Strategi Hyundai Menjaga Stabilitas Penjualan di Tengah Bayang-Bayang PPN dan Opsen
Hyundai Motors Indonesia (HMDI) menekankan perlunya kepastian dalam peraturan perpajakan, khususnya mengenai insentif PPN 12 persen untuk kendaraan listrik.
Menanggapi rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga Opsen pajak, Hyundai Motors Indonesia (HMDI) menekankan pentingnya kepastian dalam aturan perpajakan, terutama terkait insentif PPN sebesar 12 persen untuk kendaraan listrik.
Chief Operating Officer HMDI, Fransiscus Soerjopranoto, mengingatkan agar kebijakan pajak untuk kendaraan tidak mulai diterapkan pada Januari 2025. Ia mengkhawatirkan bahwa jika kebijakan ini diterapkan terlalu cepat, hal itu dapat menjadi kendala bagi produsen otomotif, seperti yang terjadi pada tahun 2024.
- Tingkatkan Penjualan Mobil Listrik, Hyundai Bakal Luncurkan Model Baru hingga Tahun 2025.
- Hyundai Memperkuat Posisi dengan Kehadiran Mobil Listrik di Indonesia, Sebagai Solusi Berkelanjutan untuk Masa Depan yang Ramah Lingkungan.
- Apakah Hyundai akan membawa mobil listrik Inster ke Indonesia?
- Perhatikan! Mobil Listrik Merek Lain Tidak Bisa Menggunakan SPKLU Hyundai untuk Pengisian
“Nah yang kita waspadai sekarang, yang pastinya bukan cuma Hyundai, merek lain juga. Yang terpenting buat yang mobil listrik jangan sampe aturan perpajakan yang ada, baik penurunan atau pemberian insentif untuk kendaraan PPN 12 persen itu segera dimunculkan di bulan Januari, jangan sampe kaya tahun ini yang mundur sampai Februari.
Sehingga itu akan memberikan semacam polisi tidur bagi produsen otomotif,” ungkap Fransiscus Soerjopranoto saat ditemui di Mall Gandaria City, Jakarta pada Kamis (28/11/2024).
Fransiscus juga menyatakan bahwa kenaikan pajak sebesar 1 persen akan menjadi beban bagi masyarakat, terutama di sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG). Namun, untuk sektor otomotif, Hyundai masih memiliki cara untuk mengatasi dampak tersebut agar tidak menaikkan harga kendaraan, sebagai bentuk keringanan bagi konsumen dan untuk menjaga stabilitas volume pasar.
“Kalo mengenai kenaikan pajak 1 persen pastinya kan ada jadi beban buat masyarakat. Terutama yang FMCG. Namun, kalau di mobil masih bisa kita siasati, karena kita dari sisi kendaraan ada kebijakan atau aturan yang bisa kita ga naikan harganya dulu. Sebagai keringanan untuk konsumen kita. Karena kita harus jagain volume market,” jelas Fransiscus.
Produsen yang berasal dari Korea Selatan ini juga menegaskan bahwa mereka masih memiliki opsi untuk tidak menaikkan harga kendaraan dengan memanfaatkan program yang ada sebagai kompensasi. “Kita melanjutkan program kita, disini kita masih punya pilihan harga ga naik. Program kita tahun ini bisa dijadikan kompensasi,” tutup Fransiscus.
Hyundai memberikan tanggapan terhadap rencana penerapan opsi pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami kenaikan menjadi 12 persen, dari sebelumnya yang hanya 11 persen. Kenaikan ini juga akan berpengaruh pada barang otomotif, termasuk mobil baru, yang akan dikenakan tarif PPN yang baru.
Rencana penerapan tarif PPN 12 persen dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Januari 2025, meskipun ada kemungkinan penundaan. Selain itu, Fransiscus memberikan tanggapan mengenai opsi yang ditetapkan sebagai pajak bea penjualan oleh pemerintah daerah untuk produsen otomotif.
Fransiscus menegaskan bahwa Hyundai masih memantau dan berdiskusi mengenai hal ini. Produsen otomotif tersebut berharap bahwa penarikan tarif pajak daerah tidak akan memberikan beban tambahan bagi mereka.
"Jadi selain kenaikan pajak 1% ada lagi opsen di mana pemerintah daerah juga berhak untuk memberikan tambahan bea penjualan. Nah kita terus mencermati dan masih diskusi," tutup Fransiscus. Dengan demikian, perusahaan akan terus berupaya untuk mengatasi tantangan yang muncul akibat perubahan kebijakan pajak ini.