Sekarang olahraga harus seperti lifestyle
Menjadi kebiasaan atau tradisi sehari-hari yang kemudian kita dorong lahirnya olahraga berprestasi.
Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Padahal prestasi atlet negeri ini pada Asian Games 2014 lalu belum memuaskan. Di sisi lain, masalah pembinaan atlet usia dini juga dinilai masih buruk karena banyak faktor. Hal itu diamini Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Oleh sebab itu, menteri yang baru menjabat sekitar tiga bulan itu menjanjikan perubahan-perubahan mendasar untuk olahraga atletik negeri ini.
"Ya, itu semua tidak terlepas dari fungsi kita (kemenpora) lebih ke fungsi koordinasi, fungsi regulasi dan memotivasi. Sesungguhnya fungsi besarnya kan itu. Tapi dalam istilah keuangan itu kita di fungsi pendidikan, pariwisata dan pelayanan umum. Tapi yang lebih fokus itu lebih ke fungsi pendidikan. Karenanya, bicara infrastruktur, penyediaan sarana dan prasarana itu tidak lepas dari koordinasi antara kementerian terkait. Dan kementerian terkait yang saya maksud adalah Kemendikbud atau Dikti," kata Imam, Rabu (13/02).
Bicara penyiapan usia dini, kata dia, maka tidak boleh lepas dari pendidikan. Di pendidikan itu, dia melanjutkan, sesungguhnya harus melakukan kerja sama strategis, dimana Kemenpora akan mengisi kontennya, dengan menyediakan tenaga pelatihan, tenaga keolahragaan, tenaga pendidik yang konsen di situ. Tapi di sisi lain Kementerian Pendidikan dan Dikti menyediakan sarana dan prasarana yang ada termasuk menyediakan infrastruktur pendidikan formal.
Lebih jelasnya, berikut ini wawancara ringan Anwar Khumaini dan Muhammad Taufiq dari merdeka.com dengan Menpora Imam Nahrawi di rumah dinasnya, kawasan Widya Chandra, Rabu malam.
Problem sport di Indonesia adalah pembinaan usia dini dan infrastruktur yang buruk. Apa rencana membenahi?
Bicara penyiapan atlet usia dini, tidak lepas juga penyiapan tenaga pelatih, tenaga guru atau tenaga keolahragaan. Kita punya soal, paling krusial itu di mana penjenjangan sekolah atau pendidikan keolahragaan itu terputus. Dulu masih ada namanya sekolah guru olahraga di level menengah yang hari ini tidak ada lagi. Yang ada langsung di strata satu, itupun bukan divisi khusus tapi hanya di prodi atau fakultas.
Maka itu sangat berpengaruh terhadap ketersediaan atlet-atlet usia dini karena tidak ada semacam pendidikan formal yang memastikan menyiapkan tenaga keolahragaan khusus. Sebetulnya kita masih punya PPLT, ada sekolah pendidikan olahraga. Tapi itu kan belum berdiri secara utuh dan menjadi perhatian sangat serius bagi lembaga Kementerian Pendidikan olahraga kita. Makanya teman-teman kita dorong, kita harus punya pendidikan menengah semacam SGO atau sekolah di luar lapangan.
Kayak di Ragunan, itu kan mestinya bisa dikembangkan lagi?
Ya, tapi itu kan langka. Tinggal di Ragunan dan beberapa tempat lain. Mestinya per kota, per kabupaten, harus punya sekolah kayak Ragunan itu. Bahwa kemudian besarnya nanti di Ragunan atau dulu cita-citanya di Hambalang, itu iya. Tapi fungsi rekrutmen awalnya itu ada di masing-masing kabupaten atau kota.
Jadi seharusnya disebar ke daerah-daerah?
Mestinya begitu. Thailand dulu meniru bagaimana konsep Ragunan itu dikembangkan. Sekarang mereka menjadikan model Ragunan itu berdiri di setiap kabupaten, daerah lah, atau apa itu, distrik atau apa istilah mereka. Nah itu pula yang mempengaruhi penyiapan atlet di usia dini.
-
Siapa yang berkontribusi dalam revitalisasi GBK pada Asian Games 2018? Vita mengatakan, pada ajang perhelatan Asian Games 2018 pihaknya kembali berpatipasi dalam revitalisasi GBK melalui aplikasi produk ThruCrete yang mampu meresapkan air ke dalam tanah di sejumlah area di Kawasan GBK, seperti Taman Krida Loka, jalur pejalan kaki dan lintasan joging.
