Begini Kondisi Artidjo Alkostar Sebelum Meninggal Dunia
Sugito mengaku sempat mengajak koleganya membujuk Artidjo agar bersedia dirawat di rumah sakit. Bujukan tersebut tidak berhasil. Artidjo tetap tidak ingin menjalani perawatan di rumah sakit.
Praktisi hukum, Sugito Atmo Pawiro mengungkap kondisi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Artidjo Alkostar sebelum meninggal dunia. Dia menyebut, pada 18 Agustus 2020, jantung Artidjo Alkostar melemah.
Saat itu, dokter jantung merekomendasikan agar Artidjo Alkostar menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, mantan hakim agung itu menolak.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Alimin bin Prawirodirjo lahir? Lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1889, pria yang kerap disapa Alimin ini terlahir dari kalangan keluarga miskin.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
"Kebetulan dapat rekomendasi dari dokter untuk dirawat tapi Artidjo tidak mau," kata Sugito dalam diskusi, Sabtu (6/3).
Sugito mengaku sempat mengajak koleganya membujuk Artidjo agar bersedia dirawat di rumah sakit. Bujukan tersebut tidak berhasil. Artidjo tetap tidak ingin menjalani perawatan di rumah sakit.
Untuk mencegah kondisi memburuk, Sugito meminta alat perawatan kesehatan dari dokter dibawa ke rumah dinas Artidjo. Sejak saat itu, Artidjo juga mulai melakukan pengecekan kesehatan ke dokter secara berkala.
"Kalau ditanya (dokter) bagaimana kondisi Pak Artidjo? 'Oh saya sehat, saya makan, saya normal'. Padahal waktu saya jemput ke rumah dinas, beliau jalan kaki sudah sangat berat dan sangat mengkhawatirkan karena pipi kelihatan sudah mulai membesar dan paha kaki sudah mulai menghitam. Katanya itu tanda-tanda kena serangan jantung," jelas Sugito.
Artidjo, lanjut Sugito, sempat memintanya untuk mengatur ulang jadwal pengecekan kesehatan. Artidjo menginginkan pengecekan kesehatannya dilakukan satu kali dalam waktu tiga bulan. Sementara yang dijalani saat itu, pengecekan kesehatan dilakukan satu kali dalam waktu dua minggu.
"Loh (waktu itu) saya (bilang), saya kan bukan dokter. Dokter yang tahu soal pengecekan kesehatan," kata Sugito.
Tak berselang lama, kondisi Artidjo terlihat semakin memburuk. Artidjo kemudian memutuskan untuk pindah dari rumah dinasnya ke apartemen biasa.
Pada Sabtu (27/2), Sugito mengaku mendapat informasi dari keponakan Artidjo bahwa mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI itu tak bisa ditemui. Pintu apartemen Artidjo tidak bisa dibuka.
Sugito langsung mendatangi kediaman Artidjo. Dia juga berdiskusi dengan orang terdekat Artidjo agar pintu apartemen dibuka.
"Saya sudah diskusi sama supirnya (Artidjo), kalau misalnya mau digedor khawatir ada sesuatu terjadi. Jadi minta tolong satpam atau saksi lainnya. Akhirnya jam 2 (Minggu, 28 Februari) dipaksa digedor, dibuka, beliau sudah wafat. Kami terus terang waktu itu sangat sedih dan sangat kehilangan," tandasnya.
(mdk/eko)