Barang Bukti Korupsi 109 Ton Emas Antam Belum Disita Kejagung, Ini Alasannya
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menjelaskan alasan belum melakukan penyitaan
Kejagung belum melakukan penyitaan terhadap barang bukti kasus dugaan korupsi Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam
Barang Bukti Korupsi 109 Ton Emas Antam Belum Disita Kejagung, Ini Alasannya
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sampai saat ini belum melakukan penyitaan terhadap barang bukti kasus dugaan korupsi Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam periode 2010-2021.
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menjelaskan alasan belum melakukan penyitaan, karena penyidik masih mendalami terkait korupsi dalam kasus yang berlangsung selama periode 2010-2021.
“Oh begini emas Antam itu kan baru kita mulai proses penyidikannya kurang lebih 1 minggu. Tentu proses penyitaan tidak serta merta kita lakukan,” ucap Ketur saat dihubungi, Kamis (6/6).
Karena dari enam tersangka mantan General Manager (GM) UBPP LM PT Antam Tbk, yakni inisial TK (GM periode 2010-201), HN (GM periode 2011-2013); DM (GM periode 2013-2017); AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2021), dan ID (GM periode 2021-2022).
Penyidik masih mendalami peran atas tindak pidana yang paling besar dilakukan.
Sehingga terkait dengan opsi penyitaan akan dilakukan setelah proses penyidikan mendalam oleh penyidik selesai.
“Tentu kita lihat siapa yang paling bertanggung jawab siapa yang mendapatkan, tentu kita lihat. Prosesnya ada di teman-teman penyidik yang tahu prosesnya, kita belum dapat informasi terkait penyitaan dari proses Emas Antam,”
kata Ketut.
Sumber Emas Ilegal
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, temuan dari objek 109 ton emas dalam korupsi ini diduga diperoleh secara ilegal atau di luar dari prosedur perolehan semestinya PT Antam.
"Itu peredarannya semua ada di Indonesia semua. Cuma sumber emasnya itu juga bisa berasal dari luar negeri,” kata Ketut saat dihubungi, Selasa (4/6).
Bahkan, Ketut juga menyebut kalau emas 109 ton itu juga diduga berasal dari penambangan maupun perusahaan ilegal. Temuan tersebut pun, kini masih didalami oleh penyidik Jampidsus Kejagung.
“Sebagian juga berasal dari penambang-penambang ilegal dan pengusaha ilegal. Ini masih kita dalami semua," kata Ketut.
Ketut menjelaskan akibat dari perbuatan ilegal tersebut diduga membuat pasokan dan permintaan tidak seimbang. Namun demikian, untuk kerugian negara masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Yang kita hitung kemarin itu, kenapa kita anggap dia ilegal karena dia kita anggap ilegal sehingga beberapa pendapatan negara terhadap legalisasi cap PT Antam itu menjadi berkurang dan hilang," ucap dia.
Modus Tersangka
Sementara soal modus, sempat disampaikan Jampidsus Kuntadi bahwa kasus korupsi ini bermula saat tersangka selaku General Manager UBPP LM PT. Dimana para tersangka telah menyalahgunakan kewenangannya melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur.
Mereka adalah mantan General Manager (GM) UBPP LM PT Antam Tbk, yakni inisial TK (GM periode 2010-201), HN (GM periode 2011-2013); DM (GM periode 2013-2017); AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2021), dan ID (GM periode 2021-2022).
“Yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia. Namun yang bersangkutan secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah merekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia Antam,” ucap Kuntadi.
"Padahal para tersangka ini mengetahui bahwa perekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar. Karena merek ini merupakan hak eksklusif dari PT Antam,” sambungnya.
Akibat perbuatan para tersangka dalam periode yang tertera dalam kasus tersebut.
Turut tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton. Emas murni merek Antam itu telah diedarkan ke pasaran secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi.