Masa pensiun SBY tidak nyaman
Harus capek-capek mengurus Partai Demokrat, SBY masih jadi sasaran kritik menteri Jokowi.
Sungguh tidak enak jadi Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Menjadi presiden selama sepuluh tahun dengan prestasi gemilang, masih saja tak dihargai pemerintah sekarang. Padahal dunia internasional mengacungkan jempol atas pertumbuhan ekonomi tinggi dan kestabilan politik yang diciptakannya.
Tak hanya pemerintah, sebagian masyarakat juga memandangnya sebelah mata. Hanya jajaran Partai Demokrat yang terus membelanya. Para mantan menteri pun hanya tampak kompak ketika dipanggil ke Cikeas, tapi tidak peduli dengan wacana buruk tentang pemerintahan masa lalu yang berkembang di media.
Terakhir, SBY harus bersibuk-sibuk mengklarifikasi tudingan Menteri EDSM Sudirman Said tentang Petral, anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura.
Menurut Sudirman, Petral merupakan sarang mafia minyak. Selama bertahun-tahun, perusahaan itu telah mencuri uang Pertamina, menyedot triliunan rupiah dana subsidi BBM dari APBN, tentu tentu saja merugikan rakyat banyak akibat tingginya harga minyak yang harus dibeli masyarakat.
Meski demikian, kata Sudirman, hal itu dibiarkan saja sepanjang SBY berkuasa. Bahkan SBY melindungi. Rencana pembubaran Petral mentok. "Dulu Pak Dahlan mau bubarkan Petral, tapi ada kekuatan besar. Yang ada Pak Dahlan bilang, tiga kali dipanggil SBY," ujar Faisal Basri, mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Minggu (17/5).
Tentu SBY geram disebut melindungi mafia minyak. Seperti biasa, tokoh ini tidak bisa menahan amarahnya. "Saya amat terkejut dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyerang dan mendiskreditkan saya, ketika menjadi Presiden dulu," kata SBY dalam akun akun twiternya, Senin (18/5) malam.
SBY mengklaim, selam menjadi presiden, tidak ada menteri yang mengusulkan pembubaran Petral. “Kalau ada pasti sudah saya tanggapi secara serius," tegasnya. Untuk meyakinkan bahwa hal itu benar-benar tidak ada, SBY sempat mengklarifikasi ke mantan Wakil Presiden Boediono dan lima mantan menteri terkait.
Seperti politisi yang sedang berantem dengan politisi lain, SBY menilai pemberitaan yang menyebut pembubaran Petral berhenti di mejanya adalah fitnah dan masuk dalam pencemaran nama baik. "Mungkin tidak mudah menghadapi yang tengah berkuasa sekarang ini. Tetapi, kebenaran adalah "power" yang masih saya miliki," tegasnya.
Benarkah SBY tidak pernah mendapatkan usulan dari anak buahnya untuk membubarkan Petral? Mungkin surat resmi dari menteri atau dari direktur Pertamina tidak pernah tersampaikan. Namun pengakuan Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu, menunjukkan kebenaran dari pernyataan Sudirman Said dan Faisal Basri.
Berikut ini adalah kutipan artikel Dahlan Iskan yang termuat di berbagai media pada Senin 12 Mei 2012: … Dalam pertemuan menjelang tengah malam itu diundang juga Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Karen melaporkan sudah siap melakukan pembelian langsung, tanpa perantara lagi. Tentu diperlukan persiapan-persiapan yang matang. Tidak bisa, misalnya seperti yang diinginkan beberapa pihak, besok pagi Petral langsung dibubarkan. Pasokan BBM bisa terganggu. Bisa kacau-balau …
Yang perlu digarisbawahi dari kutipan tulisan Dahlan Iskan itu adalah pernyataan Dirut Pertamina Karen Agustiawan, bahwa Pertamina siap melakukan pembelian langsung minyak impor, bukan melalui Petral. Pertamina juga sudah menyiapkan diri agar pembelian langsung nanti benar-benar berjalan matang.
Pembicaraan soal rencana pembubaran Petral saat itu juga menjadi diskusi terbuka. Nyaris tidak ada pihak yang berkeberatan dengan gagasan tersebut. Namun hari berjalan, bulan berlalu, dan tahun berganti, Petral tetap jaya. Tuduhan bahwa perusahaan itu melindungi mafia minyak pun hanya sebatas tuduhan. Bisnis is usual.
Saya tak bermaksud ikut-ikutan menuduh SBY melindungi mafia minyak. Sebab saya paham, jika tidak ada tekad kuat bawahan untuk menyampaikan gagasan, pimpinan juga merasa tidak perlu mengambil tindakan. Ketiadaan tekad itu tercermin dari pengakuan SBY, tidak ada surat resmi permintaan. Artinya, kalau sekadar omong-omong, tanpa dokumen, ya dianggap tidak serius.
Yang saya prihatinkan adalah sungguh nasib tidak baik SBY – untuk tidak menyebut malang – pada masa pensiunnya. Sudah harus bercapek-capek memimpin Partai Demokrat agar tidak dilanda perpecahan, masih saja direcoki berbagai kritik dan tuduhan dari para menteri Jokowi.
Jangan-jangan, seperti yang disuarakan para politisi Partai Demokrat, kritik dan tuduhan para menteri Jokowi kepada pemerintahan SBY sesungguhnya hanya untuk menutupi kelemahan sendiri. Ibarat pepatah, gajah di pelupuk mata tak kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan. Padahal sebaik-baiknya sikap pada orang tua atau pensiunan adalah mikul duwur mendem jero, mengenang yang baik saja.