Cara Membaca Arab Gundul, Simak Tipsnya Berikut Ini
Membaca tulisan Arab gundul tentu tak mudah, ada ilmu yang harus dipelajari.
Membaca tulisan Arab gundul tentu tak mudah, ada ilmu yang harus dipelajari.
Cara Membaca Arab Gundul, Simak Tipsnya Berikut Ini
Tulisan Arab gundul banyak ditemukan dalam naskah-naskah klasik, Al-Qur'an, dan literatur ilmiah. Tanpa harakat, pembaca harus mengandalkan pengetahuan tata bahasa Arab, konteks kalimat, dan penguasaan kosakata untuk memahami makna teks dengan benar. Proses belajar membaca Arab gundul memerlukan pemahaman yang kuat tentang morfologi dan sintaksis bahasa Arab. Ini termasuk pengenalan terhadap struktur kata, pola kata kerja, dan penggunaan kata ganti. Kemampuan untuk mengidentifikasi akar kata dan bentuk kata yang berbeda sangat membantu dalam memahami teks tanpa harakat.
Selain itu, pemahaman konteks kalimat dan penggunaan kata-kata dalam kalimat juga menjadi faktor kunci yang mempermudah pembacaan dan penafsiran teks. Berikut ini rangkuman cara membaca Arab gundul yang bisa dipelajari, dilansir dari berbagai sumber.
Ilmu Membaca Huruf Arab Gundul
Ilmu yang mempelajari cara membaca huruf Arab gundul, atau teks Arab tanpa harakat, disebut Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf. Kedua ilmu ini merupakan cabang dari tata bahasa Arab yang sangat penting dalam memahami dan membaca teks Arab dengan benar.Membaca kitab Arab gundul atau tulisan Arab tanpa harakat, atau disebut juga kitab kuning, adalah sebuah kemampuan yang baik dimiliki oleh setiap penimba ilmu syar’i dan para calon da’i. Kedua ilmu ini sangat penting untuk dipelajari. Dengan memahami ilmu nahwu seorang akan bisa membedakan antara pelaku (fa’il) dan objek (maf’ul bih).
Ilmu nahwu adalah ilmu kaidah bahasa Arab yang membahas tentang keadaan akhir kata di dalam kalimat dan perubahan yang terjadi padanya. Ilmu ini sangat penting bagi siapa saja yang ingin memahami bahasa Arab secara mendalam, karena memberikan panduan tentang bagaimana kata-kata disusun untuk membentuk kalimat yang bermakna dan benar secara tata bahasa.
Dengan mempelajari Ilmu Nahwu, seseorang dapat memahami peran setiap kata dalam kalimat, seperti subjek, predikat, objek, dan kata keterangan.
Fungsi utama Ilmu Nahwu adalah untuk memastikan kejelasan dan ketepatan dalam komunikasi tertulis dan lisan. Ilmu ini mencakup berbagai aturan tentang i'rab (perubahan bentuk akhir kata berdasarkan fungsinya dalam kalimat), serta posisi kata dalam kalimat yang menentukan makna dan struktur kalimat tersebut.
Misalnya, Ilmu Nahwu mengajarkan bagaimana menggunakan kasus nominatif, akusatif, dan genitif untuk menunjukkan peran kata benda dalam kalimat, serta bagaimana mengatur kata kerja dan kata sifat agar sesuai dengan subjek dan objek yang mereka hubungkan.
Ilmu Sharaf, di sisi lain, mempelajari perubahan bentuk kata (morfologi) dalam bahasa Arab. Ilmu ini berfokus pada cara-cara di mana kata-kata dibentuk dan diubah untuk menghasilkan berbagai bentuk yang mencerminkan makna dan fungsi yang berbeda.
Dalam bahasa Arab, kata-kata dapat mengalami berbagai perubahan bentuk untuk menunjukkan waktu (seperti kata kerja dalam berbagai tenses), jenis kelamin, jumlah, dan aspek lainnya.
Dengan memahami Ilmu Sharaf, seseorang dapat mengidentifikasi akar kata dan memahami bagaimana kata tersebut dibentuk dan diubah dalam berbagai konteks.
Salah satu aspek utama dari Ilmu Sharaf adalah studi tentang pola kata (wazn), di mana kata-kata dibentuk berdasarkan akar kata (juzur) yang terdiri dari tiga atau empat huruf konsonan. Setiap pola kata memberikan informasi tentang makna dasar kata serta bagaimana kata tersebut digunakan dalam kalimat.
