Aksi tragis pendemo depan istana, dari cor kaki hingga bakar diri
Mereka berani mengorbankan diri demi perbaikan sistem.
Aksi turun jalan menjadi salah satu bagian dari manifestasi terhadap keresahan yang tak kunjung didengar pejabat pemerintahan. Ada beragam bentuk aksi mulai dari pendudukan, teatrikal, hingga ancam bunuh diri.
Masing-masing dari mereka melakukan demonstrasi bukan tanpa sebab. Atas pembacaan yang mendalam terhadap permasalahan bangsa, mereka berani mengorbankan diri demi perbaikan sistem.
Sejauh ini para demonstran yang menyampaikan pendapat di depan Istana Merdeka tak hanya berasal dari Jakarta. Justru sebagian besar datang jauh dari lingkar luar ibu kota.
Di antara riuh dan rutinnya aksi demonstrasi, kami menghimpun beberapa fenomena menarik yang cenderung ekstrem. Beberapa di antaranya memancing empati mulai dari dari cor kaki hingga bakar diri.
-
Siapa Mbak Dewi? Atha Dewi Prihantini (38) jadi salah satu pelestari adrem yang belakangan mulai terangkat ke permukaan.
-
Bagaimana siswa membacok guru? Peristiwa itu terjadi pada Senin (25/9) pukul 09.30 WIB. Saat itu sang guru sedang mengawasi PTS (Penilaian tengah semester). Akibat insiden itu, guru mengalami luka serius dan mendapat perawatan di RS Wongsonegoro, Semarang.
-
Kenapa siswa tega membacok guru? Terkait kejadian ini, Kasatreskrim Polres Demak AKP Winardi mengatakan, pelaku tega membacok gurunya sendiri diduga karena tidak terima mendapat nilai jelek.
-
Kenapa Syawalan Morodemak digelar? Dilansir dari Demakkab.go.id, tradisi itu digelar sebagai ungkapan rasa syukur terutama warga nelayan yang kesehariannya mencari nafkah di tengah laut.
-
Apa yang menjadi tuntutan utama mahasiswa dalam demonstrasi tersebut? Lahirlah apa yang dinamakan TRITURA. Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat 1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya2. Rombak Kabinet Dwikora3. Turunkan Harga-Harga
-
Siapa yang membacok guru di Demak? Seorang siswa Madrasah Aliyah (MA) YASUA, Desa Pilangwetan, RT 02 RW 03, Kecamatan Kebonagung, tega membacok gurunya sendiri.
Tolak pabrik semen, 9 kartini cor kaki depan Istana Negara
Aksi menggugah empati 9 Kartini Gunung Kendeng, Jawa Tengah yang menolak pembangunan PT Semen Indonesia di kampungnya. Para pejuang lingkungan tersebut memasung kakinya di Istana Negara, Jakarta.
Salah satu perempuan yang kakinya turut dipasung, Rieb Ambarwati (32) Dia menyebut bila PT Semen Indonesia diperbolehkan membangun pabriknya di sana, dampak buruk akan dihadapi warga Gunung Kendeng. Salah satunya ialah warga akan kehilangan sumber mata air dan makhluk hidup tak akan bisa hidup.
"Kita rela mengecor kaki karena semen membelenggu Indonesia, semen ini ibarat bumi, jadi kalau udah dibuat semen akan mati semua. Makanya ibu-ibu menolak adanya penambangan semen. Mata air kan sumber kehidupan, bumi kita dibuat tambang semua akan mati. Tumbuh-tumbuhan, hewan manusia kala enggak ada mata air akan mati semua. Debu berbahaya buat pernapasan, setahuku itu debunya malah makin parah. Sedangkan debu kalau di kampung gilingan padi sudah begitu banyak, apalagi pabrik semen," ujar Rieb di LBH, Jakarta Pusat, Rabu (13/4).
Aksi ini sudah berulangkali dilakukan oleh warga sejak 16 Juni 2014 lalu, ketika PT Semen Indonesia mulai meletakkan batu pertama pembangunan pabrik. Terhitung sudah 667 hari warga melakukan protes dengan mendirikan tenda di depan pintu masuk pabrik semen.
Sukinah (40), satu dari 9 'Kartini Gunung Kendeng', Jawa Tengah, menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten Rembang yang diduga lebih memihak pada perusahaan semen ketimbang warganya. Hal ini ditunjukkan dari keluarnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) semen di daerahnya.
"Kalau itu tahu-tahu izinnya sudah keluar, yang di Rembang sendiri itu. Di tanah itu ada IUP, baru sedikit yang dijual," kata Sukinah.
Selain itu, katanya, di Desa Tegal Dowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang saat ini marak makelar tanah yang mulai membujuk warga agar mau menjual lahan ladang dan pertanian miliknya. Beberapa lahan juga sudah dibebaskan untuk pembangunan pabrik semen.
"Lahan milik warga, ada transaksi ada, sama makelar," terang Sukinah.
Selain pemerintah daerah setempat, hal yang disayangkan adalah gugatan terhadap PT Semen Indonesia oleh warga di PTUN Semarang diklaim kedaluwarsa. Dia pun heran mengapa gugatan warga dianulir. Padahal pengadilan telah menggelar 19 kali sidang atas perkara ini.
