Alasan demi keluarga, PL karaoke rela hadapi pria nakal
Memeluk dan merangkul adalah hal yang biasa dilakukan para pria nakal terhadap gadis Pemandu Lagu (PL).
Cintya (19), mengaku terpaksa menjadi Pemandu Lagu (PL) karaoke demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengaku harus membanting tulang untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya yang saat ini masih SMA dan SD itu.
Dia mengaku belum lama menggeluti profesi tersebut. Sebelum menjadi PL, dia sempat menjadi sales promotion girl (SPG) salah satu produk handphone.
"Jadi SPG itu sejak dua tahun lalu pas baru lulus SMA. Kira-kira satu tahun jadi SPG," katanya kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Setelah tak lagi menjadi SPG, dia lantas mencoba melamar pekerjaan ke sejumlah kantor di Jakarta. Namun, lamarannya tak kunjung mendapat respon.
Akhirnya, salah seorang temannya menawarinya untuk bekerja sebagai karyawan di salah satu lokasi karaoke di Jakarta Pusat.
"Akhirnya saya ambil karena kan adik-adik butuh uang untuk biaya sekolah, sementara orang tua penghasilannya pas-pasan banget. Jadi saya harus putar otak untuk bantu," katanya.
Meski demikian, menjadi seorang PL tidaklah mudah. Sebab, selain ada masyarakat yang memandang miring, profesi yang dijalaninya juga rawan pria nakal.
Dia mengakui banyak pria yang ditemaninya meminta macam-macam darinya. Memeluk dan merangkul adalah hal yang biasa dilakukan para pria itu. Namun tak hanya itu, mereka juga kerap mengajaknya untuk berbuat mesum.
"Tapi itu semua ya harus dihadapi. Kan semua pekerjaan ada risikonya," katanya sambil tersenyum.
Dia pun tak berani berangan-angan soal masa depannya. Dia mengaku hanya menjalani kehidupannya seperti air mengalir.
"Ya jalani saja lah. Nanti kalau punya mimpi apalah ke depan terus gak tercapai kan malah kecewa. Jadi jalan saja," katanya.
Sementara itu, sosiolog Musni Umar mengatakan faktor pendidikan dan tingkat ekonomi yang mengakibatkan seorang perempuan mau bekerja sebagai Pemandu Lagu (PL). Menurutnya, karena tingkat pendidikan yang seadanya perempuan itu tak bisa bekerja di sektor formal.
"Akibatnya ya dia kerja di sektor informal. Kan kebutuhan hidup harus dicukupi," katanya kepada merdeka.com, Jumat (8/11).