Menteri Agama Fachrul Razi: Agama Tidak Menyulitkan Umatnya
Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan imbauan. Salat Idul Fitri tahun ini, lebih baik dilakukan di rumah. Sama sekali tidak mengurangi pahala. Karena sejatinya Agama hadir bukan untuk menyulitkan umatnya.
Ramadan dan Lebaran tahun ini berbeda. Kita menjalani ibadah puasa dan bersiap menyambut Lebaran, di tengah suasana Pandemi Corona. Ibadah dijalankan, kesehatan tetap diutamakan.
Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan imbauan. Salat Idul Fitri tahun ini, lebih baik dilakukan di rumah. Sama sekali tidak mengurangi pahala. Karena sejatinya Agama hadir bukan untuk menyulitkan umatnya.
-
Siapa yang memimpin aksi demo petani Kendeng saat pandemi COVID-19? Aksi demo petani Kendeng kembali dilakukan saat pandemi COVID-19. Kala itu mereka menolak aktivitas penambangan yang dianggap berpotensi merusak lingkungan.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
-
Kenapa hidung bengkak saat flu? Virus merusak sel-sel hidung, menyebabkan peradangan dan respons tubuh yang dapat menyebabkan pembengkakan.
-
Kapan Flu Singapura paling menular? Virus ini sangat menular, terutama pada tujuh hari pertama setelah gejala muncul, dan bisa tetap berada dalam tubuh pengidap selama beberapa hari atau minggu setelah gejala mereda.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Apa yang dirasakan Vincent Raditya saat mengalami flu Singapura? Vincent Raditya menyatakan bahwa pada tahap awal, ia mengalami demam tinggi selama tiga hari. Ia merasakan tubuhnya lemas dan berat, serta mengalami nyeri pada leher.
Kami berbincang banyak hal dengan Menteri Agama Fachrul Razi. Mengenai cara memaknai Ramadan dan Idul Fitri di tengah Pandemi. Berikut petikan wawancara khusus jurnalis merdeka.com Lia Harahap dengan Menteri Agama Fachrul Razi.
Ini Ramadan pertama kita di tengah pandemi corona. Anda melihat situasi Ramadan tahun ini seperti apa dibanding tahun sebelumnya?
Jelas berbeda ya. Karena mau tidak mau kita harus mengantisipasi adanya Covid-19, tapi kita usahakan membalance supaya ibadah tetap jalan, tetap menghasilkan pahala yang lebih baik dibandingkan dari bulan-bulan lain. Tapi kita juga tidak terkena wabah Covid-19.
Untuk itu memang pemerintah sudah menganjurkan banyak hal. Satu misalnya tidak usah berjemaah di masjid, baik melaksanakan salat harian maupun salat tarawih. Kemudian tidak mudik, tidak melakukan ziarah kubur dan lain sebagainya. Dan itu memang kita imbau supaya yang utamanya supaya kita terhindar dari Covid-19.
Saya kira kalau ngomong pahalanya ya jelas kita paham pahalanya lebih tinggi kalau kita jamaah di masjid misalnya. Itikaf di masjid dan lain sebagainya. Tapi karena ada wabah penyakit ya kita pakai akal sehat kita lah.
Dan agama kebetulan tidak memberatkan. Lalu ada pilihan, contoh saja puasa wajib memang tapi bagi yang sakit, bagi yang dalam perjalanan kan ada pengecualian. Apalagi bagi yang tidak mampu sama sekali, yang sudah renta. Jadi kita gunakan akal sehat, jangan sampai keinginan untuk mengambil manfaat sebanyak-banyaknya tapi justru mudarat yang didapat untuk kita maupun orang lain yang ada di sekitar kita.
Imbauan sudah sering disampaikan pemerintah tapi faktanya masih ada yang menjalankan ibadah berjemaah, mungkin karena pemahaman dan keyakinan berbeda. Bagaimana cara meyakinkan mereka?
Memang berat juga ya. Apalagi kalau ngomong kaitannya sama agama lagi tapi kami mencoba mengimbau berulang-ulang. Kemudian aparat keamanan juga turun tangan. Kepala daerah turun tangan dan kami punya ujung tombak sampai di lapangan sampai minta kepada penyuluh agama. Mereka juga turun tangan mengimbau. Ya kembali lagi seperti yang Mbak katakan ya ada juga yang tidak mau patuh karena mereka punya keyakinan yang lain.