-
Kapan Indonesia menjadi Juara Umum SEA Games di bawah kepemimpinan Wismoyo Arismunandar? Indonesia pernah jadi raja Asia Tenggara dalam bidang olahraga. Negara maritim ini berhasil jadi Juara Umum SEA Games 1997 di Jakarta. Di balik prestasi ini, ada peran besar sosok Jenderal TNI (Purn.) Wismoyo Arismunandar.
-
Siapa yang memberikan masukan dan motivasi kepada atlet NPC Indonesia selama Asian Para Games 2022 Hangzhou? Apresiasi juga disampaikan Angela kepada Menpora Dito Ariotedjo yang telah memberikan masukan, semangat, serta motivasi kepada seluruh atlet NPC Indonesia. Sehingga mereka mampu menembus batas dan sukses diajang pesta olahraga disabilitas tingkat Asia itu.
-
Mengapa Kemenpora memberikan dukungan penuh terhadap Kontingen Indonesia di Asian Para Games 2022 Hangzhou? “Izinkan kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang telah mendukung Kontingen Indonesia hingga bisa mengukir prestasi yang sangat membanggakan ini,” ujar Cdm Angela. Apresiasi juga disampaikan Angela kepada Menpora Dito Ariotedjo yang telah memberikan masukan, semangat, serta motivasi kepada seluruh atlet NPC Indonesia.
-
Bagaimana cara tim U-18 SKO Kemenpora bermain dalam pertandingan melawan Tampines Rovers FC? Jalannya pertandingan, kedua kesebelasan nampak menampilkan permainan yang saling menyerang dan bertahan dari awal. Aldi Adithya Nugraha Cs terlihat disiplin dan terus menaati instruksi pelatih baik sebelum pertandingan maupun dari pinggir lapangan. Tak banyak peluang gol tercipta dari kedua tim. Skor kacamata bertahan hingga babak pertama berakhir. Di babak selanjutnya, Zico dkk mencoba menusuk jantung pertahanan Tampines Rovers FC, pertahanan yang cukup baik dari lawan nyatanya tak mudah ditembus. Meski demikian, tim SKO Kemenpora terlihat bermain lebih rapi dan disiplin.
-
Apa yang diraih oleh Timnas Indonesia U22 di Sea Games 2023 Kamboja? Timnas Indonesia U22 berhasil membawa pulang emas Sea Games 2023 Kamboja.
Maka, sekarang yang kita dorong adalah bagaimana dinas-dinas pendidikan olahraga di daerah-daerah itu memastikan mendorong setiap organisasi masyarakat atau pihak ke tiga untuk melahirkan atlet usia dini. Di samping kita dari atas mendorong cabang-cabang olahraga untuk melakukan pembinaan, kompetisi, pembinaan, sampai pada penjenjangan sampai mereka masuk ke level elite.
Anak-anak sekolah tidak terbiasa dengan olahraga prestasi yang menghasilkan banyak medali di Olimpiade, sebut saja renang dan atletik, apa yang perlu dibenahi. Pemasalahan olahraga prestasi kita seperti mandeg?
Ya, saya kira ini kan pengaruh dari perubahan mindset, pengaruh dari perubahan kebijakan setiap rezim. Setiap rezim berkuasa itu pasti punya orientasi kebijakan berbeda-beda. Karenanya hari ini kita tarik kembali, menjadi satu pembudayaan olahraga. Yang penting sekarang bagaimana olahraga itu menjadi life style, menjadi kebiasaan atau tradisi sehari-hari yang kemudian kita dorong lahirnya olahraga berprestasi. Tapi kita kan tidak memungkiri itu menjadi pilihan. Orang memilih sepakbola, futsal, sepak takraw, itu kan pilihan sesuai dengan hobi masing-masing.
Tinggal bagaimana pemerintah bersama stakeholder keolahragaan ini memastikan bagaimana masing-masing olahraga itu harus kuat dalam hal pembinaan. Makanya ke depan kita akan mendorong bagaimana setiap ada ivent olahraga itu (sepak bola atau futsal) di sela-sela waktu itu juga harus ada ivent olahraga namanya atletik. Sehingga pembudayaan atletik itu harus diketahui masyarakat, oleh penonton bola. Hari ini atletik tidak terkenal, tidak masyhur, tidak menarik, karena tidak semua orang tahu. Hanya orang tertentu yang hobi lari atau senang dengan atletik. Nah ke depan kita coba di setiap pertandingan itu, di sela-selanya harus ada perlombaan atletik.
