Akui Beri Fee, Terdakwa Diminta Stafsus Edhy Rp 5 M Agar Izin Ekspor Benur Terbit
Dalam persidangan, terdakwa Suharjito mengakui adanya pemberian fee terkait izin ekspor BBL kepada Staf Khusus (Stafsus) Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Pemberian itu bermula ketika dirinya sebagai pengusaha mengalami kesulitan untuk melakukan ekspor benur.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi ekspor benih benur lobster (BBL) dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito terkait pemeriksaan saksi ahli yang meringankan.
Dalam persidangan, terdakwa Suharjito mengakui adanya pemberian fee terkait izin ekspor BBL kepada Staf Khusus (Stafsus) Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Pemberian itu bermula ketika dirinya sebagai pengusaha mengalami kesulitan untuk melakukan ekspor benur.
-
Lobster Biru apa yang ditemukan oleh nelayan ini? Dalam pengakuannya, Haass memperkirakan bahwa lobster tersebut berusia sekitar 10 tahun. Ia juga mengatakan, "Ini penemuan yang langka. Saya pasti ingin melepaskannya kembali ke laut, dan Anda dapat melihat di salah satu video yang ditangkap oleh nelayan lain sebelumnya dan mencetak ekornya dua kali, jadi dia tidak bisa disimpan.”
-
Bagaimana cara membuat lobster pedas gurih? Cuci lobster sampai bersih, belah bagian ekor ke arah punggung. Setelah itu tumis bumbu halus sampai harum. Tuangkan santan encer, aduk sampai merata. Masukkan daun salam, lengkuas, serta lobster, tunggu sampai bumbu meresap. Angkat lobsternya saja dan biarkan sisa bumbu di wajan. Kemudian bakar lobster di atas bara sambil terus diolesi bumbu yang tersisa tadi sampai kering. Angkat dan sajikan.
-
Kenapa Heru memilih budi daya lobster air tawar? Alasan Menurut Heru, pemeliharaan lobster lebih mudah dan sederhana. Selain itu, cuan yang dihasilkan lebih banyak.
-
Mengapa lobster biru yang ditemukan ini dianggap langka? Menurut FTC, lobster biru terjadi hanya satu dari setiap 2 juta lobster. Mereka menekankan bahwa kemungkinan lobster biru ditangkap, dikirim, diselamatkan, dan tidak dinikmati sangat sulit, hampir tidak mungkin.
-
Bagaimana nelayan ini menunjukkan kepedulian terhadap lobster biru yang langka? Dalam pengakuannya, Haass memperkirakan bahwa lobster tersebut berusia sekitar 10 tahun. Ia juga mengatakan, "Ini penemuan yang langka. Saya pasti ingin melepaskannya kembali ke laut, dan Anda dapat melihat di salah satu video yang ditangkap oleh nelayan lain sebelumnya dan mencetak ekornya dua kali, jadi dia tidak bisa disimpan.”
-
Bagaimana cara Heru merawat lobster air tawarnya? Dikutip dari tayangan YouTube Liputan6, kolam lobster tidak perlu sering dikuras. Selagi air masih bening, kata Heru, kolam tersebut masih aman untuk lobster. Selain itu, budi daya lobster juga menghemat biaya pakan. Pakan lobster di kolam milik Heru menggunakan pelet, sayuran, dan cacing. Dalam sehari, Heru memberi makan lobster di kolam sebanyak dua kali, yakni pada pagi dan sore hari.
"Dalam perjalanan permohonan izin 4 Mei hingga 18 Juni baru ada (izin), kita ini sudah paham budidaya, tapi kita alami kesulitan dalam urusan izin," kata Suharjito ketika dihadirkan secara virtual pada sidang Rabu (24/3).
Karena merasa mengalami kesulitan, Suharjito lantas menghubungi anak buahnya untuk menanyakan kembali kepada Dirjen Budidaya terkait perizinan untuk melakukan ekspor benih lobster yang dijalankannya.
"Notabane-nya saya tanyakan ke anak buah saya (bernama) Agus, 'kenapa masalahnya Gus? Coba tanyakan ke Dirjen Budidaya apa masalahnya, kalau untuk mendapat izin, dan kalau mendapat izin sudah berlomba-lomba, padahal Kementerian KKP yang bidangi budidaya paham tentang hal budidaya," ujar Suharjito sambil tirukan percakapan dengan anak buahnya.
