Q&A: Penghapusan Ganja dari Daftar Zat Paling Berbahaya
Komisi PBB bidang Obat-Obatan Narkotik (CND) melakukan pemungutan suara sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari daftar yang mengkategorikannya sebagai obat paling berbahaya.
Legalisasi ganja cukup lama menjadi kontroversi. Sebagian besar negara di dunia menetapkan ganja atau mariyuana terlarang dan dikategorikan sebagai narkotika. Tapi ada juga negara yang mengkategorikan ganja sebagai tanaman obat.
Khusus di Indonesia, Undang-Undang melarang ganja karena termasuk jenis narkotika golongan satu. Hal itu didasarkan pada Konvensi Tunggal Obat-Obatan Narkotik 1961 yang ditandatangani bersama oleh negara-negara di dunia.
-
Apa yang telah dilakukan UN Commission on Narcotic Drugs (CND) terkait ganja? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Kapan ganja dan resin ganja direklasifikasi? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Dimana kue ganja tersebut ditemukan? Dari hasil kerja sama tersebut ditemukan ganja yang dicampur dengan kue seberat 278,2 gram dari Kota Medan, Sumatera Utara.
-
Bagaimana proses penghapusan ganja dari daftar obat terlarang? CND telah mempertimbangkan rekomendasi WHO sejak tahun 2018 dan menyetujui pemungutan suara secara langsung di Wina pada bulan Desember 2020.
-
Siapa yang memutuskan untuk menghapus ganja dari daftar obat terlarang? Ke-53 Negara Anggota CND, badan pembuat kebijakan narkoba utama PBB, memilih untuk menghapuskan ganja dari Daftar tersebut.
-
Mengapa ganja dan resin ganja direklasifikasi? CND melakukan pemungutan suara berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Ahli Ketergantungan Narkoba (ECDD) ke-41 WHO, yang menyarankan agar ganja dan resin ganja harus direklasifikasi dari daftar saat ini bersama dengan heroin, analog fentanil, dan opioid lain yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Namun pada Rabu pekan lalu, Komisi PBB bidang Obat-Obatan Narkotik (CND) melakukan pemungutan suara sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari daftar yang mengkategorikannya sebagai obat paling berbahaya.
Mengapa PBB menghapus ganja dari daftar zat berbahaya?
CND menyetujui rekomendasi WHO menghapus ganja dan getah atau resin ganja dari klasifikasi Daftar IV di bawah Konvensi Tunggal Obat-Obatan Narkotik 1961, di mana ganja dan turunannya dimasukkan dalam satu kategori dengan heroin dan candu atau opium.
Zat yang diklasifikasikan sebagai Daftar IV adalah bagian dari obat Daftar I. Artinya bahan ini tidak hanya dianggap 'sangat adiktif dan sangat rentan disalahgunakan' tapi juga dilabeli 'sangat berbahaya dan nilai medis atau penyembuhannya sangat terbatas'.
Pemungutan suara pada Rabu memutuskan ganja dan resin ganja tidak lagi diklasifikasikan sebagai zat paling berbahaya dan diakui memiliki manfaat medis. Tapi mereka tetap tunduk pada batasan di bawah kategori Daftar I.
Komisi ini mengumpulkan 27 suara yang sepakat dan 25 suara tidak setuju saat berlangsung pemungutan suara. Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, dan Afrika Selatan termasuk di antara perwakilan yang mendukung, sementara negara-negara termasuk Brasil, China, Rusia, dan Pakistan menolak.
Anggota juga menolak empat rekomendasi lain dari WHO tentang ganja dan turunannya, yang termasuk menghilangkan ekstrak dan larutan ganja dari status Daftar I dan mengklasifikasikan komponen psikoaktif ganja, tetrahidrocannabinol, atau THC.
Apa yang dimaksud dengan ganja?
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), ganja atau mariyuana adalah daun dan bunga kering tanaman ganja. Ganja mengandung senyawa yang dapat mengubah atau mengalihkan pikiran (misalnya, psikoaktif) seperti tetrahydrocannabinol, atau THC, serta senyawa aktif lainnya seperti cannabidiol, atau CBD, yang tidak mengalihkan atau mengubah pikiran.
Bagaimana ganja digunakan?
Ada banyak cara orang menggunakan ganja, dan setiap cara memberikan dampak berbeda pada penggunanya. Dikutip dari laman CDC AS, Senin (7/12), ganja bisa digulung dan diisap seperti rokok.
Ganja juga diisap menggunakan pipa. Kadang-kadang orang mencampurnya dalam makanan atau memakannya langsung atau menyeduhnya sebagai teh. Mengisap minyak, sari, dan ekstrak dari tanaman ganja mengalami peningkatan. Orang yang mempraktikkan hal ini menyebutnya 'dabbing' atau 'coba-coba'.
Apakah ganja bisa jadi obat atau bermanfaat untuk kesehatan?
CDC dalam situs resminya menjelaskan, tanaman ganja mengandung bahan kimia yang dapat membantu mengatasi gejala beberapa masalah kesehatan. Namun menurut CDC, tidak ada cukup penelitian untuk menunjukkan seluruh tanaman berfungsi untuk mengobati atau menyembuhkan. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) belum mengakui atau menyetujui tanaman ganja sebagai obat.
Dua obat telah dibuat sebagai pil dari bahan kimia dari tanaman ganja seperti THC. Obat ini dapat mengobati mual pada menderita kanker dan membangkitkan nafsu makan pada penderita AIDS.