China sukses besar soal pembibitan, atau Thailand kalau bicara ASEAN, kenapa tidak belajar dari China, masalahnya apa?
Ada soal krusial, yaitu tentang masa depan. Masa depan pilihan untuk olahraga, atlet kemudian menjadi peraih medali, tidak cukup memberi harapan dan janji. Saya sering bertemu dengan orang-orang yang dulu pernah meraih medali emas di Sea Games, Asean Games, Olimpiade atau kejuaraan dunia. Saya tanya, apakah anak anda sudah disiapkan menjadi peraih medali emas seperti anda? Mereka mengatakan 'tidak, anakku tak siapkan jadi pengusaha'. Itu soal, jadi kita punya tanggung jawab memastikan apakah mereka diperlakukan baik, ada harapan. Yang sudah kami berikan baru tahap pemberian bonus bagi atlet yang berprestasi.
Lalu setelah itu?
Bukan hanya setelah itu, tapi untuk atlet yang kalah bagaimana? Yang sudah memilih menjadi atlet dan olahraga itu sebagai suatu profesi. Mereka tidak punya peluang sama terkait bonus. Belum lagi setelah dapat bonus, bahkan yang mendapat bonus saja berpikir apa yang kita lakukan nanti ke depan. Nah, kemarin kita dorong kepada MenPAN, agar setiap rekrutmen CPNS agar ada prioritas bagi atlet-atlet berprestasi di levelnya masing-masing, baik di level kabupaten, provinsi, nasional maupun internasional. Itu harus ada kekhususan, jadi harus tidak boleh disama ratakan dengan lain. Itu yang pertama.
Kemudian kedua, kaitan ini kita sekarang sedang menyiapkan satu aturan agar atlet olahraga ini punya semacam dana abdi baik itu di kelola pemerintah atau swasta. Sehingga ke depan pasca-menjadi atlet, selain kita dorong jadi PNS, kita juga dorong jadi entrepreneur, kita akan bersama BUMN atau dunia usaha lain, kita magangkan mereka, kita juga ingin memberikan semacam jenjangan hidup. Tapi ini kan tidak bisa dikelola pemerintah, oleh Kemenpora. Karena kalau dikelola Kemenpora pasti kita akan terikat dengan yang namanya regulasi keuangan, regulasi anggaran. Jadi ini harus dibuat sendiri oleh pemerintah dan swasta.
Bentuknya apa, semacam koperasi?
Mungkin saja koperasi, mungkin juga asuransi atau apa, ini sedang digodok oleh tim. Saya sedang membentuk tim melibatkan beberapa kementerian. Selanjutnya keempat, kenapa kemudian tidak maju dan banyak infrastruktur terbengkalai. Karena hari ini kita hanya mengandalkan dana APBN dan APBD, dari swasta hanya belas kasihan saja. Setelah diusut, ini masalahnya dua soal, pertama distrust. Banyak dunia usaha yang dulunya terlibat menjadi bapak asuh tapi belakangan menarik diri karena sudah tidak percaya pada pengelola, atau pelaksana olahraga bahwa bantuannya ini berdaya guna, tepat guna, tepat sasaran, bahkan kata mereka habis di jalan.
Kedua, karena tidak ada regulasi kuat mengatur keterlibatan pasti, dunia usaha dan BUMN, CSR katakanlah. Itu sama sekali tidak menyebut tentang dibolehkannya untuk olahraga. Kemarin kita diskusi dengan BUMN, di kabinet juga, bahwa CSR harus menyebut secara pasti untuk olahraga, selain pendidikan dan sosial.
Selain CSR, apakah punya konsep pendanaan olahraga yang menjadi problem klasik sport di Indonesia? Ini problem yang tidak pernah kelar dari zaman ke zaman.
