Takdir ritel tradisional di era revolusi digital
"faktanya tidak ada negara di dunia ini yang perdagangan elektroniknya melebihi perdagangan offline."
Bernardus Didik Prasetyo menyadari pasar perdagangan digital menyimpan potensi keuntungan yang besar seiring meningkatnya penggunaan internet di Tanah Air. Direktur utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) itu, mengutip International Data Corporation (IDC), menyebut bahwa pasar e-commerce di Indonesia diperkirakan tumbuh 42 persen per tahun. Ini lebih tinggi ketimbang Malaysia (14 persen), Thailand (22 persen), dan Filipina (28 persen).
Ini dinilai menjadi faktor mendorong banyak investor asing mengincar pasar e-commerce Indonesia. Tak ingin tertinggal, Didik pun menyeburkan RNI ke dalam lautan perdagangan di dunia maya. Pertengahan September lalu, perusahaan pelat merah tersebut meluncurkan marketplace bernama pasarprodukbumn.com.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Apa perbedaan utama antara e-commerce dan marketplace? Meskipun keduanya seringkali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
-
Kapan Ririn Ekawati merayakan bisnis barunya? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
-
Apa yang dirayakan Ririn Ekawati dalam acara peluncuran bisnis barunya? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
-
Siapa yang membangun bisnis melalui marketplace? Selain itu, penjual bisa secara independen membangun bisnisnya melalui fasilitas yang ada di platform ini.
RNI tak memanfaatkan pasar online tersebut untuk kepentingan sendiri. BUMN dengan 13 anak usaha itu juga mengajak korporasi pelat merah yang lain untuk memasarkan produknya.
Sedikitnya, sudah terdapat 24 BUMN telah bergabung dalam lapak jualan tersebut. Di antaranya, Indofarma, PTPN VIII, Perhutani. Kemudian, PT PAL, Garuda Indonesia, Citilink, BNI, BRI, dan Bank Mandiri.
"Peluang ini menarik. Maka dari itu di tengah tren positif pasar online dan kecenderungan penggunaan internet meningkat, BUMN Perlu membuka e-commerce," katanya di Jakarta, Kamis (29/9).
"Seluruh dunia dapat melihat produk-produk yang dihasilkan BUMN Indonesia dan dapat melakukan transaksi online dengan BUMN yang terdapat di situs tersebut."
Di luar itu, RNI juga merangkul Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Diperkirakan, tahun ini, seluruh perusahaan pelat merah membina sebanyak 92.372 UMKM dengan nilai bantuan mencapai Rp 2,32 triliun.
Didik menyerahkan pengelolaan situs belanja online ini kepada PT Rajawali Nusindo, anak perusahaan RNI bergerak di bidang perniagaan dan distribusi. Sedangkan untuk transaksi pembayaran dan pengiriman barang, RNI menggandeng bank pelat merah dan perusahaan ekspedisi dan logistik. Seperti, PT Bhanda Ghara Reksa dan PT Pos Indonesia.
Di sisi lain, kemunculan lapak jualan online memantik pertanyaan terkait nasib Rajawali Mart, gerai ritel yang dikelola Rajawali Nusindo. Mengingat, sejak diluncurkan pada 2013, RNI pernah menargetkan pembukaan seribu toko ritel tersebut.
"Kami rencana kemungkinan tahun ini akan dibekukan. Tidak kami kembangkan," kata Didik. "Nanti kami evaluasi mana yang rugi, tutup saja. Kami gabung, jadikan pusat distribusi untuk mendukung pasarprodukbumn.com."
Saat ini, jaringan Rajawali Mart terbanyak terdapat di Bali dan DKI Jakarta. Namun, jumlahnya mengalami penyusutan. "Jakarta sekitar 13 gerai dulu 22 gerai."
Fenomena penyusutan toko ritel dialami RNI menguatkan prediksi pemerintah. Bahwa e-commerce berpeluang mengambil pangsa pasar konvensional hingga 20 persen dalam empat tahun mendatang. Saat ini, pasar online baru menguasai 5 persen dari seluruh transaksi ritel di Tanah Air.
Kendati demikian, pelaku e-commerce meyakini bahwa perkembangan pesat pasar online tidak akan mematikan ritel konvensional. Ketua Umum asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) Aulia Ersyah Marinto mengatakan, pasar online hanyalah pelengkap.
"faktanya tidak ada negara di dunia ini yang e-commerce melebihi perdagangan offline. Bahkan di Cina dan Amerika yang dedengkot e-commerce paling angkanya cuma 8-10 persen dari pasar ritel offline. Di Indonesia baru 1 persen, bahkan di bawah, karena masih baru," katanya saat diwawancara awal pekan lalu.
Menurutnya, e-commerce menjadi salah satu sarana terbaik peritel konvensional membesarkan bisnisnya.
"Apalagi Indonesia, negara kepulauan yang luas sekali, kalau negara Eropa atau negara lain yang daratan mungkin gampang sekali. E-comerce itu harus dilirik oleh pemain ritel sebagai alternatif. Jangan dilihat sebagai pesaing,"katanya. "Dan faktanya kalau masuk e-commerce memang bisnis berkembang lebih cepat."
Hal senada diungkapkan Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia. Menurutnya, Peritel konvensional memang harus beradaptasi dengan perkembangan zaman.
"Ini sudah takdir, kami nggak bisa apa-apa selain bermutasi," katanya saat ditemui terpisah. "Namun, feeling saya, maksimum hanya 30 persen produk ritel yang bisa di-online-kan."
(mdk/yud)