Insiden 13 Mei 1969: Kerusuhan Rasial Etnis Tionghoa dan Melayu di Kuala Lumpur
Insiden 13 Mei adalah istilah yang merujuk pada kerusuhan rasial antara Tionghoa dengan Melayu di Kuala Lumpur, Malaysia. Secara resmi, 196 orang tewas antara 13 Mei dan 31 Juli akibat kerusuhan ini. Berikut kisah selengkapnya mengenai sejarah Insiden 13 Mei yang menarik untuk Anda pelajari.
Insiden 13 Mei adalah istilah yang merujuk pada kerusuhan rasial antara Tionghoa dengan Melayu di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kerusuhan terjadi setelah pemilihan umum Malaysia 1969 ketika partai-partai oposisi seperti Partai Aksi Demokratik dan Partai Gerakan memperoleh keuntungan dengan mengorbankan koalisi yang berkuasa.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana sejarah dapat membantu kita memahami dunia saat ini? Dengan mempelajari sejarah, kita dapat memahami akar dari situasi-situasi, peristiwa-peristiwa, dan fenomena-fenomena yang ada di masa kini. Sejarah juga membantu memahami perkembangan peradaban manusia secara lebih luas, serta memberikan wawasan tentang nilai-nilai, konflik-konflik, dan pencapaian-pencapaian yang telah membentuk dunia seperti yang dikenal saat ini.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Apa bukti sejarah yang menunjukan kebesaran Purnawarman? “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Kerusuhan ini berlanjut dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan pemerintah mengumumkan keadaan darurat nasional dan menangguhkan Parlemen hingga 1971.
Secara resmi, 196 orang tewas antara 13 Mei dan 31 Juli akibat insiden ini. Kerusuhan juga disebut oleh pemerintah sebagai penyebab utama pemberlakuan kebijakan yang agresif seperti Kebijakan Ekonomi Baru (NEP), setelah 1969.
Berikut kisah selengkapnya mengenai sejarah Insiden 13 Mei yang menarik untuk Anda pelajari.
Awal Mula Insiden 13 Mei
Pada pemilihan umum 10 Mei 1969, koalisi Aliansi yang memerintah diketuai oleh United Malays National Organization (UMNO) mengalami kekalahan terbesar sejak 1955 walaupun masih tetap memenangi pemilu.
Sejauh yang diperhatikan, tak ada keraguan dalam pikiran para pemimpin Aliansi dalam pemilihan umum 1969 bahwa mereka akan menang secara meyakinkan seperti pada tahun 1964.
Terlebih, Singapura baru saja disingkirkan pada tahun 1965, ekonomi negara tengah bergembira, konfrontasi Indonesia baru saja berakhir, hubungan diplomatik dengan raksasa Asia Tenggara terjalin kembali, dan oposisi dalam posisi lemah dan terpecah-pecah.
Namun, angan-angan itu hancur pada dini hari tanggal 11 Mei 1969 ketika hasil pemilu 10 Mei diumumkan. Aliansi hanya memenangkan 66 kursi, turun dari 89 kursi yang dimenanginya pada tahun 1964.
Aliansi juga kehilangan Penang, gagal merebut Kelantan, dan nyaris kehilangan Perak, Selangor, Kedah, dan Terengganu. Oposisi juga terkejut akan hasil pemilu ini.
Partai terbesar golongan Tionghoa Democratic Action Party dan Gerakan mendapat suara dalam pemilihan dan berhak mengadakan pawai kemenangan melalui jalur yang telah ditetapkan di Kuala Lumpur.
Dalam aksinya, pawai berubah berisik, kasar, dan menyimpang dari jalur dan mengarah ke distrik Melayu Kampong Bahru, mengolok penduduknya dengan spanduk rasis bertulis "Malai Si" yang dalam bahasa Tionghoa berarti "Mampus Melayu".
Meski Partai Gerakan langsung mengeluarkan permintaan maaf keesokan harinya, United Malays National Organization (UMNO) yang memerintah koalisi Aliansi mengumumkan pawai tandingan untuk merayakan kemenangan mereka.
Anggota Pemuda UMNO yang berkumpul di Kuala Lumpur di kediaman Menteri Besar Selangor, Dato’ Harun bin Haji Idris, pada 13 Mei dan menuntut agar mereka juga mengadakan perayaan kemenangan di tingkat nasional.
Aliansi memperoleh mayoritas kursi di Parlemen meskipun berkurang jumlahnya dari periode lalu, dan di Selangor memperoleh mayoritas dengan bekerja sama dengan satu-satunya kandidat independen.
Saat anggota Pemuda UMNO sedang berkumpul di halaman rumah Menteri Besar, tiba-tiba dua mobil berisi sejumlah orang Tionghoa berhenti. Mereka meminta pertemuan itu untuk dibubarkan, dengan mengatakan bahwa kediaman itu sekarang menjadi milik pemimpin oposisi.
Sementara itu, tersiar kabar bahwa kelompok Tionghoa telah menyerang orang Melayu di Setapak. Hal ini memicu gelombang kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Deklarasi Keadaan Darurat
Pada Insiden 13 Mei, banyak orang di Kuala Lumpur terjebak dalam kekerasan rasial. Puluhan orang terluka dan beberapa tewas, rumah dan mobil dibakar dan dihancurkan. Kekerasan sebagian besar terbatas di Kuala Lumpur meskipun ada juga yang terjadi di Melaka, Perak, dan Penang.
Pemerintah lalu memerintahkan jam malam segera di seluruh negara bagian Selangor dan Kuala Lumpur. Pasukan keamanan yang terdiri dari sekitar 2000 tentara Resimen Melayu dan 3600 petugas Polisi ditempatkan dan menguasai situasi.
Lebih dari 300 keluarga Tionghoa dipindahkan ke pusat pengungsian di Stadion Merdeka dan Pemukiman Tiong Nam. Pada tanggal 14 Mei 1969, keadaan darurat diumumkan di seluruh negeri, dan pada tanggal 16 Mei Dewan Operasi Nasional (NOC) didirikan dengan proklamasi Yang di-Pertuan Agong (Raja Malaysia) yang dipimpin oleh Tun Abdul Razak.
Dengan ditangguhkannya Parlemen, NOC menjadi badan pembuat keputusan tertinggi selama 18 bulan ke depan. Dewan Operasi Negara Bagian dan Distrik mengambil alih pemerintah negara bagian dan lokal.
NOC menerapkan langkah-langkah keamanan untuk memulihkan hukum dan ketertiban di negara tersebut, termasuk pembentukan Vigilante Corps yang tidak bersenjata, tentara teritorial, dan batalion pasukan polisi.
Pemulihan ketertiban di negara itu secara bertahap tercapai. Jam malam berlanjut di sebagian besar bagian negara, tetapi secara bertahap dikurangi. Perdamaian dipulihkan di daerah yang terkena dampak dalam waktu dua bulan. Pada bulan Februari 1971 pemerintahan parlementer didirikan kembali.