Yang lain begini. Ini kan terlalu bayak perusahaan nasional bahkan multi-nasional yang ada di kita. Ini nanti akan kita ajak mereka untuk menjadi bapak asli kepada cabang olahraga tertentu, misalnya voli, bulu tangkis, tenis meja dan tinju. Ini harus ada perusahaan atau BUMN yang menangani secara langsung, memastikan secara pembinaannya, infrastrukturnya, kemudian pendampingan mereka pasca-tidak menjadi atlet. Kalau ini terjadi maka saya kira akan memudahkan untuk mengontrol bahwa hasil kerja dunia usaha juga dibutuhkan untuk olahraga. Hari ini belum terjadi seperti itu.
Tapi yang paling mendasar menurut saya masalahnya adalah semangat. Kadang kita ini melihat situasi yang terbatas ini sebagai salah satu hambatan. Padahal kalau kita tarik ke belakang, pada tahun 1942, 1952, 1962, itu dengan segala keterbatasan tapi prestasi kita muncul. Tapi sekarang ini, ya mungkin dunianya sudah seperti sekarang ini, tapi problem paling utama adalah spirit.
Infrastruktur olahraga kita juga problem akut. Hambalang jadi bancakan. Stadion atletik dari dulu cuma stadion Madya di Senayan, sulit cari pelari atau sprinter handal. Apa yang bisa ditawarkan?
Iya kemarin dalam rapat kerja Komisi X itu terkait APBNP sudah mengusulkan angka dan akan kita berikan langsung kepada cabang-cabang olah raga. Dulunya begini, anggaran dari Kemenpora, kemudian diberikan kepada KONI lalu ke cabang olahraga. Nah, ke depan tidak lagi. Anggaran dari Kemenpora langsung ke cabang olahraga, lalu silakan mereka langsung membelanjakan apa yang menjadi kebutuhan mereka, alat, sarana sampai kebutuhan apa saja melibatkan mereka. Kami juga telah membahas atletik ini akan menjadi prioritas kita serius.
Artinya jadi prioritas?
Iya, saya kira ke depan atletik akan menjadi prioritas. Karena itu tadi banyak menyumbangkan medali per orangan dari atletik itu. Cuma tidak bisa dipungkiri juga bahwa sepakbola atau cabang-cabang olahraga beregu itu kan menjadi daya tarik bagi keterlibatan emosional publik. Artinya itu kan juga bisa menggairahkan industri olahraga kita. Hal-hal seperti ini harus seimbang juga, kita fokus kepada cabang olahraga unggulan yang memungkinkan mendapat medali, yang pasti itu, tapi di sisi lain kita juga harus menggairahkan olahraga yang secara anggaran memang besar tapi itu juga menggairahkan orang untuk berolahraga.
Model sentra pembinaan, Lampung dengan angkat besi/berat, Salatiga dengan lari jarak jauh, Bojonegoro dengan panahan, NTB dengan lari sprint terbukti sukses. Ini seharusnya disiram dana besar dan dikembangkan dengan cabang olahraga dan lokasi-lokasi lain yang berbeda?
Ya, untuk anggaran 2016 kita ingin memastikan bahwa setiap daerah itu harus punya olahraga unggulan yang itu nanti ada keterlibatan bapak asuh, keterlibatan APBN itu akan fokus di situ. Lampung katakanlah sebagai sentra angkat besi, ya sudah bagaimana Lampung akan kita jadikan sebagai kabupaten angkat besi, kira-kira begitu. Sehingga yang namanya training pelatnas di situ, training center di situ, sehingga kemudian penyiapan infrastruktur juga di situ, tapi khusus angkat besi. Jaya Pura, sepak bola katakanlah, atau bulu tangkis di Kudus, atau tinju di mana, secara nasional kita nanti harus memotret seperti itu. Meskipun kita tidak bisa memungkiri bahwa nanti pemerintah daerah itu akan memprioritaskan semua cabang olahraga, soalnya ada PON dan sebagainya.
Itu janji lho pak?
Mulai Mei nanti tolong diingatkan, tolong dikawal, mulai Mei nanti kita akan start membahas APBN 2016. Kita akan fokus di situ nanti. Sekarang kita meminta kepada Kadispora untuk memastikan mana saja yang menjadi andalan, satu saja cabang olahraga yang kemudian akan menjadi kebijakan nasional. Karena kalau tidak seperti itu, ya semua daerah pasti akan meminta, semua hal juga. Nah, itu pula yang saya sampaikan kemarin kepada cabang-cabang olahraga agar mulai sekarang memotret, di mana kekuatan cabang olahraga anda, dimana potensi anda di daerah kan harus singkron juga antara kebijakan kita, kebijakan daerah.
