Bosan tonton pemilik kerap beriklan
Orang malas menonton stasiun televisi kerap menayangkan kampanye pemilik.
Masa kampanye partai di media menggunakan frekuensi publik bila merujuk aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum dimulai. Tetapi masyarakat hampir saban hari disuguhkan berita dan iklan calon presiden dan partai demi meningkatkan popularitas dan elektabilitas.
Di tahun politik ini, KPI menegaskan akan memantau kampanye partai di televisi dan radio, terutama program non-iklan, seperti berita, bincang-bincang, atau teks berjalan. Pengawasan dilakukan KPI mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Berdasarkan aturan itu, program non-iklan lembaga penyiaran tidak boleh untuk berkampanye.
Wakil Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Ishadi S.K. meminta penonton tidak usah takut jika ada kandidat presiden pemilik stasiun televisi menggunakan medianya buat berkampanye. "Bangsa Indonesia semakin cerdas. Kalau ada dua, tiga, atau empat stasiun didominasi, mereka masih ada stasiun lainnya, " katanya.
Dia mencontohkan kemenangan Barack Hussein Obama pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun lalu. Keberhasilan politikus Partai Demokrat ini bukan didukung stasiun televisi. Hal serupa dialami oleh Joko Widodo yang tidak terlalu banyak beriklan di televisi.
Menurut dia, saat ini media sosial dan Internet jauh lebih berpengaruh ketimbang televisi.
"Jokowi siapa sih, tidak pernah muncul di tv nasional tapi dia bisa menang melawan Fauzi Bowo memasang iklan luar biasa di televisi," ujarnya.
Ishadi mengakui stasiun televisi harus berpihak kepada masyarakat. Kalau tidak, akan ditinggalkan oleh penonton. Dia yakin makin sering sebuah stasiun menyiarkan partai tertentu, kian banyak orang tidak menonton stasiun itu dan tidak ada iklan. "Saya sih tidak khawatir misalnya Surya Paloh satu jam di Metro TV. Kita sih senang saja sebagai kompetitor karena tidak ada yang nonton."
Ketua Dewan Pimpinan Serikat Perusahaan Pers Amir Efendi Siregar mengingatkan perusahaan televisi untuk mengedepankan semangat keberagaman isi dan pemilik. "Jangan sampai alasan kebebasan untuk menguasai frekuensi," dia menegaskan.