Bukan jelek keyakinannya sih, keyakinannya baik juga. Mungkin menurut kami kurang mempertimbangkan tentang masalah risiko yang dia hadapi dengan adanya Covid-19 ini.
Jadi alasannya karena ingin memperoleh pahala atau merasa daerahnya belum terjangkit Covid-19?
Itu tadi yang Mbak bilang betul semua. Ada yang alasannya satu ingin mengambil nilai ibadah yang lebih tinggi dengan berjamaah. Berjamaahkan pahalanya lebih baik, lebih tinggi. Berjamaah jauh lebih baik dan sebaiknya. Ada juga yang mempunyai keyakinan bahwa di kampung kami belum ada yang kena, jadi kenapa mesti takut. Misalnya ada yang bilang begitu. Ada juga yang agak bandel-bandel gitu ya.
Itulah manusia. Tidak mungkin kita memaksakan orang untuk melakukan hal seperti itu sama seperti kita. Yang bisa kita lakukan ya utama mengimbau dan memberikan penjelasan-penjelasan dan kemudian kita juga mencoba menangkalnya di lapangan.
Misalnya pada saat mereka mau ke masjid sudah ditunggu di depan masjid diberikan penjelasan Janganlah, mungkin bapak-bapak sehat, orang lain mungkin kurang sehat. Bapak-bapak kelihatannya sehat mungkin sebetulnya kurang sehat, nanti bisa menularkan ke yang lain. Kalau menularkan ke yang lain nanti kita yang berdosa. Kalau mudaratnya lebih banyak ya janganlah.
Tapi kembali lagi upaya kita yang paling maksimal adalah mengimbau. Kalau dibandingkan persentasenya yang taat dengan yang tidak taat sangat jauh. Banyak yang taat.
Ada data jumlah rumah ibadah yang sudah patuh dengan imbauan pemerintah?
Secara nasional tidak ada. Tapi saat sidang kabinet beberapa gubernur menyampaikan memang bervariasi sekali. Dan setiap saat berbeda. Jadi sulit menentukan.
Biasanya warga yang sulit mematuhi imbauan itu mereka yang tinggal di perkampungan atau di perkotaan?
Kalau di kampung lebih banyak motivasinya kepada satu hal. Tempat kami belum ada kok. Itu lebih banyak motivasinya ke sana. Yang merasa belum tersentuh Covid-19. Jadi kenapa kita mesti takut sekali. Kalau kita salat di masjid pahalanya lebih tinggi. Nah itu selalu yang memotivasi kalau di kampung, tidak ada yang lain.
Kemenag melibatkan penyuluhan di kampung untuk memberi imbauan?
Kalau tingkat atas kita koordinasi dengan MUI, dengan tokoh-tokoh ormas Islam, NU, Muhammadiyah dan sebagainya. Kalau di ujung tombak kita koordinasi dengan kiai-kiai kampung, ormas-ormas setempat, MUI setempat. Seperti yang saya katakan tadi kami punya ujung tombak sampai tingkat penyuluh agama.
Jadi kalau dibilang yang paling utama dirangkul kiai kampung, ya itu. Penyuluh agama itu yang turun tangan merangkul kiai kampung, ustaz-ustaz di kampung. Kalau ustaz-ustaz kampung ini selain juga pendekatan agamanya ada juga pendekatan pribadinya. Karena biasa setiap hari ketemu, setiap hari ajar ngaji pasti insya Allah wibawanya lebih tinggi.
Salat Idul Fitri
Tinggal hitungan hari kita menyambut Idul Fitri. Ada imbauan agar masyarakat tidak salat Id di lapangan?
Itu kami tetap mengimbau apalagi salat Id pengumpulan masa yang jauh lebih banyak di lapangan lagi ya. Kalau di masjid tidak terlalu begitu banyak. Ya kami mengimbau salat Id kali ini di rumah saja. Satu, hukumnya sunah, tidak dilakukan tidak berdosa. Tapi karena sunahnya sunah muakkad artinya yang dianjurkan. Dan Rasulullah kebetulan juga tidak pernah meninggalkan salat Id. Baiknya kita lakukan salat Id di rumah saja.
