Dokter Terawan Vs IDI, Inovasi Berujung Pemecatan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya mengambil tindakan tegas. Dokter Terawan diberhentikan dari keanggotaan. Banyak yang membela Terawan dan menyalahkan IDI.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya mengambil tindakan tegas. Dokter Terawan diberhentikan dari keanggotaan. Mantan menteri kesehatan itu dilarang berpraktik lagi. Banyak yang membela Terawan dan menyalahkan IDI.
Tidak ada nama Terawan Agus Putranto di papan daftar dokter spesialis yang bertugas di Rumah Sakit Tentara (RST) Slamet Riyadi, Solo. Padahal, Terawan tercatat berpraktik di rumah sakit milik TNI AD itu sebagai dokter spesialis radiologi.
-
Apa saja layanan medis yang dilayani oleh Dokter Terawan? "Prof Terawan Hanya melayani Tindakan Digital Substraction Angiography (DSA), dan Immunotherapy Nusantara," kata Okta.
-
Kapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) resmi terbentuk? Tepat pada 24 Oktober 1950, IDI secara resmi mendapatkan legalitas hukum di depan notaris.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Di mana Dokter Lo dirawat? Ia membenarkan jika dokter Lo Siauw Ging MARS saat ini sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit Kasih Ibu (RSKI) Solo.
-
Apa profesi Putra Dokter Boyke, Dhitya Dian Nugraha? Mengikuti jejak sang ayah, Dhitya merupakan alumnus Universitas Indonesia. Namun, perjalanan akademisnya tidak berhenti di sana. Ia melanjutkan pendidikannya di luar negeri, tepatnya di Universiteit Leiden, Belanda, dari tahun 2017 hingga 2020 dengan mengambil jurusan psikologi.
-
Kapan dokter Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
Saat merdeka.com mendatangi RST Slamet Riyadi, Solo, Rabu 30 Maret lalu, hanya ada dua nama dokter spesialis radiologi yang bertugas yakni dokter Eko Tjahjo B,SP.Rad dan dokter GO Linda S, Sp.KFR. Beberapa staf rumah sakit yang dikonfirmasi enggan memberikan keterangan apakah dokter Terawan masih praktik atau tidak.
©2022 Merdeka.com/arie sunaryo
Nama dokter Terawan kembali menjadi perbincangan setelah Muktamar ke-31 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Banda Aceh pada 22-25 Maret 2022 memutuskan memberhentikan secara permanen mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu dari keanggotaan IDI. Konsekuensinya, Terawan tidak bisa berpraktik lagi.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat IDI periode 2018-2021, Pukovisa Prawiroharjo mengatakan, pemberhentian Terawan berdasarkan hasil sidang khusus muktamar. "Yang memutuskan adalah sidang khusus Muktamar, bukan MKEK. Karena MKEK dan PB IDI saat itu sudah demisioner," jelasnya melalui pesan singkat, Sabtu (26/3) lalu.
Pemberhentian Terawan dari keanggotan IDI merujuk pada surat tim khusus MKEK Nomor 0312/PP/MKEK/03/2022. Ada tiga hal yang ditetapkan dalam surat itu. Pertama, meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Prof Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K), sebagai anggota IDI. Kedua, pemberhentian Terawan dilaksanakan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja. Ketiga, ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni 25 Maret 2022.
Menanggapi keputusan IDI tersebut, Komandan Korem 074/Warastratama Kolonel Inf Achiruddin mengatakan, RST Slamet Riyadi, Solo masih menggunakan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau terapi cuci otak (brain washing) yang dikembangkan Terawan.
Terapi DSA di RST Slamet Riyadi tidak hanya dijalankan oleh dokter Terawan sejak pertama kali layanan itu diresmikan pada Agustus 2021. Achiruddin juga menyebut, dokter Terawan memang jarang berpraktik di RST Slamet Riyadi. Tugasnya selama ini melakukan supervisi.
"Tetap berjalan (terapi DSA). Jadi gini, DSA itu kan yang mengoperasionalkan tidak hanya dokter Terawan. Ini ada hubungan pribadi antara urusan personal dokter Terawan dengan IDI. Kalau terkait dengan RST dengan dokter Terawan tidak ada masalah," ujarnya saat berada di rumah dinas Wali Kota Solo, Lodji Gandrung, Solo, Selasa (29/3) lalu.
