Menilik Sejarah Perang Belasting, Perlawanan Masyarakat Pribumi dalam Penerapan Pajak oleh Belanda di Sumbar
Pemberlakuan sistem pajak oleh kolonial Belanda kala itu membuat rakyat pribumi murka dan memberontak sehingga menimbulkan konflik panjang.
Pemberlakuan sistem pajak oleh kolonial Belanda kala itu membuat rakyat pribumi murka dan memberontak sehingga menimbulkan konflik panjang.
Menilik Sejarah Perang Belasting, Perlawanan Masyarakat Pribumi dalam Penerapan Pajak oleh Belanda di Sumbar
Praktik kolonial Belanda dalam dunia perdagangan rempah dikenal dengan istilah monopoli, sedangkan perihal hasil bumi mereka menerapkan sistem paksa. Lebih dari itu, Belanda juga memberlakukan pajak langsung kepada kaum pribumi.
Belasting atau dalam bahasa Indonesia yang berarti Pajak ini diberlakukan oleh pihak Belanda sebagai pengganti sistem tanam paksa kopi yang berada di bumi Minangkabau. Namun nyatanya, pemberlakuan pajak tersebut dinilai sudah menyimpang dari perjanjian.
(Foto: Wikipedia)
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Bagaimana pajak di masa kolonial? Pemerintah kolonial kemudian mulai membidik pajak tanam paksa yang dipelopori oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch.
-
Mengapa Suku Basemah melawan penjajah Belanda? Selain itu, Suku Basemah dan sekitarnya juga sempat melawan penjajah Belanda yang berlangsung selama puluhan tahun.
-
Kapan Suku Basemah melawan penjajah Belanda? Hal ini menjadi perlawanan terpanjang dalam sejarah perjuangan di Sumatera Selatan pada abad ke-19.
-
Bagaimana Belanda mengontrol masyarakat Minangkabau? Tanpa diketahui pasti dampak dari pembentukan jabatan oleh pemerintah kolonial, tetapi Tuanku Lareh ini dibentuk untuk mengontrol masyarakat Minangkabau.
-
Apa saja objek pajak di masa lampau? Jenis Pajak Lain Setidaknya ada sekitar 15 objek yang dikenakan pajak di Jawa saat itu. Mulai dari pegadaian, pembuatan garam, ikan, minuman keras, judi, hingga pertunjukan wayang.
Mengutip kebudayaan.kemdikbud.go.id, jauh sebelum adanya Belasting, Belanda sudah menandatangani perjanjian dengan rakyat Minangkabau dalam 'Plakat Panjang' yang disebutkan jika Belanda tidak akan menarik pajak sepersenpun kepada rakyat.
Namun, Belanda sepertinya lupa akan perjanjian tersebut. Belasting justru menjadi momok terjadinya konflik antara Belanda dengan rakyat Minangkabau yang dilandasi dengan nilai-nilai adat dan agama.
Terjadinya Peperangan
Pemberlakuan pajak atau Belasting ini akhirnya memicu terjadinya peperangan yang kemudian disebut dengan 'Perang Belasting' yang bermula di daerah Kamang. Namun, dampaknya pun langsung menyebar ke berbagai wilayah seperti Manggopoh dan Lintau Buo.
Perang Belasting yang berlangsung di Kamang ini kemudian disebut juga dengan peristiwa Perang Kamang yang terjadi sekira tahun 1908. Saat itu rakyat setempat melawan penerapan pajak yang diberlakukan oleh Belanda.
Sama halnya di wilayah Manggopoh, mereka turut melakukan perlawanan atas berlakunya sistem Belasting ini. Kemudian muncul seorang perempuan berani yang memimpin perlawanan terhadap Belanda, yaitu Siti Manggopoh bersama 16 temannya.
Di tangan Siti, puluhan serdadu Belanda berhasil dilumpuhkan bersama pasukannya. Kemudian nama Siti sekarang dikenang sebagai salah satu tokoh pejuang yang tidak kenal takut dalam membela Tanah Air.
Protes Petani
Mengutip berbagai sumber, perang ini diawali dengan gerakan protes petani kepada pemerintah Hindia Belanda atas pajak tanah termasuk pajak atas hewan ternak yang menjadi beban. Alhasil, masyarakat yang merasa keberatan enggan membayar pajak kepada Belanda.
Pada 15 Juni 1908 menjadi puncak dari kemurkaan rakyat. Mereka pun melakukan perang senjata dengan Belanda yang dipimpin oleh Syekh H. Abdul Manan.
Belanda juga tidak tinggal diam, di samping banyak serdadunya yang sudah gugur mereka pun akhirnya bereaksi keras dengan mengirimkan marsose atau marechaussee ke daerah konflik yang menimbulkan korban jiwa dari pihak rakyat maupun kolonial.
Kompleks Makam
Peristiwa Perang Belasting ini menjadi salah satu goresan sejarah yang cukup pilu dan tragis. Konflik ini banyak menelan korban jiwa baik itu dari pihak rakyat maupun kolonial.
Meski demikian, kita harus selalu mengingat sejarah dimanapun dan kapanpun. Untuk mengenang perang ini, terdapat sebuah makam yang diresmikan oleh A.H. Nasution pada tahun 1963. Makam ini terdapat 71 jenazah akibat Perang Kamang.
Mengutip kebudayaan.kemdikbud.go.id, di sini juga tempat peristirahatan terakhir para pejuang-pejuang tersohor seperti M. Saleh, Dt. Rajo Panghulu, Dt. Tan Basa, Dt. S. Marajo, Siapo Kayo Labiah, Datuak Palindih, Daud Bujang Ibrahim, Malin Manangah, Malin Mancayo, Mangkuto, St. Majo Nan Gadang.
Masjid Manggopoh
Perang Manggopoh yang dipimpin oleh Siti Manggopoh tak lepas dari peran masjid yang kemudian diberi nama Masjid Siti Manggopoh. Bangunan ini menjadi saksi bisu persiapan perang melawan Belanda terhadap pemberlakuan pajak.
Selain itu, di masjid ini pula Siti bersama para gerilyawan lainnya mengatur strategi sebelum terjun ke medan perang. Tepat di depan kompleks masjid terdapat kompleks makam para pejuang yang gugur pada Perang Manggopoh.