buya Hamka, sehingga tidak heran apabila Mohammad Natsir nantinya mempunyai ideologi yang sama.
Seperti orang Minang lainnya, Natsir adalah seorang Muslim yang tunduk pada pedoman yang ketat. M. Natsir dipandang sebagai anak muda yang berani mengambil kesempatan untuk mengaji dan belajar agama, baik pagi, petang, maupun petang.
Perjalanan Pendidikan Natsir
Natsir mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun hingga kelas dua, kemudian pindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang. Setelah beberapa bulan, ia pindah kembali ke Solok dan dititipkan di rumah saudagar yang bernama Haji Musa.
Selain belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia juga belajar ilmu agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari. Tiga tahun kemudian, ia kembali pindah ke HIS di Padang bersama kakaknya.
Pada tahun 1923, ia melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau setara dengan SMP saat ini. Di MULO, Natsir aktif diberbagai organisasi seperti Jong Islamieten Bond (serikat pemuda islam), dan juga akif di Pandu Nationale Islamietische Pavinderij (Nayipij) sejenis Pramuka di masa sekarang.
Setelah lulus dari MULO, Natsir pindah ke Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) hingga tamat pada tahun 1930. Dari tahun 1928 sampai 1932, ia menjadi ketua Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung. Natsir juga menjadi pengajar setelah memperoleh pelatihan guru selama dua tahun di perguruan tinggi.
Natsir yang telah mendapatkan pendidikan Islam di Sumatra Barat semakin memperdalam ilmu agamanya di Bandung, termasuk dalam bidang tafsir Al-Qur'an, hukum Islam, dan dialektika. Kemudian pada tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi Persatuan Islam.
Karir Politik dan Akhir Hidupnya
Karier politik Muhammad Natsir pasca kemerdekaan diawali sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tahun 1945-1946. pada kabinet. Syahrir dan kabinet Hatta, Muhammad Natsir menjadi Menteri Penerangan Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1949-1958 ia diangkat menjadi ketua Masyumi, hingga partai ini dibubarkan.
Puncak karir Muhammad Natsir dalam politik ketika waktu ia diangkat sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia (1950-1951). Pemilu pertama 1955 Muhammad Natsir terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tampilnya Muhammad Natsir di puncak pemerintahan tidak terlepas dari langkah strategisnya dalam mengemukakan mosi pada sidang palemen republik Indonesia serikat (RIS) pada tanggal 3 april 1950 yang leih dikenal dengan “Mosi Integral Natsir”.
Sementara Soekarno semakin di puncak kekuasaan dan akrab dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Muhammad Natsir kemudian menjaga jarak dengan Soekarno dan kian menyisih sambil tetap memimpin fraksi Masyumi di Parlemen 1950-1958.
Pada 17 Agustus 1959 Soekarno secara sepihak membubarkan Masyumi, kemudian Muhammad Natsir ditangkap atas tuduhan terlibat Pemberontakan Rakyat Republik Indonesia (PPRI) Permesta. Muhammad Natsir diasingkan dengan menjalani karantina politik di Batu, Malang 1960-1962.
Pada tahap selanjutnya Muhammad Natsir tidak lantas bebas, namun harus menjadi tahanan Politik di Rumah Tahanan Militer (RTM) Keagungan. Hingga akhirnya Muhammad Natsir dibebaskan pada tahun 1966 tanpa proses pengadilan. Keterlibatannya ini mengakhiri karir politiknya di zaman orde lama.
Mohammad Natsir wafat pada 14 Sya'ban 1413 H atau 6 Februari 1993 di RS Cipto Mangun Kusumo, Jakarta, pada usia 85 tahun. Hingga kini, beliau masih diperbincangkan sebagai seorang tokoh Islam berpengaruh dalam sejarah pemerintahan awal negara Republik Indonesia.