Di rumah, caranya juga mudah. Bisa dengan salat. Ya kembali, ini pendapat banyak ulama bisa dilakukan salat sunah dua rakaat seperti biasa. Bisa juga salat sunah dua rakaat seperti gaya salat Idul Fitri ada 7 takbir pada rakaat pertama, ada 5 takbir pada rakaat kedua. Bisa juga kemudian seperti Idul Fitri murni ada khotbah.
Jadi banyak pilihan karena agama tidak menyusahkan. Tapi memang karena ini sunnah yang saya katakan tadi ditinggalkan tidak berdosa. Tapi kalau kita ingin mencontohi Rasulullah, Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat Id. Malah memerintahkan wanita, termasuk remaja untuk salat Id maka memang sebaiknya kita salat Id di rumah bersama keluarga inti dengan pola tadi bisa dengan salat sunah biasa, bisa dengan seperti salat Id sesungguhnya, bisa juga ditambah khotbah seperti salat Id sesungguhnya.
Artinya dengan pemaparan tadi, pilihan salat Id tadi, tidak ada yang menyulitkan?
Tidak menyulitkan dan gampang.
Tidak mengurangi pahala sedikit pun?
Tidak mengurangi pahala. Malah itu termasuk sunah yang dianjurkan pahalanya tambah.
Sudah diimbau juga ke penyuluh di daerah-daerah supaya tidak salah berjamaah nanti?
Kita langsung teruskan ke bawah, sampai ke ujung tombak kita supaya langsung turun tangan. Ada yang masih kelihatan-kelihatan persiapan untuk salat Id di lapangan, kita datangi. Karena kalau salat Id di lapangan paling tidak satu hari sebelumnya ada persiapan pembuatan pembatasan. Arah kiblat dan lain-lain. Kan kita bisa lihat.
Kita bilang jangan lah, harus seperti ini. Apalagi memang kelihatannya naik turunnya tentang wabah ini juga masih belum bisa diprediksi fluktuasinya.
Jadi betul-betul kita waspadalah. Jangan sampai kita anggap enteng mengatakan 'Ah sudah kok sudah selesai'. Tidak, belum selesai. Kita perlu waspadai, kalau tidak waspadai dia langsung meningkat.
Karena kita tidak tahu orang-orang yang dekat sama kita apakah dia membawa virus atau tidak?
Betul. Tanpa gejala juga ada.
Untuk silaturahmi, maaf-maafan jabat tangan tidak boleh juga?
Ya kalau dalam rumah tangga, keluarga inti tentu seperti biasa lah. Tapi kalau dengan teman-teman lain di luar itu harus lewat media sosial yang kita punya atau HP. Itu memang harus kita lakukan.
Tapi kalau ngomong maaf memang itu kebiasaan kita sih ya. Sebetulnya dalam Islam mengatakan maaf itu mestinya dilakukan seketika tidak tunggu satu tahun. Dalam situasi seperti ini tetap lah maaf-maafan, silaturahmi kita lakukan saja melalui media sosial.
Apalagi sekarang kan semua sudah punya HP, paling tidak kalau tidak punya HP, di sampingnya punya HP bisa pinjam. Mudah-mudahan berjalan dengan baik, pahala tidak berkurang, kita bisa menikmati kehadiran Idul Fitri ini dengan baik.
Pandemi Covid-19 tidak boleh mengganggu kebahagiaan kita merayakan kembalinya kita kepada fitrah kita. Kita sudah menang melawan godaan selama puasa, kita lipatgandakan pahala kita selama puasa dan memohon ampunan selama puasa itu tidak boleh terganggu dengan adanya pandemi ini.
Yang diubah hanya caranya?
Ya semangatnya, orangnya tidak boleh terganggu. Kita punya anak-anak banyak, kalau saya punya cucu tetap kita berikan semangat. Kita semangat karena kita memang melawan godaan. Kalian batal puasa? Tidak kek. Alhamdulillah.
Kemarin pernyataan bapak sempat ramai soal pelonggaran ibadah, sebenarnya kita sudah bisa beribadah normal?