Soal tim 9, Anda menilai kerja tim ini sudah baik?
Ya perlu didorong lagi. Saya tidak berharap mereka terjebak pada hal-hal yang tidak perlu. Semua perlu, tapi dalam jangka waktu yang terbatas ini mestinya harus ada pilihan-pilihan yang menjadi prioritas. Kira-kira, apakah mafia bola terjadi, apakah mafia bola ada, apakah mafia bola lebih berpengaruh terhadap pengaturan skor, apakah mafia itu betul-betul mengatur lapangan, mengatur pemain masuk dan lain sebagainya. Sesungguhnya kita ke arah sana, meskipun saya mendengar juga mereka agak sadar bahwa tidak cukup hanya menjadi analisis tim sembilan. Ini harus melibatkan sekian stakeholder yang lain, kepolisian terlibat, imigrasi dan tenaga kerja, sampai hakim pun semestinya tidak hanya hakim garis tapi ada juga hakim pemerintah yang terlibat di situ
Anda yakin TIM 9 ini mampu memenuhi harapan publik?
Saya yakin karena dari sisi integritas mereka tidak bisa kita ragukan.
Apa sudah ada kebijakan penting dibuat Tim 9 ini?
Oh iya. Termasuk salah satunya kemarin mereka merekomendasikan kepada BOPI untuk bertindak keras sesuai dengan aturan. Liga bisa terus berlanjut asal persoalan-persoalan selesai. Cuma, meskipun tegas, di sisi lain kan harus diperhatikan juga aturan-aturan, misalnya regulasi untuk menerbitkan izin dan lain-lain. Makanya kemarin saya dorong agar harus ada rekomendasi yang mengatur apa namanya, perizinan satu atap.
Asian Games 2018 akan menjadi tantangan terbesar. Target 5 besar apakah realistis, ada China, Jepang, Korea, Iran, Thailand, Uzbekistan. Belum lagi negara Arab, Qatar dengan naturalisasi pelari Afrika. Dengan negara Asean, Thailand, Malaysia dan Singapura saja tertinggal 2014 lalu di Busan, apakah 4 tahun yakin cukup?
Targetnya masuk sembilan besar. Kemarin sudah kita bahas di DPR targetnya 9 besar.
Optimis ga, karena kemarin saja kita kalah sama Thailand?
Ya sama seperti cita-cita kita masuk 10 besar di Asean Games itu, kemarin kita bedah. Itu misal kalau 5 besar yang diinginkan, itu berapa yang harus kita siapkan, 10 besar, 17 besar berapa. Nah dari semua itu, angka yang paling rasional itu 9 besar. Nah itu menurut saya adalah motivasi yang saya berikan kepada semua stakeholder agar menyiapkan diri mulai sekarang. Bahwa kita tidak hanya sukses sebagai penyelenggara, tapi juga sukses prestasi. Berarti mulai sekarang harus menyiapkan diri. Karenanya kita memberanikan diri untuk memberikan dorongan anggaran besar yang dananya nanti langsung kita transfer ke cabang-cabang olahraga dan sebagainya.
Saya tak bisa membayangkan bagaimana kesulitan organisasi dengan 3 kota sebagai tuan rumah, bagaimana solusinya?
Masing-masing kan ada panitianya di bawah koordinasi nasional. Sekilas memang seperti ada kesulitan transportasi tempat. Tapi kita harus belajar dari negara-negara lain. Kita akan diskusi dan membahas ini.
Jokowi punya target khusus?
Ya itu, harus ada kekhasan daerah. Masing-masing daerah punya cabang unggulan. Itu salah satu perintah presiden, pelibatan dunia usaha sebagai bapak asuh dan segala macam. Kemudian untuk Asean Games ini, selain sukses sebagai penyelenggaraan tapi prestasinya juga baik.
Apakah anda masih koordinasi dengan Muhaimin?
Harus donk. Beliau kan yang menugaskan saya menjadi menteri kan? Iya lah, harus berkoordinasi karena pasti berkaitan dengan satu usaha dukungan di parlemen, komunikasi dengan parlemen dan sebagainya. Dan itu sah-sah saja di manapun, karena kita juga berangkat dari partai politik, maka harus koordinasi.