Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Betapa nelangsanya hidup di bawah kekuasaan negara lain

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Hari Raya Iduladha yang diperingati setiap tanggal 10 Zulhijah merupakan momen untuk meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Perayaan Iduladha di Indonesia ternyata juga sarat makna perjuangan.

Zaman Kolonialisme

Momen Iduladha pada zaman kolonialisme Belanda pernah jadi kisah pilu bagi masyarakat Indonesia.

Saat itu, orang yang hendak kurban dikenai pajak oleh pemerintah Hindia Belanda.

Mengutip Instagram @tuban_bercerita, besaran pajak pemotongan hewan saat itu jumlahnya bervariatif, berkisar dari 0,5 gulden hingga 2 gulden.

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Bahkan, di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), orang yang enggan membayar pajak mendapat ancaman hewan kurbannya akan dirampas pihak kolonial.

Penolakan

Menindaklanjuti kebijakan semena-mena pihak kolonial, masyarakat di beberapa tempat melakukan protes agar pajak hewan kurban ditiadakan. Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), perkumpulan ormas Islam saat itu turut menentangnya.

Suara penolakan ini muncul saat kongres pertama yang dihelat pada 26 Februari - 1 Maret 1938 di Surabaya.

Selain itu, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banjarmasin juga turut mengirimkan surat kepada kepala voor Inlandsche Zaken (KUA masa Hindia-Belanda) agar pajak hewan kurban ditiadakan.

Surat tersebut dibalas oleh kepala voor Inlandsche Zaken pada 29 April 1938 dengan nomor 590/E/7. Isinya membebaskan pajak bagi hewan kurban yang disembelih.

Meski demikian, penyembelihan hewan kurban harus dilengkapi surat keterangan dari Bestuur (birokrasi pelaksana).

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Perwakilan dari Bestuur juga harus hadir saat proses penyembelihan hewan kurban. Tujuannya untuk memastikan hewan yang disembelih memang untuk kepentingan ibadah kurban.

Perjuangan NU

Upaya menentang pembayaran pajak hewan kurban pada masa kolonial Belanda merupakan buah perjuangan banyak pihak, salah satunya Nahdlatul Ulama (NU). Sejak saat itu, keberadaan NU sudah diperhitungkan, termasuk oleh pihak kolonial.

Mengutip situs NU Online, berikut pemberitahuan NU di majalah Berita Nahdlatoel Oelama:

Harap menjdjadi perhatian Oentuk kepentingan cabang NU khususnya dan untuk umat Islam di Indonesia pada umumnya, yang berhubungan dengan penyembelihan chewan-chewan, yang akan digunakan untuk hari Idul Qurban maka kita turunkan di sini surat, yang telah kita terima dari Adviseur voor Inlandsche Zaken berkenaan dengan soal tersebut di atas.

Berikut surat balasan dari pemerintah Hindia Belanda yang mengabulkan upaya NU agar pemotongan hewan kurban di waktu itu tidak dikenakan pajak.

Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah

Berhubung dengan permohonan bebasnja beja sembelih (slachtbelasting) jg oleh pemerintah telah didjawab dengan soeratnja tg. 18 Januari ’38 Nr 145/A, maka bersama ini saja perma’lumkan kepada Hoofdb. NO, bahwa dengan besluit pemerentah tg. 14 boelan April ini (Nr (Staatsblad 174) telah ditetapkan, bahwa oentoek menjembelih chewan goena qoerban pada hari Idil Qoerban, dibebaskan dari pembajaran (slachtbelasting) Oentoek dapat kebebasan beja itoe, lebih doeloe haroes diminta seboeah soerat keterang Bestuur itoe soerat keterangan bolehnja diberikan, kalau soedah terang bahwa itoe chewan akan disembelih boeat qoerban pada hari Idil Qoerban, dan dagingnja tidak akan diberikan kepada orang lain dengan pembajaran, dengan apa joega.

Soerat keterangan terseboet sebeloemnja chewan itoe disembelih, haroes dipasrahkan kepada seseorang, jg diwadjibkan oleh Bestuur berhadlir pada waktoenja menjembelih (memotong).Lain tidak ma’loem djoega adanja.

Salam dan hormat

(wg.) G F. Pyper
(Adviseur voor Inlandsche Zaken)


Nyaris Satu Abad Melawan Kolonial, Begini Kisah Keluarga Suropati yang Berujung Tragis di Tangan Belanda
Nyaris Satu Abad Melawan Kolonial, Begini Kisah Keluarga Suropati yang Berujung Tragis di Tangan Belanda

Pihak kolonial enggan membiarkan keturunan Suropati hidup tenang

Baca Selengkapnya
Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang
Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang

Sosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.

Baca Selengkapnya
Menyusuri Kampung Kapitan, Tempat Tinggal Etnis Tionghoa Pertama Masa Kolonial di Palembang
Menyusuri Kampung Kapitan, Tempat Tinggal Etnis Tionghoa Pertama Masa Kolonial di Palembang

Kawasan yang saat ini menjadi cagar budaya di Palembang dulunya sebuah lingkungan tempat tinggal bagi warga Tionghoa era kolonial Belanda.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Kilas Balik Perkebunan Karet di Aceh Timur, Komoditas yang Tak Kalah Berharga dari Rempah-Rempah
Kilas Balik Perkebunan Karet di Aceh Timur, Komoditas yang Tak Kalah Berharga dari Rempah-Rempah

Perkembangan komoditas karet di wilayah Aceh Timur tak lepas dari peran para pengusaha kolonialisme Belanda.

Baca Selengkapnya
Berbeda dari Bangsawan Lain, Begini Kisah Keluarga Suropati Menolak Tunduk pada Kolonial Belanda
Berbeda dari Bangsawan Lain, Begini Kisah Keluarga Suropati Menolak Tunduk pada Kolonial Belanda

Suropati jadi incaran pihak kolonial Belanda setelah terbunuhnya seorang opsir VOC

Baca Selengkapnya
Menelusuri Kota Mati “Alas Roban”, Saksi Bisu Kejayaan Industri Era Hindia Belanda
Menelusuri Kota Mati “Alas Roban”, Saksi Bisu Kejayaan Industri Era Hindia Belanda

Setiap tahunnya, warga harus memberi tumbal kepala kerbau ke tempat itu

Baca Selengkapnya
Kisah Burung Berpangkat Letnan Paling Berjasa Bagi Pejuang Indonesia Sampai Tewas Ditembak di Hadapan Komandan
Kisah Burung Berpangkat Letnan Paling Berjasa Bagi Pejuang Indonesia Sampai Tewas Ditembak di Hadapan Komandan

Bukan hanya manusia, ini sosok binatang paling berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Siapa yang dimaksud?

Baca Selengkapnya
Profil M.H. Manullang, Sosok Pejuang Melawan Kolonial di Tanah Batak yang Terlupakan
Profil M.H. Manullang, Sosok Pejuang Melawan Kolonial di Tanah Batak yang Terlupakan

Sosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan.

Baca Selengkapnya
Sosok Pong Tiku, Pemimpin Asal Bugis yang Melawan Kolonial Belanda Terlama di Sulawesi Selatan
Sosok Pong Tiku, Pemimpin Asal Bugis yang Melawan Kolonial Belanda Terlama di Sulawesi Selatan

Putra penguasa Pangala ini memimpin masyarakat di Tanah Toraja untuk melawan kolonial Belanda dalam rentang waktu yang cukup lama.

Baca Selengkapnya