3 Versi cerita asal-usul Gajah Mada dari Lamongan
Di Kabupaten Lamongan, sudah lama beredar cerita rakyat bahwa Gajah Mada berasal dari Desa Modo dengan sebutan Joko Modo
Gajah Mada merupakan tokoh penting dalam sejarah perkembangan Kerajaan Majapahit. Catatan kelahiran dan kematian mahapatih ini hingga kini masih menjadi misteri, seolah tersembunyi di balik nama besarnya.
Karir militernya di Majapahit moncer dan terus melejit setelah berhasil meredam para pemberontak pimpinan Ra Kuti, dan berhasil menyelamatkan raja kedua Majapahit Jayanagara dari para sengkuni istana.
Berkat jasanya tersebut, dia diangkat sebagai patih. Pada zaman Ratu Tribhuwanatunggadewi dia diangkat sebagai mahapatih dan di era Hayam Wuruk dia dipercaya mendapat gelar patih amangkubhumi. Dialah yang mengantarkan kejayaan Majapahit dengan kekuasaan yang tersebar hingga daratan Filipina.
Meski belum ada bukti sejarah yang menunjukkan masa kecil Gajah Mada, namun di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, sudah lama beredar cerita rakyat bahwa Gajah Mada berasal dari Desa Modo dengan sebutan Joko Modo.
Berikut tiga versi cerita rakyat lahirnya Gajah Mada di Lamongan:
-
Apa yang menjadi cita-cita Gajah Mada dalam Sumpah Palapa? Dalam Sumpah Palapa, Gajah Mada tidak akan menikmati duniawi sebelum menyatukan Nusantara
-
Gunung apa yang merupakan titik tertinggi di Indonesia? Carstenzs Pyramid atau yang lebih dikenal sebagai Puncak Jaya memiliki ketinggian 4.884 mdpl. Gunung satu ini berlokasi di Papua. Bisa dibilang, gunung ini merupakan gunung tertinggi di Indonesia.
-
Apa yang membuat Dja Endar Moeda menjadi tokoh penting dalam sejarah pers Indonesia? Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan Sosok Dja Endar Moeda Harahap dikenal sebagai tokoh perintis pers berbahasa Melayu. Kariernya begitu mentereng di dunia surat kabar Indonesia.
-
Kenapa Gajah Mada memutuskan untuk bergabung dengan militer Majapahit? Sitinggil merupakan lokasi favorit Gajah Mada mengembala kerbau sambil menyaksikan prajurit Majapahit yang gagah berani. Momen inilah yang memotivasi Gajah Mada bergabung dalam militer Majapahit.
-
Di mana Gajah Mada sering memandikan kerbau? Sendang Krapyak Di tempat ini dulu Gajah Mada sering memandikan kerbau-kerbaunya. Bahkan diduga di dasar sendang terdapat bekas tapak kaki di atas batu.
-
Apa yang menjadi dasar negara Indonesia? Pancasila adalah ideologi atau dasar negara yang dijadikan pedoman bangsa Indonesia.
Gajah Mada anak Raden Wijaya dari selir Dewi Andong Sari
Cerita ini dikisahkan oleh Juru Kunci Gunung Ratu bernama Sulaiman. Selir bernama Dewi Andong Sari yang mengandung anak Raden Wijaya, dikeluarkan dari istana lantaran salah satu istri raja iri dengan jabang bayi yang dikandung Andong Sari. Kala itu, Raden Wijaya sudah memiliki dua anak tetapi semuanya wanita. Mereka was-was jika bayi yang dikandung Adnong Sari ini laki-laki, otomatis dia nantinya yang bakal meneruskan tahta kerajaan.
Kemudian istri raja ini memerintahkan patih untuk membunuh Andong Sari di tempat yang jauh dari istana. Maka berangkatlah patih ini melaksanakan titah istana.
Sesampainya di tempat yang dituju, yaitu di atas bukit yang sekarang bernama Gunung Ratu ini, si patih merasa iba dan tidak tega membunuh. Hingga akhirnya dia memanah hewan dan melumuri senjatanya dengan darah hewan tersebut, serta tak lupa usus hewan yang turut serta dibawa pulang ke Majapahit untuk laporan.
