LPPOM MUI: Pro Kontra Logo Halal yang Baru Wajar
Kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang mengurus proses sertifikasi halal telah beralih kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang mengurus proses sertifikasi halal telah beralih kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Logo halal yang baru tidak lagi mencantumkan MUI.
Undang-Undang 34/2014 tentang Jaminan Produk Halal menetapkan proses sertifikasi halal dijalankan oleh BPJPH. MUI dilibatkan dalam membuat keputusan atau fatwa terhadap makanan atau produk yang sedang diuji.
-
Sertifikat halal itu apa sih? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Siapa yang mengeluarkan sertifikat halal? Sertifikat halal merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
-
Apa saja manfaat sertifikat halal? Sertifikat halal memiliki beberapa fungsi penting, terutama dalam konteks konsumen Muslim dan industri makanan serta produk lainnya.
-
Gimana cara mendapatkan sertifikat halal? Secara umum, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk memperoleh sertifikasi halal, yaitu, self declare dan metode reguler.
-
Bagaimana cara mendaftarkan sertifikat halal? Setelah beberapa syarat di atas lengkap, berikut langkah atau cara daftar sertifikat halal: 1. Langkah pertama, ajukan permohonan sertifikat secara daring di laman ptsp.halal.go.id.
-
Siapa yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal? Sertifikat ini memberikan jaminan bahwa suatu produk telah memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh otoritas terkait, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua Dewan Pengawas Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI Sholahuddin Al Aiyub menjelaskan, lembaganya kini tidak menjadi satu-satunya lembaga pemeriksa halal (LPH).
"Ada LPH lain selain LPPOM. Dan juga dari sisi administrasi bukan lagi di MUI tapi di kementerian Agama," kata Sholahuddin saat diwawancarai merdeka.com, Kamis (17/3) lalu.
Berikut wawancara lengkap wartawan merdeka.com, Wilfridus Setu Embu dengan Sholahuddin Al Aiyub:
Pandangan MUI soal pergantian logo halal dan perubahan prosedur yang kini ditangani BPJPH?
Jadi sesuai dengan amanat undang-undang, proses sertifikasi halal dijalankan oleh 3 pihak. Pertama BPJPH yang bertanggung jawab dalam aspek administratif pendaftaran dan penerbitan sertifikat halal. Kedua adalah LPH (lembaga pemeriksa halal) yang merupakan para scientist. Pekerjaannya adalah melakukan pemeriksaan terhadap bahan dan proses produksi sebuah produk.
Komisi Fatwa MUI yang bertugas menetapkan dari sisi kesyariahan apakah produk ini halal atau tidak. Jadi tiga pihak itu ditunjuk oleh UU untuk menjalankan proses sertifikasi halal.
Setelah ditangani BPJPH, infrastruktur LPPOM MUI seperti apa?
Sebenarnya apa yang ada di MUI masih tetap berjalan seperti semula. Baik itu di LPPOM sebagai lembaga pemeriksa halal ataupun dari Komisi Fatwa. Tapi yang berbeda kemudian sekarang LPPOM bukan satu-satunya LPH. Ada LPH lain selain LPPOM, yaitu melibatkan LPH lain. Dan juga dari sisi administrasi bukan lagi di MUI tapi di kementerian Agama supaya sertifikat halalnya lebih kuat karena diterbitkan oleh lembaga negara, lembaga pemerintah.
Jadi dari sisi itu memang tidak ada kewenangan dari MUI yang berubah. Penetapan fatwa tetap di MUI, kemudian LPPOM MUI juga masih bisa bekerja tapi memang LPH-nya ada LPH lain selain LPPOM MUI. Karena itu aturan UU bunyinya begitu.
Bagaimana MUI melihat pro kontra soal logo halal yang baru?
Kalau dari sisi materi logo itu pasti ada perbedaan pendapat itu wajar. Sudut pandangnya. Ada yang setuju ada yang tidak itu kan memang wajar ada seperti itu. Ada yang mementingkan fungsinya. Maksudnya ketika logo halal itu juga harusnya bisa memberikan pesan kepada yang melihat bahwa ini halal. Ada juga yang mementingkan estetikanya. Itu tergantung sudut pandangnya.
Yang kedua ada aspek komunikasi. Komunikasi publik ini yang kemungkinan kurang pas begitu sehingga menimbulkan kegaduhan. Di kita dari MUI menyarankan agar BPJPH komunikasi publiknya diubah dan berkoordinasi dengan para stakeholder yang selama ini menjalankan proses sertifikasi halal. Supaya keputusan yang dibuat oleh BPJPH terkait logo ini bisa dipahami dan diterima oleh publik secara luas.
Apakah MUI dilibatkan dalam pemilihan logo halal yang baru?
Untuk logo baru ini tidak.
Sejauh ini di MUI sudah berapa produk yang sudah mendapatkan sertifikat halal?
Kalau jenis-jenisnya sudah lengkap. Ada kelompok makanan, kelompok minuman, kelompok kosmetik, kelompok obat-obatan juga ada, kelompok bahan gunaan juga ada. Jumlahnya memang kita belum mempunyai data yang valid terkait dengan itu, tapi tidak lebih dari 10 persen yang sudah sertifikasi halal itu (dari total produk yang seharusnya bersertifikat halal).
(mdk/bal)