Sejumlah kasus mangkrak, pantaskah polisi banyak gaya?
Polisi juga manusia biasa seperti orang pada umumnya yang ingin tampil.
Sejak tragedi bom di kawasan Sarinah, dan berlanjut dengan kasus kematian Mirna Salihin akibat diracun Sianida, mata publik seolah tertuju pada sosok Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) Krishna Murti dan anak buahnya. Mereka disibukkan dengan segudang pekerjaan rumah yang tengah jadi sorotan publik. Termasuk mengungkap sejumlah kasus yang hingga kini belum menemukan titik terang. Padahal kasus tersebut sudah terjadi cukup lama.
Sebut saja kasus kematian Akseyna Ahad Dori (18), mahasiswa Biologi Universitas Indonesia. Ace sapaan akrab Akseyna tewas di Danau Kenanga, Kompleks Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada Kamis (26/3). Kasusnya sudah berjalan hampir satu tahun, namun Polda Metro Jaya di bawah komando Kapolda Irjen Tito Karnavian belum juga menemukan pelaku pembunuh Ace.
-
Mengapa polisi cepek semakin banyak di Jakarta? Munculnya polisi cepek sejalan dengan perkembangan wilayah perkotaan di Indonesia, terutama di Jakarta, yang kini dikenal sebagai salah satu kota metropolitan dengan tingkat kemacetan tertinggi dan durasi kemacetan terlama di Indonesia.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Siapa yang ditangkap polisi di Bandung? Pegi Setiawan adalah satu dari tiga orang yang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan Vina. Pegi Setiawan ditangkap tim Ditreskrimum Polda Jabar dan Bareskrim Mabes Polri di Kota Bandung. Momen itu terjadi saat dirinya pulang bekerja sebagai buruh bangunan.
-
Di mana polisi tersebut disekap? Kasat Reskrim Polrestro Tangerang, Kompol Rio Mikael Tobing, menjelaskan percobaan pembunuhan terhadap korban anggota Polri terjadi di Jalan Tol Tanah Tinggi, Batu Ceper, Kota Tangerang, terjadi pada Rabu (18/10) silam.
-
Siapa yang ditangkap polisi? "Kami telah mengidentifikasi beberapa pelaku, dan saat ini kami baru menangkap satu orang, sementara yang lainnya masih dalam pengejaran," ujar Kusworo.
Kasus lain ledakan di Gedung Perkantoran Multi Piranti Graha, Jalan Raden Inten II, Duren Sawit, Jakarta Timur pada November 2015. Hingga saat ini polisi juga belum menemukan tersangka atas kasus ledakan yang mengakibatkan seorang security, Supriyatna Maulana (30) mengalami luka serius akibat serpihan kaca dan dilarikan ke Rumah Sakit Islam Pondok Kopi untuk menjalani operasi. Bahkan, Khrisna menyebut insiden pelemparan granat itu sebagai tindak kriminalitas biasa. Belum lagi kasus pembunuhan sopir taksi express, kasus Sastrawan kondang yang juga penyair Sitok Srengenge dan sejumlah kasus lainnya.
Di tengah kesibukan mengurus beragam kasus, Krishna Murti dan anak buahnya cukup rajin mondar mandiri di ranah dunia maya dan jadi bahan perbincangan banyak orang. Mulai dari memposting status yang menimbulkan kontroversi hingga mengunggah foto yang menampilkan kegagahan polisi.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Adrianus Meliala menuturkan eksistensi Krishna Murti dan anak buahnya di jagat media sosial tidak perlu dikaitkan dengan mandeknya pengungkapan sejumlah kasus yang jadi utang Polda Metro Jaya. Dalam pandangannya, polisi juga manusia biasa seperti orang pada umumnya yang ingin tampil.
"Krishna itu enggak pernah pulang, kalau enggak pulang karena dia kerja. Kalau dia posting dan sebagainya itu enggak masalah, tidak perlu dikait-kaitkan dengan gitu (kasus yang mandek)," ujar Andrianus saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu (5/3).
Menurutnya, wajar saja polisi tampil dengan gayanya sedikit berlebihan. Selama masih tetap bekerja dengan cepat dan sesuai aturan main, hal itu sah saja. "Oke-oke saja. Itu kinerjanya aktif," tuntasnya.
Dia menegaskan, pengusutan kasus tidak semudah yang dibayangkan. Ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus dipenuhi. Untuk tindak kriminalitas, polisi tidak serta merta menangkap pelaku tanpa alat bukti cukup. Dalam pandangannya, Polda Metro Jaya sudah cukup maksimal dalam mengusut kasus. "Tentu kita melihatnya dengan arif," tambah dia.
Perihal mandeknya sejumlah kasus, ada kemungkinan kasus yang ditangani dirkrimum dan dirkrimsus Polda Metro terlalu banyak. Sehingga setiap kasus harus mendapatkan perhatian yang berbeda. Untuk penanganannya, tidak diperlakukan dengan cara yang sama pula. "Misalnya ada 250 lebih kasus, tidak semua jadi kasus yang dilidik," jelasnya.
Pria asal Bangka Belitung ini meyakini polisi sudah menangani kasus sesuai dengan mekanismenya. Jika kasus itu tidak tuntas, kemungkinan ada beberapa alat bukti yang tidak mendukung penuntasan.
(mdk/noe)