Di atas bukit inilah, akhirnya Andong Sari melahirkan seorang diri. Bayi yang keluar dari rahimnya selamat dan berkelamin laki-laki. Usai melahirkan, Andong Sari meninggal dunia.
Tangisan bayi yang baru lahir ini seolah memekakkan kesunyian alas, hingga terdengar oleh salah satu pemangku desa sekitar bernama Ki Gede Sidowayah. Karena penasaran, Ki Gede lantas naik bukit mencari sumber suara.
Menurut Sulaiman, ada makam Garangan Putih dan Kucing Condromowo di Gunung Ratu itu lebih kepada simbol bahwa keduanya merupakan ari-ari dari Joko Modo. Bukan penjaga seperti dikisahkan dalam versi lain.
Dengan bantuan Woro Wiri yang tak lain adalah saudarinya yang berada di Desa Modo, Ki Gede berhasil merawat bayi yang dikenal dengan sebutan Joko Modo ini hingga dewasa.
Saat usia Joko Modo dewasa inilah, Ki Gede memberanikan diri menemui Raden Wijaya untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya. Berkat jasanya yang telah merawat keturunan kerajaan, Ki Gede mendapat upah berupa tanah perdikan di Songgorit, Malang, Jawa Timur. Sedangkan rahasia tersebut disimpan keduanya hingga akhir hayat.
Dalam konteks ini, kedatangan Joko Modo ke Majapahit lebih didasarkan pada ketertarikan dirinya terhadap pasukan kerajaan yang sering ditemui ketika sedang menggembala kerbau dari Setinggil, Modo.
Gajah Mada dijaga Garangan Putih dan Kucing Condromowo
Versi ini diceritakan oleh juru kunci Gunung Ratu lainnya bernama Jumain. Dalam ceritanya yang didapat dari para nenek moyangnya, dijelaskan bahwa Dewi Andong Sari ini berasal dari Desa Cancing. Dia adalah selir raja pertama Majapahit Raden Wijaya. Kehamilan Andong Sari menimbulkan kebencian dari para istri raja. Terlebih, kekhawatiran mereka semakin menjadi jika buah hati yang dikandung Andong Sari ini laki-laki, maka dimungkinkan bisa menggantikan tahta Raden Wijaya.
Lantas Andong Sari difitnah oleh istri raja dan berujung pada pengusiran. Sejumlah pengawal diperintahkan untuk membuang atau dibolehkan membunuh Andong Sari. Dengan segera, pasukan ini berangkat meninggalkan kerajaan melaksanakan titah.
Setelah menempuh perjalanan panjang, rombongan eksekutor Andong Sari ini tiba di sebuah tempat yang sepi, tinggi, dan di tengah alas. Saat hendak mengeksekusi, para pengawal ini merasa kasihan tidak tega membunuh Andong Sari.
"Para pengawal ini tidak tega membunuh Nyi Andong Sari. Yang pertama, bagaimana pun dia adalah bagian dari kerajaan, dan dia juga sedang hamil," kata Jumain kepada merdeka.com.
Di tempat tersebut, yang kini bernama Gunung Ratu, Andong Sari dibiarkan hidup. Keseharian Andong Sari ditemani oleh dua pengawalnya bernama Garangan Putih dan Kucing Condromowo.
"Dua orang ini manusia, entah pengawal kerajaan atau bukan. Mereka bisa berbentuk binatang atau yang lainnya," cerita Jumain.
Meski terasingkan, nyatanya hal itu tidak menyurutkan kegembiraan Andong Sari. Terlebih buah hati hasil hubungan dengan Raden Wijaya tersebut terlahir dan dia bayi laki-laki.
Pada suatu hari, Andong Sari pamit kepada dua pengawalnya pergi turun gunung untuk mandi dan mengambil air di sendang Sidowayah. Sendang ini lokasinya berada sekitar 300 meter dari kompleks makam.
