AKP Irfan Terlihat Gugup saat Ditanya Sprin Amankan CCTV TKP Penembakan Brigadir J
"Prosedur Bareskrim, itukan diambil setelah kejadian di 46 (Rumah TKP Penembakan) itu, itu apakah sudah termasuk ranah Bareskrim atau siapa saja boleh?" tanya JPU lagi.
Mantan Kasubnit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Irfan Widyanto akhirnya jujur tidak mengantongi surat perintah (sprin). Yakni, saat mengamankan DVR CCTV di sekitaran rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pengakuan itu disampaikan Irfan, saat dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal ihwal perintah yang diterimanya untuk mengamankan DVR CCTV. Diakui Irfan perintah itu datang dari pejabat Biro Paminal Div Propam Polri
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa Brigadir Jenderal Sahirdjan? Bapak Itu Brigadir Jenderal Sahirdjan, Guru Besar Akademi Militer!
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa yang berperan sebagai Fadil di sinetron Bidadari Surgamu? SCTV dikenal sebagai salah satu stasiun televisi swasta yang secara konsisten menyajikan tayangan hiburan berupa sinetron berkualitas. Salah satu sinetron andalan SCTV yang digandrungi penonton adalah Bidadari Surgamu. Cerita cinta yang diangkat dalam sinetron ini berhasil menarik perhatian penonton setia layar kaca. Kesuksesan sinetron Bidadari Surgamu ini juga tak lepas dari kehadiran aktor dan aktris muda ternama. Salah satunya adalah Yabes Yosia yang berperan sebagai Fadil.
"Saudara kan di Bareskrim yang meminta bidang mana untuk ambil itu bidang apa?" tanya JPU saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (15/12).
"Paminal," ucap Irfan.
"Prosedur Bareskrim, itukan diambil setelah kejadian di 46 (Rumah TKP Penembakan) itu, itu apakah sudah termasuk ranah Bareskrim atau siapa saja boleh?" tanya JPU lagi.
"Mohon izin, menurut sepengetahuan saya karena perintah yang dikasih tau ke saya itu dua titik di luar tkp kejadian. Sehingga menurut saya yang memerintahkan saya adalah seorang Pejabat dari Paminal dan kemudian kejadian itu adalah kejadian antara polisi di komplek polisi juga," jelas Irfan.
"Sehingga menurut saya yang memerintahkan itu berhak dan wewenang untuk memerintahkan saya untuk hal tersebut. Terutama dua titik ini adalah posisi ada di luar TKP," tambah dia.
Meski telah dijelaskan, JPU nampak tetap mencecar Irfan berangkat dari pengetahuan soal penembakan Brigadir J yang pada saat itu sesuai skenario palsu Ferdy Sambo telah terjadi baku tembak dengan Bharada E.
"Sebelum diambil saudara sudah tahu ada kejadian tembak menembak atau penembakan di rumah 46?" tanya JPU.
"Saya tahu dari dengar karena tanggal 8 saya datang (mendampingi atasannya Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay). Sudah tahu (ada penembakan)," jelas Irfan.
"Atas penembakan itukah diambil DVR CCTV atau manfaat untuk apa?" singung JPU.
"Saya tidak tahu, yang jelas setahu saya sepengetahuan saya. Karena saya tidak ikut masuk (dalam rumah TKP), saya hanya mendengar ada kejadian apa. Ada kejadian tembak menembak antar anggota polisi dan itu baru H+1 keesokan harinya sehingga keyakinan saya. Saya mendapat perintah tersebut berarti untuk kepentingan mungkin kepentingan hukum," ujar Irfan.
Namun saat itu, Irfan mengaku tidak mengetahui maksud dan tujuan dirinya disuruh mengamankan DVR CCTV apakah untuk kebutuhan Paminal atau Reserse. Sehingga membuat JPU kembali mencecar soal apakah ada surat perintah (sprin) secara tertulis.
"Saudara mengambil itu kan ada prosedur, ya diawali ini kan bukan seketika sudah ada jeda waktu. Sudah ada surat perintah kepada saudara dari Bareskrim?" ujar JPU.
"Saya saat itu datang ke duren tiga atas perintah Kanit (Acay) saya langsung," kata Irfan.
"Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?" cecar JPU.
"Saya tidak tahu," ucap Irfan.
"Saudara ada memegang surat perintah dari Bareskrim untuk melaksanakan tugas itu (amankan DVR CCTV)?" cecar JPU kembali.
"Tidak ada," akui Irfan dengan nada rendah.
Nampak saat itu suara Irfan terdengar grogi usai mengakui tidak adanya sprin secara tertulis yang dia terima. Dimana Saat itu Irfan mencoba tetap menjelaskan kepada JPU namun sempat di potong majelis hakim.
"Itu yang penting, penting sekali," tegas JPU.
"Karena itu kewenangan kanit saya," Irfan memotong.
"Iya, kan setiap ada tindakan hukum kan harus ada surat perintah. oke tidak ada surat perintah. Setelah kejadian ada enggak surat perintah menyusul, kepada saudara yang diberikan setelah saudara ambil adakah surat perintah ada tidak?" tanya kembali JPU.
"Tidak ada," jawab Irfan.
"Sampai hari ini ada surat perintah?" timpal JPU.
"Tidak ada, biasanya surat administrasi," Irfan coba menjelaskan namun dipotong majelis hakim.
"Saudara itu yang ditanya itu ada surat perintah tidak?" tanya Hakim.
"Tidak ada," ucap Irfan.
"Yasudah," ujar Hakim.
Sekedar informasi jika kehadiran Terdakwa Irfan dalam pemeriksaan saksi silah kali ini adalah untuk perkara dugaan obstruction of justice pembunuhan Brigadir J atas terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Adapun mereka didakwa karena terlibat menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
"Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," demikian dakwaan JPU.
Atas tindakan itu, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
(mdk/rhm)