Adu kuat di Lapangan Abadi Blok Masela
Ada dua pandangan terkait pengelolaan Blok Masela, melalui kilang di darat atau kilang terapung di atas laut.
Menjelang akhir tahun lalu, ladang gas terbesar di laut Arafuru, sebelah selatan Pulau Tanimbar, Maluku itu menjadi perdebatan. Ladang gas itu memang sudah lama menjadi seksi ketika ditemukan cadangan gas dalam jumlah besar. Banyak yang mengincar blok dengan cadangan gas abadi ini.
Polemik soal ladang gas terbesar ini memang sudah berjalan begitu lama. Namun pada 2015 lalu, polemik itu kembali mencuat. Adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, orang pertama kali bersuara. Dia bersuara keras soal teknologi untuk pengelolaan Blok Masela. Rizal ingin Kementerian ESDM mengkaji ulang teknologi bakal dipakai mengelola Blok Masela.
Menurut dia, pengembangan Blok Masela lebih baik menggunakan skema kilang di darat (onshore) dengan membangun jaringan pipa sepanjang 600 kilometer. Pipa tersebut bakal mengaliri gas dari Blok Masela ke Kepulauan Aru di Maluku.
"Jadi dari lokasi ditemukannya gas, kami bangun pipa ke Aru," ujar Rizal Ramli di kantornya 21 September tahun lalu. Menurut dia jika Blok Masela di kelola melalui kilang di darat sangat bermanfaat untuk pengembangan wilayah Kepulauan Aru. "Manfaatnya, akan terjadi pengembangan wilayah pulau Aru," katanya.
Selain Rizal Ramli, Menteri Politik Hukum dan HAM, Luhut Binsar Panjaitan juga mengatakan hal sama. Luhut berpendapat jika pengelolaan Blok Masela melalui kilang di darat tentu sangat menguntungkan bagi Indonesia. Rencana itu pun telah disampaikan Luhut kepada Presiden Joko Widodo.
"Saya pernah membicarakannya dengan Presiden untuk sesegera memutuskan peluang investasi yang bila dikelola bakal memberikan konstribusi strategis bagi Indonesia, termasuk Maluku secara umum," kata Luhut seperti dikutip dari antara.
Penyataan dua menteri itu memang bukan tanpa alasan. Menurut keduanya pengelolaan di darat lebih mudah diawasi ketimbang di tengah laut. Luhut pun merujuk keuntungan di dapat negara dengan pengelolaan Blok Masela di darat mencapai USD 25 miliar Amerika Serikat.
Di lain sisi, Menteri ESDM Sudirman Said punya pendapat berbeda. Sudirman begitu dia dikenal tetap menginginkan jika pengelolaan Blok Masela menggunakan pembangunan kilang di laut (offshore). Dia pun menjelaskan alasannya. Menurut Sudirman, alasan itu telah diperkuat dengan hasil rekomendasi kajian Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
SKK Migas memang telah menyetujui proposal revisi plan of development (PoD) Blok Masela pada 10 September tahun lalu dengan menunjuk Inpex sebagai operator. PoD itu berisi rencana penambahan kapasitas kilang gas cair terapung (FLNG), dari semula 2,5 juta metrik ton per tahun (mtpa) menjadi 7,5 juta mtpa. Nilai investasinya diperkirakan dua kali lipat dari estimasi awal atau sekitar USD 14,8 miliar.
Buntut suara keras Rizal Ramli, Kementerian ESDM akhirnya menggandeng konsultan independen untuk membuat kajian memutuskan proyek Blok Masela. Tujuannya tak lain untuk mendapatkan keputusan terbaik rencana pengembangan (PoD) I diajukan Inpex di Blok Masela. Kementerian ESDM menunjuk konsultan independen Poten and Partner untuk mengkaji pengembangan Blok Masela. Setelah sempat molor pada Oktober lalu, akhirnya kajian itu pun keluar. Hasilnya Konsultan Poten and Partners menilai skema terbaik pengembangan Blok Masela adalah FLNG.
Kajian itu pun dibawa ke dalam rapat terbatas pada Desember lalu oleh Presiden Joko Widodo. Dalam rapat terbatas itu, Presiden mengundang delapan menteri terkait. Di antaranya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki.
Selain itu, dalam rapat itu juga hadir, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Menteri Perindustrian Saleh Husin, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto juga hadir. Namun hingga kini hasil belum ada keputusan teknologi bakal digunakan untuk pengelolaan Blok Masela. Menteri ESDM Sudirman Said saat dikonfirmasi dari hari Senin lalu belum merespon soal hasil keputusan ini. Pertanyaan dikirim melalui layanan WhatsApp tidak direspon. Sementara Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas digelar 29 Desember tahun lalu menekankan jika pengembangan Blok Masela harus mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.