Saat ditinggal, tanpa sepengetahuan dua pengawalnya, bayi laki-laki tersebut dilingkari ular. Menurut cerita, kedatangan ular itu untuk menyelamatkan bayi dari marabahaya alas Cancing. Namun saat kedatangannya diketahui oleh garangan dan kucing, si ular dianggap musuh dan akan memangsa bayi. Tanpa disangka, di sisi lain si ular juga menganggap keduanya pemangsa.
Perkelahian antar ketiganya tersebut tidak terhindarkan. Bayi laki-laki itu terlempar. Pada akhirnya, garangan dan kucing berhasil mengalahkan ular dengan kondisi penuh bercak darah. Usai bertarung, keduanya menyembunyikan bayi di semak dan segera turun menyusul Andong Sari untuk menceritakan kejadian di atas gunung barusan.
Betapa terkejutnya Andong Sari melihat dua pengawalnya penuh darah ini berlari ke arahnya. Emosi yang tak terbendung membuat Andong Sari gelap mata, menuding dua pengawalnya tersebut memakan bayi. Tanpa pikir panjang, Andong Sari lantas membunuh kucing dan garangan.
Karena perasaan sang ibu, Andong Sari bergegas menuju puncak gunung untuk melihat anaknya. Tetapi betapa terkejutnya setelah melihat anaknya tidak ada di tempat. Tidak selang lama setelah peristiwa itu, Andong Sari mendengar jerit tangisan anaknya di balik semak. Setelah mengetahui kondisi sebenarnya, terlebih tidak jauh dari situ terdapat bangkai ular, seketika Andong Sari menyadari kesalahannya. Dia menyesal telah membunuh kucing dan garangan.
"Menurut banyak orang, Ibu (Andong Sari) meninggal bunuh diri. Tapi menurut mbah (kakek saya), Ibu meratapi kesedihannya hingga akhirnya meninggal dunia," lanjutnya.
Andong Sari diduga dimakamkan di Gunung Ratu. Tetapi memang tidak ada prasasti atau bukti sejarah yang menunjukkan bahwa yang terbaring di sana ibunda Gajah Mada. Adapun nisan pada makam hanya bertulis 'Pesarehan Ejang Ratu Dewi Andong Sari Ibunda Mahapatih Gajah Mada'. Tidak ada peninggalan makam tersebut dari tahun berapa.
Satu-satunya yang menunjukkan bahwa itu makam Andong Sari adalah cerita dari mulut ke mulut. Namun memang hal ini masih memerlukan penelitian lebih dalam untuk menjadi sebuah fakta sejarah.
Usai Andong Sari meninggal, bayi laki-laki tersebut kemudian diasuh oleh pemangku Desa Sidowayah bernama Ki Gede. Diceritakan bahwa Ki Gede ini seorang empu atau pembuat senjata. Karena tidak bisa mengasuh, akhirnya si bayi dititipkan oleh saudarinya yang berada di Desa Modo bernama Woro Wiri atau sebutan lain mbok rondo, karena statusnya sebagai janda.
Di kehidupan baru ini, bayi laki-laki tumbuh menjadi pemuda desa. Pekerjaan sehari-harinya menggembala kerbau milik ibu angkatnya tersebut. Dari sini maka muncul sebutan legendaris Joko Modo, yang berarti jejaka dari Desa Modo.
Salah satu yang diyakini sebagai tempat favorit Gajah Mada menggembala dan mengawasi hewan ternaknya adalah di wilayah Setinggil yang berasal dari kata siti adalah tanah inggil berarti tinggi. Jadi Setinggil ini merupakan tanah tinggi, saat ini lokasinya berada di Dusun Bendo, Kecamatan Modo.
Dari sini pula kabarnya Joko Modo sering melihat arak-arakan pasukan gagah Majapahit. Keperkasaan pasukan ini yang nantinya menginspirasi Joko Modo untuk masuk militer kerajaan.