Achiruddin menambahkan, selama ini metode DSA tetap dijalankan untuk kepentingan prajurit beserta keluarga. "Kita mengacunya kepada perintah pimpinan komando atas. Selama dari pimpinan angkatan darat masih memperbolehkan, enggak ada masalah," tukasnya.
Cuci Otak hingga Vaksin Nusantara
Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena terkejut saat bertemu dokter Terawan, Jumat dua pekan lalu. Saat itu, Melki sedang menemani istrinya yang baru selesai menjalani operasi di RSPAD Gatot Subroto.
"Pak Terawan mengatakan bahwa sudah dipecat oleh MKEK IDI di muktamar," kata politikus Golkar itu saat dihubungi merdeka.com, 1 April lalu.
Sebagai pimpinan Komisi yang membidangi kesehatan, Melki tak ingin konflik IDI dengan dokter Terawan dampaknya merugikan masyarakat. Sebab, selama ini banyak testimoni pasien yang merasakan manfaat dari terapi DSA Terawan untuk mencegah stroke. Melki pun langsung menelepon Ketua Umum PB IDI dr Adib Khumaidi yang baru resmi dikukuhkan dalam muktamar.
"Saya minta agar dr Adib bisa juga mencari solusi yang lebih baik sehingga intinya antara Pak Terawan dan IDI ini kan satu kesatuan sebenarnya. Tidak boleh berbenturan," kata Melki.
Lebih jauh, Melki berharap, inovasi-inovasi dokter Terawan bisa terus dikembangkan. Metode DSA Terawan harus didorong untuk dikembangkan di Tanah Air sebagai bagian dari sumbangsih membangun kemandirian dan juga kedaulatan kita di bidang kesehatan.
"Jadi mesti sinergi satu sama lain dan mesti rendah hati dialog dan mencari titik temu untuk kepentingan bangsa dan negara. Semuanya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan," kata Melki.
Saat keputusan pemecatan permanen terhadap Terawan mengemuka, beredar surat Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) yang ditujukan kepada Ketua Umum IDI pada tanggal 8 Februari 2022. Ketua MKEK saat itu, Pukovisa Prawiroharjo melaporkan beberapa alasan mengapa MKEK merekomendasikan pemecatan Terawan berdasarkan hasil rapat dengan Dewan Etik Perhimpunan 29-30 Januari 2022.
Terkait terapi DSA, MKEK menganggap Terawan tidak memiliki itikad baik setelah diberikan sanksi terkait metode cuci otak pada 2018 silam. Terawan tidak pernah memberikan memberikan bukti telah menjalankan sanksi etik selama periode 2018-2002.
Pelanggaran berikutnya adalah, Terawan mempromosikan Vaksin Nusantara secara luas meskipun penelitiannya belum selesai. Alasan berikutnya adalah langkah Terawan membentuk Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) yang dianggap MKEK tidak sesuai prosedur yang benar.
MKEK bahkan menemukan surat edaran PDSRKI yang menginstruksikan agar anggota organisasi baru ini tidak menghadiri acara IDI.
Namun saat rapat dengan Komisi IX DPR, Senin (4/4), Ketua Umum PB IDI dr Adib Khumaidi mengklarifikasi pertanyaan sejumlah anggota DPR. Dia menegaskan, pemecatan Terawan tidak terkait dengan vaksin Nusantara. Sejak awal IDI tidak terlibat dalam proses pembuatan vaksin.
"Hal yang terkait dengan kasus beliau Pak TAP ini tidak ada kaitannya dengan Vaksin Nusantara. Jadi tadi kalau dikaitkan ada konspirasi, saya berani menjamin kami dari Ikatan Dokter Indonesia tidak terlibat di dalam proses-proses yang berkaitan dengan vaksin," kata Adib.
"Secara profesi dan organisasi kita tidak terlibat dan memang tidak ada kaitannya dengan Vaksin Nusantara terhadap pengambilan keputusan (pemecatan Terawan) kemarin," tegasnya.
