Mengenal Syawalan Morodemak, Tradisi Sedekah Laut Masyarakat Demak saat Lebaran
Walaupun pesisir Demak diterjang banjir rob sekalipun, tradisi itu tetap digelar
Walaupun pesisir Demak diterjang banjir rob sekalipun, tradisi itu tetap digelar.
Mengenal Syawalan Morodemak, Tradisi Sedekah Laut Masyarakat Demak saat Lebaran
Masyarakat pesisir pantai di Kabupaten Demak, Jawa Tengah memiliki cara unik dalam merayakan lebaran. Pada hari ke-7 lebaran, mereka menggelar sebuah tradisi bernama “Syawalan Morodemak”.
-
Apa yang dirayakan dalam Sedekah Bumi Demak? Mengutip Demakkab.go.id, Apitan atau sedekah bumi digelar sebagai ikhtiar masyarakat Demak serta ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah di tahun sebelumnya.
-
Bagaimana warga Demak merayakan Sedekah Bumi? Keseruan tradisi itu terlihat dalam sebuah reportase dari kanal YouTube Liputan6 pada Rabu (22/5). Dalam video liputan, terlihat warga saling berebut hasil bumi yang berada di gunungan itu.
-
Kapan Sedekah Bumi Demak dirayakan? Tradisi dinamakan 'Apitan' karena dilaksanakan setiap bulan Apit, yaitu sebelum bulan besar dalam penanggalan Jawa atau bulan Dzulhijjah dalam penanggalan Islam.
-
Bagaimana tradisi angpao lebaran di Indonesia? Tradisi Lebaran ini terpengaruh dari budaya Arab dan Tionghoa.
-
Kenapa Sedekah Laut Tambaklorok diadakan? Acara tersebut digelar sebagai bentuk rasa syukur para nelayan atas hasil laut yang diperoleh. Selain itu acara tersebut juga sebagai permohonan untuk keberkahan dan keselamatan bagi para nelayan.
-
Apa saja kata-kata sungkeman lebaran Bahasa Jawa? Berikut kata-kata sungkeman Lebaran bahasa Jawa yang penuh makna mendalam: Kata-kata Sungkeman Lebaran Bahasa Jawa dan Artinya 'Ngaturaken sembah pangabekti kawula lan nyuwun pangapunten sedaya kalepatan kula sekeluwarga. Mugi linebura ing dinten riyaya punika. Sak lajengipun, kula nywun donga lan pangestu supados menapa ingkang dados gegayuhan kula saged kasembadan.'Artinya:Saya menyampaikan sungkem saya dan memohon permohonan maaf atas semua kesalahan saya sekeluarga. Semoga kesalahan terhapuskan dalam momen hari raya ini. Selanjutnya, saya juga meminta doa dan restu, supaya apa yang jadi harapan dan cita-cita saya bisa terwujud.
Syawalan Morodemak merupakan sebuah ritual sedekah laut yang digelar di Pantai Morodemak, Kecamatan Bonang. Dalam acara ini, warga beserta perangkat adat setempat melarung gunungan tumpeng berisi berbagai jenis makanan.
Dilansir dari Demakkab.go.id, tradisi itu digelar sebagai ungkapan rasa syukur terutama warga nelayan yang kesehariannya mencari nafkah di tengah laut.
Sebelum dilarung, gunungan tumpeng didoakan terlebih dahulu. Setelah itu barulah prosesi pelarungan dimulai. Dalam proses ini, gunungan tumpeng diberangkatkan dari tempat pelelangan ikan (TPI) menuju tengah laut.
Dulu, prosesi pelarungan menyertakan kepala kerbau. Namun dalam beberapa tahun belakangan, pelarungan kepala kerbau sudah tak lagi dilakukan karena masih menjadi pembahasan para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Pemerataan Ekonomi
Pada tahun 2018, prosesi larung tumpeng itu dilaksanakan di lima lokasi yaitu Pantai Morodemak Kecamatan Bonang, Pantai Onggojaya Kecamatan Wedung, TPI Desa Bungo Kecamatan Wedung, Pantai Glagahwangi Istambul Kecamatan Karangtengah, dan Pantai Morosari Kecamatan Sayung.
Adanya prosesi pelarungan di lima lokasi itu diharapkan akan memberikan dampak pada pemerataan perkembangan ekonomi. Apalagi tradisi itu biasanya akan menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara bila dikemas secara baik, apik, dan unik. Tradisi inipun juga bisa menyedot para pelaku usaha dari dalam maupun luar daerah.
“Dengan adanya syawalan ini, banyak pedagang yang datang. Sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama warga di sekitar lokasi syawalan,” ungkap Bupati Demak saat itu, HM Natsir, dikutip dari Jatengprov.go.id.
Tetap Digelar di Tengah Banjir Rob
Walaupun terjadi banjir rob di pesisir Demak, tradisi Syawalan Morodemak tetap digelar. Bila hal ini terjadi, para pengunjung syawalan diimbau untuk datang lebih awal. Biasanya banjir rob menggenang antara jam 2 siang hingga jam 7 malam dengan ketinggian 0,8-1 meter.
Lebih enaknya, pengunjung bisa datang menggunakan sepeda motor. Setelah sampai di Margolinduk, perjalanan dilanjutkan menggunakan perahu sampai dekat balai desa Purworejo.