Setelah mengutus Agus salah satu anak buahnya, Suharjito mendapatkan laporan apabila dirinya diminta menyerahkan uang Rp 5 miliar agar izin ekspor benurnya terbit. Dengan adanya permintaan tersebut, Siharjito lantas menyanggupi untuk membayar sejumlah uang dengan cara dicicil.
"Dikemudian hari, saudara Agus (staf Suharjito) nanya ke Dirjen Budidaya, (katanya) tanyakan Stafsus, di situ lah ada letak komitmen yang harus disampaikan ke saya (komitmen) uang, disampaikan saudara Agus kisaran Rp 5 miliar bisa dicicil. Akhirnya saya membayar komitmen itu 77 ribu dolar AS yang disampaikan Agus. Saya cicil, 77 ribu dolar AS sama dengan Rp 1 miliar," kata Suharjito.
Saksi Ahli Nilai Suharjito Korban
Atas perbuatanya itu, Suharjito menanyakan kepada saksi ahli yang dihadirkan yakni Ahli hukum pidana UII, Mudzakir terkait posisinya atas pemberian uang supaya izin usahanya segera diterbitkan.
"Menurut ahli, apakah saya dianggap pemberi (uanh suap) aktif apa pasif, karena saya pada dasarnya pengusaha maunya cepat lakukan budidaya?" tanya Suharjito.
Menjawab itu, Ahli hukum pidana UII, Mudzakir yang dihadirkan oleh pihak Suharjito pun menilai Suharjito adalah korban. Menurut Mudzakir yang bertanggung jawab atas pemberian ini adalah Stafsus itu.
"Saya ingin sampaikan, perbuatan stafsus menteri tadi menurut ahli adalah komitmen yang dia lakukan perbuatan salah. Karena apa? Ini perusahaan ini sudah mengurus proses yang dilakukan, cuma tidak terbit-terbit, begitu staf (Suharjito) tanya harus buat komutmen suap, jadi suap itu bersumber stafus," kata Muzakir
"Oleh karena itu, terjadinya pemberian sesuatu ke stafsus bukan karena dari pihak yang mengurus izin, tapi justru stafsus yang membuat untuk terbit dengan memberikan sesuatu," tambahnya.
Pasalnya Suharjito, kata Muzakir merupakan pemberi suap pasif. Dia juga menilai tindakan stafsus KKP itu tidak benar karena memperlambat izin terbit ekspor benur.
"Kesimpulannya bahwa yang tanggung jawab atas pemberian itu adalah stafsus. Pengusaha ini adalah korban dari stafsus agar memberi sesuatu. Atas dasar itu, menurut ahli memberikan sesuatu itu bersifat pasif, dan yang tanggung jawab aktif yaitu stafsus. Kata kuncinya pengusaha itu korban, dan pasif," tegas Mudzakir.
Dakwaan Suharjito
Sebelumnya, Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Suharjito menyuap Edhy sebesar USD 103 ribu dan Rp 706 juta.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103 ribu dan Rp 706.055.440," ujar Jaksa KPK dalam dakwaannya, Kamis (11/2).
Jaksa menyebut, Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK).
Kemudian, Jaksa menilai bahwa pemberian suap yang diberikan Suharjito kepada Edhy melalui lima orang itu dengan tujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Menurut Jaksa, uang tersebut diperuntukkan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu supaya Edhy Prabowo melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT. DPPP," kata Jaksa.
Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Baca juga:
KPK Pastikan Tak Tebang Pilih Usut Kasus Ekspor Benur Edhy Prabowo
Edhy Prabowo Segera Disidang Kasus Suap Ekspor Benih Lobster
Penyuap Edhy Prabowo Minta KPK Usut Eksportir Lain: Masa Aku Salah Sendiri?
KPK Kembali Sita Uang dalam Kasus Izin Ekspor Benur Edhy Prabowo
Edhy Prabowo Minta Eksportir Setor ke Bank Garansi, Benur Mutiara Rp 1.500 Per Ekor