Dalam rapat itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mencurigai pemberhentian Terawan salah satunya karena terkait vaksin Nusantara seperti yang tercantum dalam surat rekomendasi MKEK yang beredar.
"Kalau bilang tadi bukan karena vaksin Nusantara ini di suratnya (pemberhentian Terawan) ada vaksin Nusantara kok ini, di dalam suratnya termaktub kok itu bagian c kalau enggak salah, bagaimana ceritanya ini," ujar Saleh.
Tudingan lebih jauh dilontarkan anggota Komisi IX dari Fraksi NasDem Irma Chaniago yang mencurigai IDI main mata dengan korporasi farmasi.
"Terkait vaksin Nusantara, lah kok malah IDI tidak mendukung produksi vaksin Indonesia yang dibuat anak bangsa Indonesia. Ini ada apa IDI dengan korporasi kesehatan dunia. Ini akan menjadi pertanyaan, saya terus terang curiga, ini ada apa IDI dengan korporasi farmasi ini," ujarnya.
Menjawab tudingan itu, Adib Khumaidi menyesalkan pemecatan Terawan telah menimbulkan kegaduhan publik. IDI akan menginvestigasi viralnya video keputusan pemecatan Terawan beredar di media sosial.
"Ranah etik ini adalah personal, kami sangat menyayangkan viralnya video karena kami tidak menghendaki hal itu. Mungkin nanti secara internal kami akan melakukan sebuah proses investigasi terkait hal ini," ucap Adib.
Menurutnya, proses dalam Muktamar bersifat internal. Adib menyesalkan pemecatan Terawan sudah kadung viral ke publik.
"Kita tidak juga bisa menghindari karena sebenarnya proses-proses sidang di Muktamar, ada sidang pleno, khusus komisi sebenarnya semua sifatnya internal, tidak ada sifatnya luas dan ini yang kami sayangkan kemudian ada hal-hal yang jadi viral dan itu jadi kegaduhan," tandas Adib.
IDI dan Terawan Diminta Berkomunikasi
Gaduh pemecatan dokter Terawan kali ini sebenarnya merupakan pengulangan dari peristiwa sebelumnya pada 2018. Terawan mendapat sanksi pemberhentian sementara selama satu tahun. Komunikasi IDI dan Terawan selama ini dinilai kurang harmonis.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Melkiades Emanuel Laka Lena berharap, inovasi di bidang kesehatan seharusnya mendapat dukungan bukan diberi sanksi seperti yang dialami Terawan.
Soal terapi DSA atau cuci otak yang dinilai tidak memenuhi kaidah keilmuan, Melki mengingatkan, seharusnya IDI memberikan arahan dan mengaturnya. "Kalau memang tidak bisa berdua (berkomunikasi) mungkin bisa melibatkan pihak lain agar komunikasi bisa terjalin untuk menjelaskan hal ini," ujarnya kepada merdeka.com.
Faktanya, lanjut Melki, DSA sendiri telah memberikan manfaat terhadap ribuan pasien di berbagai rumah sakit. "Jadi artinya sudah digunakan, dibuktikan, dan dirasakan manfaatnya," ujarnya.
"Tentu hal-hal semacam ini harus betul-betul kita apresiasi dan jangan sampai justru malah dipakai menjadi alasan untuk memecat Pak Terawan karena faktor-faktor yang masih bisa dikomunikasikan antara MKEK IDI dan dokter Terawan," imbuhnya.
DPR, kata Melki, melihat perseteruan IDI dengan dokter Terawan ini karena IDI sebagai organisasi terlalu superpower, superbody, dengan kewenangannya yang besar sehingga kemudian justru malah tidak sejalan dengan pembenahan yang sedang dilakukan pemerintah di aspek kesehatan.
"Arahan pimpinan DPR ini akan kami kaji di Komisi IX dan di Baleg bagaimana usulan untuk menyempurnakan UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran ini bisa kita lakukan dalam rangka menyempurnakan kondisi pelayanan kesehatan di tanah air termasuk peran dari organisasi profesi. Dalam hal ini peran dari Ikatan Dokter Indonesia," pungkasnya.
(mdk/bal)