Cerita Dalang di Tasik Pilih Tinggal Menyepi di Tengah Hutan, Hidup Bersama Wayang
Dalang bernama Kang Bayu ini memilih hidup menyepi dan hanya ditemani oleh wayang serta istri dan beberapa anak. Ada beberapa kejadian di dekat rumahnya.
Hutan menjadi tempat yang tidak umum untuk ditinggali. Rimbunnya pepohonan dan banyaknya semak belukar, membuat siapapun tak nyaman untuk beraung dan beristirahat.
Namun hal berbeda justru dilakukan oleh seorang pelaku seni dalang di Kampung Panglawakan, Desa Cibanteng, Kecamatan Parungponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia memilih hidup menyepi di hutan, hanya ditemani oleh wayang serta istri dan beberapa anak.
-
Siapa yang tinggal di tengah hutan? Pak Kasimin mengungkapkan jika ia tinggal di sana sejak tahun 1991. Ia tinggal di tempat itu karena rumah tersebut sudah warisan orang tua.
-
Kenapa Pak Kasimin tinggal di hutan? Ia tinggal di tempat itu karena rumah tersebut sudah warisan orang tua.
-
Mengapa Orang Talak Mamak dekat dengan hutan? Melansir dari berbagai sumber, kehidupan sehari-hari Orang Talak Mamak ini sangat dekat dengan alam dan hutan. Tak heran jika mereka hidup sangat tergantung dengan hasil alam.
-
Siapa pemilik warung di tengah hutan? Pemilik warung tengah hutan itu adalah Ibu Hartini.
-
Siapa yang hidup mandiri di hutan? Dengan sedikit jumlah dan jarangnya predator, kungkang tidak perlu mengandalkan perlindungan dari kawanan atau kelompok lainnya.
-
Kenapa Mbah Slamet pindah ke hutan? Pada awalnya ia tinggal di daerah bawah kawasan Gunung Tunggangan itu. Di sana ia mendirikan warung dan usahanya berjalan lancar.“Saat itu timbul tetangga nggak tahu kenapa, tiap malam Jumat di halaman saya pasti ada menyan-nya. Lama-kelamaan warung saya jadi sepi. Saat itu saya punya utang Rp23 juta. Saya sudah jual motor sama TV tapi masih punya utang Rp18 juta,“ kata Mbah Slamet.
Kang Bayu, begitulah dalang tersebut disapa, mengaku nyaman tinggal di sini. Tempatnya teduh dan asri, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Sehari-hari, dirinya merawat wayang-wayang kesayangannya salah satunya Si Cepot.
“Saya sudah enam tahun di sini, dan dulunya hutan lebat, jam 5 sore udah nggak ada yang berani lewat,” katanya, mengutip Youtube FHR 21 Entertaiment.
Nyaman Tinggal Jauh dari Keramaian
Dirinya mengaku nyaman tinggal dikelilingi hutan dan jauh dari keramaian, meskipun di awal-awal sempat ada rasa takut. Ia bersama istri juga sempat membuka usaha sale pisang yang dibuat di rumah.
Selain itu, ia juga sibuk merawat tanaman benih durian yang nantinya akan ditanam olehnya di area lahan yang kosong,
Nikmatnya tinggal di hutan adalah karena bisa mendapat sumber air alami. Kang Bayu mendapat akses air dari Curug Kacapi yang jernih.
Aktif di Pertunjukan Wayang
Untuk menyambung hidup, Kang Bayu pun masih aktif dalam melakukan aktivitas perdalangan. Ia biasanya mendapat panggilan ke beberapa wilayah, dan dibantu oleh nayaga dari wilayah kota Tasikmalaya.
Cerita daerah khas Sunda biasa dibawakannya bersama tokoh wayang Si Cepot dan beberapa tokoh golek lainnya.
“Saya mendalang sudah dari tahun 2005, terus personil lainnya dari wilayah kota di Tasikmalaya,” katanya
Kanan-Kiri Hutan
Resiko tinggal di pelosok adalah harus siap dengan kondisi hutan yang serba gelap dan kental dengan hal-hal mistis.
Kang Bayu pun pernah mendapati peristiwa di luar nalar, seperti mirip asap hingga berwujud layakna hewan kuda. Namun, hal ini sudah biasa dan sejauh ini ia bersama keluarganya nyaman beristirahat di rumahnya.
Rumahnya juga tak jauh dari sumber air di Curug Kacapi, sehingga keberadaan air cukup berlimpah meski berada di musim kemarau.
“Ada Curug Kacapi dan Curug Sakadomas,” katanya
Rute Menuju Rumah Cukup Sulit Dilalui
Dalam tayangan tersebut, turut ditampilkan rute menuju tempat tinggalnya yang sulit diakses kendaraan.
Untuk mencapai rumahnya, perjalanan hanya bisa dilakukan berjalan kaki dengan memarkirkan kendaraannya sedikit menjauh di dekat jalan raya.
Begitulah sekilah kisah tentang dalang yang memilih hidup menyepi di tengah hutan bersama keluarga dan wayang golek Si Cepot kesayangannya.