"Kalau Rembang sudah gugat, sudah 19 sidang putusan malah katanya Kedaluwarsa di PTUN Semarang. Tapi kalau aku sendiri, logikanya kalau kedaluwarsa kenapa enggak dari dulu. Sudah 19 kali sidang kok malah kedaluwarsa," ucapnya.
Sukinah juga bercerita berbagai rayuan terhadap warga pun saat ini gencar dilakukan, meskipun dinilai tak sebanding. Menurut Sukinah, perusahaan semen yang akan mencaplok lahan warga itu hanya memberikan sejumlah sembako saja.
"Semen dikasih Sarimi 10, terus sama sembako yang mau melepaskan lahannya," cerita Sukinah.
Sukinah juga mengatakan lahan miliknya diancam akan ditertibkan bila enggan dijual untuk dibangun pabrik semen. "Nanti ditakut-takutin akan dikeruk ditertibkan kalau tidak dijual, itu yang bilang aparat desa, pemerintah desa Tegal Dowo. Tapi enggak tahu mereka dapat apa dari PT Semen Indonesia. Intimidasi, siapa yang menolak akan diculik. Ada teman kami yang dikurung balai desa ada juga yang kayak gitu, 4 tahun lalu. Ada preman, sampai teman kami dibawain parang sama preman. Kalau ada yang nolak pabrik," terangnya.
Kesembilan perempuan itu adalah Supini, Surani, Rieb Ambarwati, Deni, Ngadinah, Sukinah, Karsupi, Murtini dan Surani. Sementara itu, di kesempatan yang sama, Koordinator Aksi Djoko Priyatno menyatakan pihaknya meyakini usai ditemui oleh Teten Masduki dan Pratikno persoalan yang mereka tuntut tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah.
"Selama ini kami percaya kepada pemerintah, untuk mampu menyelesaikan konflik yang ada di Rembang terutama tentang penolakan pabrik semen," tegas Djoko.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno menemui Sembilan perempuan yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) melakukan aksi protes dengan mengecor kaki mereka dengan semen di depan Istana Kepresidenan, Jakarta. Kedatangan keduanya menimbulkan suasana haru saat proses pelepasan coran semen yang menempel kepada 9 wanita asal Purwodadi, Pati, dan Lembang.
"Tadi bapak presiden ingin datang, namun karena jadwal yang sangat padat dan ada beberapa agenda, kami berdua diutus dan menjanjikan suatu saat kita atur pertemuan dengan bapak presiden," kata Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di lokasi, Rabu (13/4).
Selain itu, Jokowi melalui stafnya mengkhawatirkan kesehatan ibu-ibu yang mengecor kakinya dalam melakukan aksi ini. "Kami khawatir ibu-ibu sakit, maka presiden meminta untuk dibuka saja beton yang menempel," sambungnya.
Kutuk penguasa jahat dan ketidakadilan, Sondang bakar diri
Aktivis Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta Sondang Hutagalung nekat bakar diri pukul 17.30 WIB Rabu (7/12/2011)lalu di depan Istana Negara, Jakarta. Tanpa membawa identitas, Ketua Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenisme untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi) ini mengalami luka bakar parah hingga 98 persen.
Api membakar tubuhnya selama sekitar dua menit sebelum petugas polisi yang melintas di Jalan Medan Merdeka Utara atau seberang Istana Negara menyelamatkannya. Di sekitar pemuda yang aktif di kegiatan 'Sahabat Munir' ditemukan tiga botol Aqua berisi bensin, alat mandi, dan kaos berwarna hijau di dekat korban.
Pria kelahiran 12 November 1989 ini sempat dilarikan ke RSCM untuk mendapatkan pertolongan. Namun setelah bertahan hidup selama 72 jam, Sondang akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 10 Desember 2011 pukul 17.50 WIB.
Anak bungsu pasangan Viktor Hutagalung dan Dame Sipahutar ini sempat mengirimkan pesan terakhir kepada Damar Freddy Silalahi. Mereka berdua aktif dalam organisasi Himpunan Advokasi-Study Marhaenisme Muda untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia (Hammurabi).
Freddy mengungkapkan, dirinya melakukan komunikasi terakhir dengan Sondang melalui pesan singkat. "Brother w ti2p murabi sama lo," isi pesan tersebut.
Namun Kakak kandung Sondang, Herman (24) menemukan alasan mengapa adiknya memutuskan membakar diri. Hal tersebut tercurahkan dalam buku milik kekasih Sondang, Putri.
Menurut Herman, catatan tersebut merupakan permintaan maaf kepada keluarga. Namun tulisan Sondang pada bagian akhir Putri mengandung kata 'terkutuklah'.
Adapun isi tulisan Sondang pada buku Putri, "Terkutuklah buat ketidakadilan, terkutuklah buat ketidakpedulian, terkutuklah buat kemiskinan, terkutuklah buat rasa sakit dan sedih, terkutuklah buat para penguasa jahat, terkutuklah buat para penjahat, setelah aku tidak punya rasa lagi."
Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar mengatakan, dari surat Sondang dan informasi yang dikumpulkan, dapat diduga kuat motif Sondang melakukan aksi bunuh diri adalah kekecewaan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM, ketidakadilan, dan penanganan pemerintah terhadap masalah-masalah tersebut.
Jahit mulut dan ancam bakar diri di depan Istana
Tampaknya aksi yang dilakukan mahasiswa asal Kampar tak main-main lagi. Meski 4 orang telah melakukan aksi jahit mulut sampai ke Jakarta, para mahasiswa juga akan lakukan aksi bakar diri di depan Istana Negara.
"Kami akan lakukan aksi bakar diri di depan Istana Negara. Supaya presiden Jokowi tahu, bahwa kami para mahasiswa yang mewakili rakyat Kampar sudah dizalimi oleh kepala daerah (Jefri Noer) yang berkuasa sekarang di Kabupaten Kampar," tutur Koordinator Lapangan (Korlap) Gerakan Rakyat Kampar (GERAK) Anton, Minggu (2/11).
Anton menambahkan, aksi yang dilakukan mereka merupakan puncak dari kekesalannya terhadap hukum yang berlaku di Riau. Karena, dia bersama teman-temannya telah menuntut upaya hukum terhadap Jefri yang diduga melakukan korupsi tetapi tidak ada hasil dari pihak penegak hukum.
"Lihat saja dari dulu sampai sekarang, berbagai kasus Bupati Kampar (Jefry Noer) tidak pernah prosesnya lanjut. Dan kebanyakan yang lain jadi korbannya sedang Bupati Kampar hanya dijadikan saksi biasa selalu," ungkapnya.
Kedatangannya ke Jakarta dan menuju gedung KPK merupakan upaya untuk mendapatkan keadilan karena selama ini Bupati Kampar Jefri Noer telah melakukan dugaan korupsi hingga mencapai Rp 1,4 Triliun.
Di antara dugaan korupsi yang dilakukan Jefri Noer adalah Program Penyuluhan Perikanan, Pertanian, Peternakan dan Swadaya (P4S) dengan nilai mencapai Rp 70 Milyar. Jefri Noer diduga juga melakukan korupsi baju koko yang nilainya mencapai Rp 4 miliar.
"Selain itu, Jefri Noer juga melakukan dugaan biaya jalan-jalan ke Eropa bersama istri dan anaknya yang nilainya mencapai Rp 2 miliar," sebutnya.
Para mahasiswa ini ingin agar seluruh rakyat indonesia tahu apa yang terjadi di Kabupaten Kampar. "Jikapun kami mati dalam aksi bakar diri, biarkan ini menjadi sejarah perjuangan keadilan hukum di negeri ini," ucapnya.
"jikalau sampai hari selasa kami tidak berjumpa dengan presiden RI. Maka saya selaku korlap GERAKAN RAKYAT KAMPAR (GERAK), yang telah melakukan aksi jahit mulut sejak 28 oktober 2014, akan melakukan aksi bakar diri di depan Istana Merdeka. Karena saya lebih memilih mati dari pada hidup di bawah penindasan dan ke zaliman pemimpin kami," pungkasnya.
Sementara itu, di Pekanbaru tepatnya di Simpang SKA Pekanbaru, sejumlah mahasiswa kembali menggelar aksi solidaritas penggalangan dukungan dan dana bantuan perawatan untuk tim GERAK yang di Jakarta. Aksi itu, sebagai lanjutan yang telah digelar kemarin di Kampus Universitas Islam Riau (UIR).
Seperti diberitakan sebelumnya, usai dari Gedung KPK, 4 Orang Mahasiswa asal Kabupaten Kampar yang datang ke Ibukota Jakarta dengan mulut dijahit, berencana akan tidur alias menginap di pepohonan yang tak jauh dari Istana Merdeka, markas Presiden RI Joko Widodo.
"Tadi 4 rekan kita itu, didampingi 6 orang lainnya, termasuk Korlap (Koordinator Lapangan) Anton, ditemui salah seorang Deputi KPK. Dari situ, kita akan menginap di pepohonan dekat Istana Merdeka," kata Rafi.
Dikatakannya, saat di KPK, pihaknya telah membeberkan sejumlah hal yang menyangkut tindak-tanduk Bupati Kampar Jefry Noer yang hingga kini seolah tak tersentuh hukum. Agenda berikutnya, kata Rafi, pihaknya berencana menemui pemimpin nomor satu di Republik ini, Jokowi.
Aksi ini digelar untuk menuntut jalannya penegakan hukum dan keadilan bagi warga Kampar. Kamis (30/10) kemarin, mereka tiba di Jakarta. Selama perjalanan, kondisi 4 orang itu kian melemah akibat tak makan.
Meski mengancam akan melanjutkan aksi jahit mulut di depan Istana, namun polisi membubarkan aksi para mahasiswa karena mereka tidak mengantongi izin. Saat akan kembali ke Gedung KPK, salah satu dari 5 mahasiswa yang merupakan perserta aksi jahit mulut mengalami pingsan. Ia langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.