Namun, berikut ini adalah beberapa cara membaca Arab gundul yang bisa Anda pelajari, dilansir dari laman muslim.or.id;
Cara Membaca Arab Gundul
Dalam sebuah hadis yang sangat populer, dari ‘Umar bin al-Khaththab RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya. Dan setiap orang [yang beramal] akan dibalas selaras dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin dia raih atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini adalah hadis yang sangat agung. Sebab di dalam hadis ini dipancangkan salah satu pondasi amalan; yaitu keikhlasan.
Amal tidak akan diterima tanpanya. Amal apapun; apakah itu salat, puasa, zakat, haji, demikian pula tholabul ‘ilmi/menuntut ilmu syar’i. Semuanya membutuhkan niat yang benar.
Mempelajari ilmu bahasa arab adalah bagian dari ibadah dan termasuk ajaran agama. Karena memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kewajiban; sementara kita tidak akan bisa memahami keduanya dengan baik kecuali dengan bahasa arab, maka mempelajari ilmu bahasa arab menjadi sebuah kewajiban yang sangat mulia.
Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya akan dipahamkan dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu)
3. Cita-Cita Tinggi
Mempelajari bahasa Arab bukanlah kebutuhan yang bersifat pribadi semata. Karena dengan memahami bahasa arab dan menggunakannya untuk memahami Al-Kitab dan As-Sunnah seorang muslim akan bisa mengajak manusia ke jalan Allah di atas landasan ilmu/bashirah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah: Inilah jalanku. Aku mengajak [kalian] kepada [agama] Allah di atas bashirah/ilmu. Inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku. Dan maha suci Allah, aku bukan termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)
Waktu adalah nikmat yang sering dilalaikan. Banyak orang yang gagal dan binasa gara-gara tidak pandai memanfaatkan waktu. Kesempatan yang Allah berikan kepada seorang hamba di alam dunia ini semestinya digunakan sebaik-baiknya. Sebab hidup di dunia hanya sekali. Setelah itu akan ada kematian dan hari kebangkitan serta pembalasan amal.
Rasulullah bersabda,
“Dua buah kenikmatan yang banyak orang tertipu karenanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma)
Sebagaimana ditegaskan di awal, tujuan belajar membaca kitab Arab gundul adalah untuk memahami al-Kitab dan as-Sunnah. Oleh sebab itu sangat tidak pantas bagi seorang penuntut ilmu -yang mengharapkan kedekatan diri di sisi Rabbnya- untuk kemudian mengosongkan hari-harinya dari kegiatan membaca al-Qur’an dan men-tadabburinya.
Rasulullah telah bersabda,
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dari ‘Utsman bin ‘Affanradhiyallahu’anhu)
Rasulullah sebagaimana diyakini- adalah manusia yang menyampaikan wahyu Allah kepada kita. Beliau sebaik-baik manusia yang memahami tafsir al-Qur’an dan hukum-hukum Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menaati rasul, sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisaa’: 80)
Oleh sebab itu para ulama menerangkan, bahwa makna keimanan beliau sebagai rasul adalah; membenarkan beritanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah dengan tata-cara yang diajarkannya, dan berhukum dengan hukum-hukumnya.
7. Koleksi Kitab Ulama
Penimba ilmu al-Kitab dan as-Sunnah sangat memerlukan keterangan dari para ulama. Apakah ulama tafsir, hadis maupun fiqih. Terlebih lagi dalam masalah aqidah atau tauhid.
Karena itulah mengumpulkan karya-karya mereka dalam bentuk kitab atau file di dalam komputer adalah metode yang sangat tepat dan bermanfaat. Sehingga sewaktu-waktu kita butuhkan, dengan mudah kita akan bisa menemukan apa yang kita inginkan.
Di antara istilah yang perlu diketahui oleh para penimba ilmu adalah matan dan syarah. Matan adalah teks asli tanpa uraian penjelasan. Sepeti misalnya matan Shahih Bukhari, matan Shahih Muslim, matan ‘Umdatul Ahkam, matan Hadits Al Arba’in An Nawawiyyah, matan Kitab At Tauhid, dsb.
Adapun yang dimaksud dengan syarah adalah penjelasan terhadap matan-matan tersebut. Sehingga bisa kita temukan kitab-kitab yang berisi syarah terhadap Sahih Bukhari, Sahih Muslim, ‘Umdatul Ahkam, Hadits Al Arba’in An Nawawiyyah, ataupun Kitab At Tauhid.