Ya memang itu mengemuka karena pada saat kemarin dulu ya raker dengan Komisi 8 DPR RI. Beberapa anggota dewan menanyakan, mengusulkan supaya ada relaksasi di rumah ibadah. Saya katakan ide itu baik.
Satu, kita bisa meningkatkan ibadah pahala kita. Kemudian kedua silaturahmi bertambah luas. Kemudian juga secara massif kita bisa memohon kepada Tuhan untuk mencabut wabah ini. Asal dilakukan dengan batas-batas yang sangat jelas. Sebagai contoh, hanya ada di zona hijau, kemudian bahwa harus jaga jarak, menggunakan masker, cuci tangan, tidak salaman, tidak cipika cipiki dan sebagainya. Tapi tentu itu kita sesuaikan dengan bagaimana situasi Covid-19 saat ini.
Sehingga saya katakan nanti saya lihat perkembangan, nanti saya akan coba ajukan kepada bapak Presiden. Jadi saya punya niat menyarankan itu kepada bapak Presiden akhirnya tidak jadi. Itu bukan untuk sekarang tapi untuk pemikiran sewaktu-waktu.
Sebagai Menteri Agama kan saya juga mempunyai kewajiban bagaimana dipikir sama-sama lah lebih baik kita melakukan relaksasi di rumah ibadah ini. Tapi begitu melihat data seperti itu saya tidak jadi.
Belum disampaikan ke Presiden?
Masa data melonjak gitu tinggi dari 233 jadi 484, ini Menteri Agama malah relaksasi rumah ibadah. Kan tidak elok. Saya mungkin selama Idul Fitri ini kita tunjukkan lah bagaimana pengamanan diri kita, pengamanan keluarga. Mudah-mudahan nanti selesai Idul Fitri jauh lebih membaik lagi kita mencoba sarankan relaksasi ini ya.
Kalau saya condong menggunakan revitalisasi ya. Kalau relaksasi yang kita maksudkan konsep kita itu sebetulnya tidak ada yang mengendorkan aturan-aturannya. Seperti yang saya katakan tadi, jaga jarak tetap, kita bolehnya di zona hijau, tetap cuci tangan, tetap juga kalau sakit tidak boleh ikut, dan sebagainya.
Jadi tidak ada relaksasi sedikit pun. Jadi saya menamakan itu revitalisasi rumah ibadah. Supaya rumah ibadah direvitalisasi lagi, tapi ya tidak bisa gegabah meskipun beberapa anggota dewan mendorong tetap kita pertimbangkan dengan matang. Dan saya kira saat ini belum waktunya lah.
Jadi tolong sama-sama kita coba di Idul Fitri nanti kita melakukannya dengan lebih baik. Mungkin setelah sekian lama Idul Fitri suasana lebih enak dan kita bisa katakan ajukan kepada bapak Presiden yang saya sebut revitalisasi rumah ibadah itu.
Apalagi seperti kasus di Tambora ya?
Ya betul. Jadi sudahlah. Tapi kembali lagi, niat itu baik. Bagaimana meningkatkan pahala kita, membuat lebih massif doa kita kepada Tuhan. Begitu juga agama lain pasti melakukan hal sama, tapi bagus itu kalau tidak serta merta dilakukan. Bagi kami tentu saja laporkan ke Presiden dulu tapi tentu melihat situasi kemarin saya mau mengajukan tapi tidak sampai hati.
Presiden juga bilang jelas soal pelonggaran harus hati-hati?
Betul. Memang beliau memikirkan beberapa kelonggaran terutama untuk membuat ekonomi jalan, jangan sampai ekonomi mandek. Kalau mandek semua kita susah.
Bagaimana untuk zakat?
Zakat aman, kalau ASN dipotong kebanyakan langsung. Badan Amil Zakat juga banyak membantu dalam kaitan dengan Covid-19.
Berarti tidak ada dampak penurunan zakat karena pandemi Covid-19?
Ya kalau situasi memang seperti itu. Kalau akal sehat kita mengatakan ada penurunan, ada. Tapi tidak begitu signifikan. Karena ada yang tadinya orang membayar zakat mungkin pada saat situasi sekarang pendapatannya berkurang sehingga zakatnya kecil.