7 Anggota KLHK disandera, warga Rohul minta diperhatikan pemerintah
Melihat lahan koperasi mereka dalam pengawasan Kementrian Kehutanan, puluhan massa tersebut langsung memberhentikan.
Sebanyak tujuh orang petugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diadang sejumlah warga di kawasan PT Andika Pratama Sawit Lestari (APSL). Mereka disetop saat akan melakukan penyelidikan terkait kebakaran hutan dan lahan di kecamatan Bonai kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Riau, Jumat (2/9) lalu. Namun, hari itu juga ketujuh petugas itu sudah dibebaskan.
Terkait hal itu, Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan, aksi pengadangan itu terjadi di Desa Bonai Kecamatan Bonai, kabupaten Rokan Hulu. Puluhan massa itu merupakan anggota dari Koperasi Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang begantung hidup dari PT APSL.
"Dikatakan Guntur, massa KTNA sebanyak kurang lebih 70 orang melakukan sweaping saat kegiatan petugas dari Badan Lingkungan Hidup & Perlindungan Hutan datang ke sana," ujar Guntur saat dikonfirmasi merdeka.com, Senin (5/9)
Adapun nama ketujuh petugas itu yakni, Edward Hutapea selaku Kepala Seksi Wilayah II BPPHLHK Sumatera, Sunardi selaku Pengawas Lingkungan Hidup Pertama, Teddy P Tinambunan SH anggota Polisi Kehutanan Muda. Dan empat anggota Polhut Pelaksana lanjutan, yakni Uus Suherna, Donald Situmorang, Zulfatman Alfian, Alkhalid Mawar Dani.
"Aksi masyarakat tersebut terjadi secara spontanitas sesaat setelah melihat 7 orang petugas tersebut memasang plangkat penyelidikan," kata Guntur.
Melihat lahan koperasi mereka dalam pengawasan Kementerian Kehutanan, puluhan massa tersebut langsung memberhentikan kegiatan ketujuh petugas tersebut dan melarang mereka keluar dari Desa Bonai.
Menurut Guntur, puluhan massa tersebut menuntut kepada ketujuh petugas tersebut untuk mencabut plangkat penyelidikan atas lahan yang terbakar, menghapus rekaman yang di ambil petugas dengan menggunakan alat Drone, serta meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, agar bisa berbicara langsung dengan mereka.
"Setelah mendapat informasi tersebut, Jumat malam sekitar pkl 23.30 wib Kapolres Rokan Hulu AKBP Yusup Rahmanto, serta didampingi oleh Kabag Ops Kompol Irmadison Kasat Sabhara AKP S. Sinaga, Kasat Intelkam AKP Aditya Reza Syahputra, serta beberapa personil Polres dan Polsek Bonai Darussalam.
"Kemudian Kapolres Rohul beserta rombongan melakukan penggalangan terhadap masyarakat dan ninik mamak (tokoh masyarakat) Desa Bonai, untuk berdiskusi. Para ninik makam tersebut yakni Datuk Majapahit Syamsibar, Datuk Pucuk Suku Domo Asri, Datuk Suku Melayu Tamrin, Datuk Mandahiling Tomi," ucap Guntur.
Guntur melanjutkan, malam itu juga polisi dan tokoh masyarakat mendiskusikan terkait dihadang dan diamankanya 7 anggota dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, pada Sabtu (3/9) sekitar pukul 02.30, ketujuh petugas KLHK dilepaskan dan dibawa oleh rombongan Kapolres Rohul AKBP Yusup Rahmanto dan melewati penyebrangan Roro Sungai Rokan menuju Polsek Bonai Darussalam untuk istirahat.
Sabtu pagi sekitar pukul 09.00 WIB di Dusun 2 Desa Bonai Kecamatan Bonai Darussalam polisi dan ratusan massa kembali berdiskusi terkait langkah-langkah mengakomodir keinginan warga, dimana warga merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah perihal perizinan perusahaan yg telah diajukan sejak sekitar 20 tahun lalu.
"Tapi sampai saat ini belum direalisasikan oleh pemerintah, yang mana kurang lebih 980 Kepala Keluarga warga Desa Bonai menggantungkan hidup dari perusahaan tersebut (PT Andika Pratana Sawit Lestari)," kata Guntur.
Selain itu, lanjut Guntur, masyarakat merasakan pemberitaan media yang tidak berimbang, masyarakat merasa sawit sebagai lahan mata pencaharian dan saat ini telah habis terbakar tapi masih disudutkan dengan pemberitaan.
"Ada beberapa tuntutan warga yang didiskusikan bersama petugas kita dari Polres Rokan Hulu dan petugas dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Karena selama bertahun-tahun, masyarakat merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah," pungkas Guntur.