Saat Joko Modo sudah berusia remaja, Ki Gede menceritakan kisah hidup sebenarnya. Bahwa sang ibu telah meninggal dunia, sedangkan ayahnya masih hidup dan berada di Majapahit.
Jika benar Joko Modo ini keturunan Raden Wijaya, yang menjadi pertanyaan adalah Raden Wijaya meninggal tahun 1309, sedangkan kelahiran Gajah Mada diperkirakan tahun 1300, itu pun bisa kurang atau lebih. Sebuah rentan waktu mustahil terjadi.
Sejak saat itu, selain menggembala kerbau, Joko Modo juga mulai mencari sang ayah yang telah diceritakan oleh Ki Gede tersebut. Hingga akhirnya sebuah sayembara dari raja membawa langkah Joko Modo menuju gerbang kerajaan Majapahit.
Sayembara raja saat itu adalah adu kerbau milik raja. Imbalan bagi mereka yang bisa mengalahkan kerbau raja maka akan diberi upah, tetapi jika kerbaunya kalah, maka si pemilik harus menyerahkan jiwa raga untuk Majapahit.
Joko Modo lantas mengutarakan niatnya ikut sayembara itu kepada Woro Wiri. Seekor gudel (anak kerbau) menjadi gacoan Joko Modo. Sebelum bertarung, gudel ini oleh Woro Wiri diminta untuk tidak digembalakan, tidak diberi minum dan dikandangkan terpisah dari induknya.
Saat pertandingan berlangsung, tidak ada yang bisa mengalahkan kerbau raja yang kondisi fisik dan staminanya jauh lebih unggul dari rakyat jelata. Namun saat giliran gudel Joko Modo bertarung, hewan yang awalnya diremehkan penonton ini tampil tidak terduga. Dengan kondisi liar, haus dan lapar, gudel Joko Modo menyasar kemaluan kerbau raja yang dianggapnya puting susu. Tidak butuh waktu lama bagi Joko Modo memenangkan sayembara ini.
"Kemudian Joko Modo diberi pekerjaan tukang taman hingga prajurit," lanjutnya.
Karir Gajah Mada semakin cemerlang dengan keberhasilannya meredam pemberontakan di Majapahit. Dirinya menjadi tokoh penting di tiga raja Majapahit, Jayanegara, Tribhuwana Wijayatunggadewi dan puncak karirnya di zaman Hayam Wuruk. Dialah godfather-nya Majapahit, otak di balik kejayaan Majapahit.
Dewi Andong Sari dibuang oleh Raden Wijaya
Dalam versi lainnya, jabang bayi yang masih dikandung oleh Dewi Andong Sari ini takdirnya sudah diramalkan oleh seorang pendeta sakti. Dalam ramalannya, diyakini bayi ini nantinya bakal menjadi kesatria gagah dan tokoh kebanggaan Majapahit yang tiada tandingannya.
Kala itu, Raden Wijaya mempunyai putera laki-laki yang sudah diangkat dan diumumkan sebagai pangeran, calon pengganti raja bernama Jayanagara atau raden kalagemet yang waktu itu masih berusia enam tahun.
Dalam versi ini, rasa khawatir akan jabang bayi tersebut justru datang dari Raden Wijaya. Maka dia memerintahkan bawahannya untuk membuang Andong Sari ke tempat yang jauh yaitu di alas Njendung (kini masuk Kecamatan Ngimbang). Tetapi pada akhirnya Andong Sari dan sang bayi selamat.
Tetapi semua versi cerita rakyat ini belum dikuatkan dengan fakta sejarah atau prasasti. Sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya Aminudin Kasdi mengatakan hingga kini belum ada bukti otentik atau prasasti yang menunjukkan Gajah Mada lahir di Lamongan. Gajah Mada baru terekam dalam sejarah setelah bergabung ke militer Majapahit.
"Sepengetahuan saya gak ada (prasasti Gajah Mada asli Lamongan), kemunculan Gajah Mada (dalam sejarah) karena sebelumnya dia adalah pasukan bhayangkara," kata Aminudin saat berbincang dengan merdeka.com baru-baru ini.