Bahan kimia ganja lain yang sedang dipelajari oleh para ilmuwan, disebut cannabidiol (CBD), tidak membuat mabuk karena bekerja di berbagai bagian sistem saraf dibandingkan THC. Menurut para ilmuwan, CBD dapat membantu anak-anak yang sering kejang, yang tidak dapat dikontrol dengan obat lain. Beberapa penelitian mulai memperhatikan apakah bahan ini cukup membantu.
Dikutip dari MedicineNet, ganja obat atau medical marijuana digunakan untuk mengatasi rasa sakit, mual, otot kejang, kecemasan, autisme, epilepsi, epilepsi, dan sklerosis.
Ganja obat didefinisikan sebagai penggunaan medis tanaman Cannabis sativa atau Cannabis indica untuk meredakan gejala atau mengobati sejumlah penyakit. Tanaman ganja digunakan sebagai pengobatan selama berabad-abad di seluruh dunia sampai awal 1900-an. Namun fakta terkait ganja obat ini bisa sulit ditemukan karena adanya sejumlah pendapat baik pro dan kontra.
Ada lebih dari 60 penelitian yang telah melalui penelaahan sejawat meneliti manfaat ganja sebagai obat. Sebanyak 68 persen penelitian menemukan manfaat ganja, sementara 8 persen dari penelitian itu tak menemukan manfaat ganja untuk kesehatan. Sementara 23 persen penelitian menyatakan netral.
Banyak penelitian menyatakan ganja yang dijadikan obat ini memiliki risiko kecanduan dan keracunan sangat rendah jika dikonsumsi sesuai rekomendasi.
Ganja medis terbukti efektif dalam mengobati beberapa penyakit seperti Alzheimer, Crohn, multiple sclerosis, epilepsi parah, skizofrenia dan gangguan stres pascatrauma.
Apa dampak buruk konsumsi ganja?
Menurut CDC, karena sering diisap, ganja dapat merusak paru-paru dan sistem kardiovaskular (seperti jantung dan pembuluh darah). Efek ini dan efek merusak lainnya pada otak dan tubuh bisa membuat ganja lebih berbahaya, daripada bermanfaat untuk obat.
CDC merinci ada beberapa dampak buruk konsumsi ganja seperti kecanduan, merusak otak, kanker, sakit kronis, mempengaruhi kesehatan jantung, merusak paru-paru, mempengaruhi kesehatan mental, dan keracunan.
Negara mana saja yang telah melegalisasi penggunaan ganja?
Ada sejumlah negara di dunia yang telah melegalisasi ganja. Pada Oktober 2018, Kanada melegalisasi penuh ganja. Penanam ganja bisa mendapatkan izin dari pemerintah federal, sementara pemerintah provinsi mengatur distribusi dan penjualan ganja.
Malaysia akan mengizinkan warga menanam ganja dengan tujuan medis atau untuk penelitian. Izin itu dapat diperoleh dari Kementerian Kesehatan Malaysia.
Direktur Jenderal Badan Anti-Narkoba Nasional Zulkifli Abdullah mengatakan, ada ruang dalam Undang-Undang Obat-Obatan Berbahaya 1952 untuk penanaman ganja dengan tujuan medis. Namun, ganja baru bisa ditanam setelah mengantongi izin.
Zulkifli menambahkan, penanaman ganja medis juga harus dikontrol dengan ketat sehingga tidak disalahgunakan untuk tujuan lain.
"Ganja dapat dibudidayakan untuk keperluan pengobatan di Malaysia, yang Anda butuhkan adalah mendapatkan izin dari Menteri Kesehatan," kata Zulkifli, seperti dilansir The Coverage, Senin (7/10/2019).
Dia mengatakan, ada ketentuan dalam undang-undang Malaysia yang mengizinkan penanaman ganja asalkan memenuhi beberapa persyaratan atau izin khusus.
Awal tahun ini, Thailand, yang menerapkan sanksi keras terhadap narkoba, menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan penggunaan ganja medis bagi pasien.
Pada 26 November, Senat Meksiko secara besar-besaran memberikan suara untuk melegalkan ganja.
Amerika Serikat belum sepenuhnya melegalkan ganja secara federal, tetapi empat negara bagian lainnya memilih untuk melegalkannya pada pemilu 2020, sehingga totalnya menjadi 15 negara bagian yang telah melegalkan ganja.
Dikutip dari Vox, pada Januari lalu, Kementerian Kesehatan Uganda mengeluarkan pedoman penanaman ganja untuk tujuan medis, menyusul negara-negara Afrika lainnya termasuk Zambia, Lesotho, dan Zimbabwe yang melonggarkan pembatasan penanaman ganja medis.
Saat ini, ganja untuk tujuan medis dalam beberapa bentuk diizinkan di lebih dari 30 negara termasuk: Australia, Kanada, Chili, Kolombia, Siprus, Finlandia, Belanda Yunani, Italia, Israel, Norwegia, Jerman, Selandia Baru, Peru, Polandia, dan Thailand dengan Negara-negara Eropa termasuk yang paling progresif dalam hal penggunaan ganja untuk tujuan pengobatan.
Baca juga:
BNN Beberkan Alasan Indonesia Tetap Larang Penggunaan Ganja
BNN: Ganja Sama Sekali Tidak Dilegalkan
Bareskrim Polri dan Bea Cukai Musnahkan 5 Hektare Ladang Ganja di Sumut
Bareskrim Polri Musnahkan 3 Hektare Ladang Ganja di Pegunungan Torsipira Manuk
BNN: RI Keberatan Ganja Dihapus dari Obat Berbahaya, Pemakai Tetap Dipidana
Polres Empat Lawang Temukan 2 Ladang Ganja di Bukit Barisan