Jejak peluru dan benteng Belanda di Cakung
"Dari tahun 1930-an bangunan itu sudah ada," kata Subur membuka perbincangan.
Gedung itu masih berdiri kokoh di tengah permukiman padat penduduk Kampung Petukangan, Kelurahan Rawaterate, Cakung, Jakarta Timur. Beberapa bagian gedung itu kini sudah mulai banyak yang hilang. Ironisnya, sembilan benteng sekaligus gudang peluru peninggalan Belanda itu kini justru dibiarkan telantar.
Dari sembilan bangunan, tiga bangunan diantaranya kini ditempati oleh warga pendatang yang rata-rata merupakan pengasong.
Adalah Benteng Gudang Peluru Cakung. Bangunan bersejarah, saksi bisu perang Indonesia melawan penjajah Belanda sebelum kemerdekaan. Benteng itu dulunya digunakan Belanda sebagai gudang peluru buat membombardir seluruh wilayah Indonesia yang mulai bergejolak melawan penjajahan.
Subur, 55 tahun, salah seorang warga asli Rawa Terate mengatakan jika saat mendiang ayahnya lahir, bangunan itu sudah berdiri. Menurut cerita ayahnya, bangunan itu dulunya bernama Ammonitie Opslagplaaps atau gudang amunisi tentara Belanda.
"Dari tahun 1930-an bangunan itu sudah ada," kata Subur membuka perbincangan dengan merdeka.com di kediamannya, Kampung Petukangan, Cakung, Jakarta Timur kemarin.
Namun sejak 1945 saat perjuangan kemerdekaan, gudang itu beralih tangan lantaran berhasil direbut oleh pejuang. Semua amunisi dan senjata yang dimiliki oleh Belanda di dalam gedung itu direbut sebagai modal melakukan perlawanan.
Pada 1968, Subur masih mengingat masa itu. Dulu waktu dia kecil, gudang peluru itu masih aktif digunakan dan ditunggu oleh tentara. Bahkan sisa-sisa peluru Belanda itu masih sering ditemukan Subur bersama teman-temannya dalam kondisi masih aktif.
Sebagian warga juga ada yang mengkoleksi hasil temuan peluru sisa tentara Belanda itu. "Dulu tahun 1968 masih digunakan sebagai gudang," ujarnya.
Menurut Subur, selain sebagai gudang peluru, Belanda juga membuat Bunker yang menghubungkan ke wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Bunker itu digunakan Belanda sebagai jalur untuk membawa amunisi dari Pelabuhan Tanjung Priok dan juga menyuplai ke seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau gak salah ada bunkernya ini sampai ke Tanjung Priok. Jadi kalau perang dulu amunisinya dikirim lewat bunker," tuturnya.
Namun sekitar tahun 1980-an, seluruh amunisi dan senjata bekas Belanda itu dipindahkan ke Markas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut di Cilandak, Jakarta Selatan. Sejak saat itu juga, gedung bersejarah ini sudah tak lagi terurus. "Kali yang tadinya luas bersih sudah mulai surut karena limbah pabrik. Semuanya sudah enggak sebagus dulu lagi," ujarnya.
Kini bangunan tua bekas penjajah kolonial itu masih berdiri di lahan sengketa seluas 25 hektare tak jauh dari pabrik baja. Konon, menurut cerita yang berkembang oleh warga, masih ada beberapa benteng yang masih terkubur dalam tanah yang dikelilingi pohon-pohon.
"Pernah mau digusur, sampai sudah pengen dirubuhin pakai alat berat enggak bisa. Bangunannya emang kuat banget. Semennya yang dipakai beda. Orang Belanda emang hebat dah kalau bangun-bangun beginian," ujar Subur.