Ancam keselamatan buruh migran, moratorium kirim TKI ke Timteng jangan dicabut
Ancam keselamatan buruh migran, moratorium kirim TKI ke Timteng jangan dicabut. Bobby menjelaskan, selama moratorium saja, masih banyak keselamatan TKI di Timur Tengah yang terancam. Berdasarkan pantauan yang dilakukan SBMI, walau terjadi moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke Arab pada 2011 capai 1,5 juta.
Nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih banyak yang terancam. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meragukan keseriusan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang mengklaim memiliki format baru tata kelola TKI.
BNP2TKI berencana mencabut moratorium TKI ke Timur Tengah. Alasannya, moratorium justru berakibat makin meningkatnya TKI ilegal. Tapi, hal itu justru dianggap hanya akal-akalan BNP2TKI untuk membuka keran pengiriman TKI. Rencana tersebut juga hanya menguntungkan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang selalu dibela mati-matian oleh BNP2TKI.
Sebabnya, BNP2TKI selalu menyerahkan proses penempatan TKI di luar negeri kepada PPTKIS. "BNP2TKI berusaha melindungi perusahaan swasta dari pada menyelamatkan nyawa buruh migran," kata Sekretaris Jenderal SBMI Bobby Alwi dalam siaran persnya, Selasa (26/9).
Apalagi, Bobby menilai, sampai saat ini belum ada perbaikan pelayanan BNP2TKI bagi para buruh migran. Bobby menegaskan, tata kelola pelayanan TKI bisa dibilang baik jika administrasi bagi para buruh migran sudah bagus, perlindungan maksimal, penempatan kerja yang sesuai, keterampilan cukup bagi para buruh migran dan koordinasi yang baik antara lembaga pemerintah.
"Kalau itu sudah terlaksana semuanya, maka bisa dipastikan tata kelola TKI sudah bagus. Tapi sayangnya semua itu belum terjadi," ujar Bobby.
Karena itu, kata dia, SBMI akan menolak jika moratorium akan dicabut. Sebab, moratorium bisa dikatakan sebagai alat untuk melindungi WNI. "Pemerintah belum siap jika moratorium dicabut. BN2PTKI juga akan memaksakan kehendak, lebih baik fokus memperbaiki tata kelola bagi TKI," imbuhnya.
Bobby menjelaskan, selama moratorium saja, masih banyak keselamatan TKI di Timur Tengah yang terancam. Berdasarkan pantauan yang dilakukan SBMI, walau terjadi moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke Arab Saudi pada 2011, jumlah TKI di negara tersebut mencapai 1,5 juta orang.
Dari jumlah tersebut, banyak di antara mereka yang terlibat kasus hukum, antara lain penganiayaan, pemerkosaan hingga pembunuhan. Bahkan, menurut data Kementerian Luar Negeri, terdapat setidaknya 20 WNI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Siti Zainab adalah salah seorang dari empat warga Indonesia yang dieksekusi mati di Arab Saudi. Dalam satu dekade terakhir setidaknya ada empat pembantu rumah tanggal asal Indonesia yang sudah dieksekusi mati, yaitu Yanti Iriyanti (2008), Ruyati (2011), serta Siti Zainab dan Karni (2015).
Tak hanya itu, kasus terbaru yang dipantau SBMI. TKW Asal Indramayu atas nama Tasimpen Binti Dasma warga Desa Sukadana, Blok Tengah, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, dikabarkan selama 9 tahun hilang kontak di negara konflik, Suriah.
Hal tersebut disampaikan oleh Rastinah (38), kakak kandung dari Tasimpen (20/9). Rastinah menceritakan, awalnya pada bulan Oktober 2008 Tasimpen direkrut oleh sponsor bernama Tana asal Desa Telukagung Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu.
Oleh Tana, Tasimpen dibawa ke Jakarta untuk diproses sebagai Calon Tenaka Kerja Indoesia (CTKI) dengan tujuan penempatan TKI ke Timur Tengah.
Setelah 2 bulan berada di tempat penampungan PJTKI, pada bulan Desember 2008 Tasimpen diterbangkan ke Suriah oleh PT. Putera Banten.
Sehari sebelum berangkat, Tasimpen sempat telepon kepada kakak kandungnya bernama Rastinah, untuk menginformasikan bahwa besok harinya akan diterbangkan ke negara Suriah.
"Sejak saat itu sampai sekarang keluarga tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Tasimpen baik via surat maupun lewat telepon," tutur Rastinah.
Sementara, KBRI Damaskus memulangkan jenazah TKI asal Lebak Wangi, Kabupaten Serang atas nama Timong binti Salwani (28). Ia diduga tewas dianiaya majikan di Suriah.
Emir Faisal, perwakilan Kemenlu mengatakan, TKI atas nama Timong dilaporkan meninggal pada 31 Juli 2017 di rumah majikannya di Suriah. Kasus kematian Timong masih ditangani oleh polisi Damaskus. Pihak KBRI telah menunjuk pengacara dan terus memonitor perkembangan kasusnya.
"Kepolisian Damaskus terus mengawal kasus ini dan (KBRI) sudah sewa pengacara dan dari waktu ke waktu akan follow up kasus ini," kata Emir Faisal kepada wartawan di Lebak Wangi, Kabupaten Serang, Banten, (7/9).
Dari hasil otopsi rumah sakit, Emir mengatakan mendiang Timong mengalami pendarahan dan luka tusukan di hati. Selain itu, pihak kepolisian di Damaskus juga sudah menahan majikan perempuan, anak majikan dan seorang supir di mana mendiang bekerja.
Mendiang Timong meninggalkan dua orang anak yang masih kecil bernama Sri Puspita (8) dan Nur Azizah (5).