Sampah menumpuk karena banjir dan macet
TPA Bantar Gebang konon tidak kuat lagi menampung setoran sampah dari Jakarta dan sekitarnya.
Siapa sangka banjir dan kemacetan jalan di Jakarta juga berdampak pada penumpukan sampah. Bukan hanya pengendara mobil atau sepeda motor kesal saban macet terjadi, tetapi hampir mayoritas warga dirugikan akibat macet ini. Salah satunya petugas kebersihan di Lokasi Pembuangan Sampah (LPS) sementara di seluruh Kecamatan di Jakarta. Sebab, akibat macet pembuangan sampah menjadi tidak lancar.
“Kalau jalanan sudah macet, penumpukan bisa berhari-hari, pekerjaan seperti tidak selesai-selesai. Sampah di LPS jadi menumpuk, padahal volumenya bertambah terus saban hari,” kata Abdul Hamid dari Bagian Operasional LPS Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, kepada merdeka.com, Senin pekan lalu.
Contohnya, saban hari warga Pancoran membuang 459 meter kubik sampah ke LPS. Sampah-sampah itu kemudian diangkut oleh sepuluh truk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.. Masalahnya, saban hari hanya 350 meter kubik sampah berhasil diangkut. Sisanya baru dibuang hari-hari berikutnya.
Sebenarnya kemampuan membuang sampah bisa ditingkatkan, tetapi persoalannya tidak gampang. Misalnya lokasi TPA jauh di Bekasi, jaraknya empat jam perjalanan. Belum ditambah kemacetan jalan pada jam-jam sibuk. Bila terjadi macet, pembuangan sampah menjadi terhambat. ”Apalagi kalau ditambah banjir. Sampah jadi semakin sulit dibuang,” kata dia.
Masalah lain karena lemahnya kesadaran warga. Hampir seluruh penghuni Ibu Kota ini konsumtif. Terlebih, sampah mereka rata-rata plastik non-organik, jenis sampah sulit diurai. Pagi petugas gerobak mengangkut sampah di depan rumah, siang sudah kembali menumpuk. "Kadang baru saja diangkut, sejam kemudian sudah menumpuk lagi,” ujarnya tersenyum.
Bisa dibayangkan bila kondisi itu terjadi di seluruh wilayah Jakarta. Padahal, saban hari mereka membuang 6.500 ton sampah dan diangkut ke TPA Bantar Gebang. Kapasitas TPA seluas sepuluh hektare itu konon sudah tidak kuat menampung.
Menurut Heru, pengawas kebersihan LPS Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, salah satu cara menangani sampah di Jakarta dengan memberdayakan pengolahan sampah mandiri, misalnya membuat pupuk kompos. Selain mengurangi jumlah sampah organik, juga bisa digunakan sebagai pupuk alternatif.
Namun pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mempunyai pandangan berbeda. Menurut dia, kebersihan bisa diciptakan dengan membangun budaya bersih. "Kota bersih bukan dibangun dari perda (peraturan daerah), tapi kultur itu sendiri, budaya untuk tidak membuang sampah sembarangan dan bukan untuk merusak kotanya," dia menegaskan.