Ada sejak Zaman Kolonialisme Belanda, Ini Sejarah Hampers yang Mulai Populer Tahun 1980-an
Kini hampers adalah budaya yang lazim dilakukan orang dari berbagai kalangan
Kini hampers adalah budaya yang lazim dilakukan orang dari berbagai kalangan
Ada sejak Zaman Kolonialisme Belanda, Ini Sejarah Hampers yang Mulai Populer Tahun 1980-an
Berbagi hampers jadi hal lumrah menjelang Idulfitri maupun hari raya agama lain di Indonesia. Rupanya, budaya berbagai hampers sudah ada sejak zaman kolonialisme Belanda, namun dulu hanya dilakukan oleh orang-orang dari golongan tertentu.
- Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah
- Potret Perjalanan Jemaah Calon Haji Era Kolonial Belanda, Naik Kapal Sebulan Lebih, Diberi Makan Lauk Ikan Asin Cabai Bawang
- Sedang Jadi Sorotan, Ini Cikal Bakal Warung Madura, Sudah Ada sejak Zaman Kolonial
- Menyusuri Kampung Kapitan, Tempat Tinggal Etnis Tionghoa Pertama Masa Kolonial di Palembang
Hampers
Mengutip artikel Konsep Visual Chinese Engangemen Hampers Bergaya Modern bagi Pasar Pasangan Muda Surabaya karya KA LinggoRahardjo, dkk (Universitas Petra, 2020), kata hampers berasal dari bahasa Inggris Britania.
Hampers berarti adalah atau hadiah yang terbuat dari keranjang dan digunakan untuk perayaan hari besar seperti lamaran, lebaran, dan lain sebagainya.
Sejarah
Pada zaman kolonialisme Belanda, budaya berbagi hampers atau bingkisan hanya melibatkan kalangan tertentu.
Dosen Sejarah Universitas Airlangga (Unair), Moordiati menjelaskan, ketidaksetaraan sosial dan ekonomi pada masa kolonialisme Belanda menyebabkan budaya berbagi hampers hanya dilakukan oleh orang kaya.
Bahkan, pada zaman pendudukan Jepang, budaya berbagai bingkisan ini tidak populer. Warga pribumi berbagai kalangan lebih fokus melawan kekejaman Jepang.
Perkembangan
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, berbagi bingkisan masih tidak populer.
Baru pada tahun 1980-an, masyarakat berbondong-bondong melakukan budaya ini. Saat itu istilahnya berbagi parsel yang berisi makanan khas lebaran.
“Awalnya memang makanan, kemudian isi parsel berubah seiring perkembangan zaman. Ada yang pakaian, barang pecah belah seperti cangkir, dan bunga,” ungkap Moordiati, dikutip dari situs resmi unair.ac.id, Kamis (4/4/2024).
Penggunaan istilahnya juga mulai bergeser menjadi hampers.
Kepopuleran hampers dimanfaatkan para pelaku usaha. Mereka berlomba-lomba menjual produk hampers yang terdiri dari makanan hingga berbagai barang dengan konsep unik untuk memikat calon pembeli.
Hampers Lebaran
Larangan Berbagai Hampers
Sayangnya, hampers dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan gratifikasi. Pada tahun 2005, KPK menerapkan peraturan bagi pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menerima hampers lebaran.
Hingga saat ini, peraturan tersebut masih berlaku sesuai dengan Surat Edaran (SE) KPK Nomor 1636IGTF.00.02/01/03/2024 mengenai Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.
Makna Hampers
Moordiati menjelaskan, awalnya berbagi hampers merupakan bentuk ucapan terima kasih dan balas budi kepada penerima.
Seiring perkembangannya, hampers menjadi wujud apresiasi dan penghargaan kepada orang lain, terutama selama perayaan-perayaan agama atau acara sosial. Makna ini menjadi tonggak awal budaya berbagi hampers saat lebaran.
Kini, makna hampers dalam masyarakat modern berkembang semakin kompleks. Menurut Moordiati, hal ini terjadi seiring perubahan budaya dan nilai-nilai sosial.
Kini, hampers sering kali menjadi penanda status sosial, baik bagi pemberi maupun penerima.
Pemberian hampers mewah atau eksklusif dapat menjadi cara untuk menunjukkan status atau kekayaan.
Sementara itu, penerima hampers dapat menganggapnya sebagai pengakuan atas kedudukan sosial dalam masyarakat.
“Sekarang hampers dimaknai sebagai status sosial. Semakin tinggi nilai hampers yang diberi atau diterima, bisa menjadi penanda tingginya status sosial,” tutur Moordiati, dikutip dari situs resmi Unair, Kamis (4/4/2024).
Hampers tidak hanya menjadi simbol kedermawanan dan rasa terima kasih, tetapi juga mencerminkan dinamika kompleks struktur sosial dan budaya masyarakat.
Praktik memberikan dan menerima hampers telah menjadi bagian dari ritual sosial dan perayaan, yang tidak hanya melibatkan pertukaran materi, tetapi juga melibatkan permainan status dan pengakuan dalam dinamika sosial yang lebih luas.