Belajar dari Pandemi Covid, Pentingnya Aturan Terkait Kondisi Darurat
Pentingnya indikator untuk menentukan apakah negara sudah masuk dalam kondisi darurat.
Pentingnya indikator untuk menentukan apakah negara sudah masuk dalam kondisi darurat.
Belajar dari Pandemi Covid, Pentingnya Aturan Terkait Kondisi Darurat
Kebijakan politik hukum pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara dalam keadaan darurat dinilai perlu dievaluasi. Hal itu sangat penting agar saat terjadi situasi darurat seperti pandemi Covid-19, semua kebijakan jelas regulasinya.
Bahwa kepastian hukum dan transparansi atas tindakan pemerintah sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik. Terbukti adalah tingkat kepatuhan publik yang tinggi terhadap langkah-langkah pemerintah dalam menangani pandemi untuk keselamatan masyarakat.
Pemerintahan darurat harus mempertimbangkan aspek keadilan dan kepastian hukum. Dalam membuat kebijakan, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal, seperti kebutuhan masyarakat, terutama dalam hal kesehatan dan ekonomi.
"Berbagai skema bantuan adalah cara pemerintah membantu perekonomian masyarakat yang memburuk akibat pandemi" kata Blucer dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/10).
Menurut Blucer, setiap negara hendaknya memiliki konstitusi serta UU yang mengatur rambu-rambu kondisi darurat atau kondisi bahaya sehingga terdapat batasan yang jelas mengenai jenis kondisi darurat. Tingkatan ancaman bahaya, bagaimana keadaan darurat diberlakukan, berapa lama waktunya, dan apa saja akibat-akibatnya
Pada dasarnya, kata dia, penanganan situasi darurat memerlukan batas waktu. Ini karena situasi bahaya atau kedaruratan harus segera ditangani dan tidak boleh dibiarkan terlalu lama.
"Pengaturan mengenai pemeriksaan dalam kondisi darurat tidak cukup diatur dalam bentuk panduan," jelas Blucer.
Berdasarkan pertimbangan yang dimuat dalam UU No 2/2020, dapat diketahui bahwa pandemi Covid-19 telah memengaruhi kebijakan politik hukum yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam keadaan darurat.
Perpu yang ada dan telah sejajar kedudukannya dengan UU sampai penulisan studi ini belum memliki indikator dan parameter yang jelas mengenai nomenklatur 'hal ikhwal kegentingan yang memaksa' maupun 'keadaan bahaya'.
Saat pandemi telah berubah menjadi endemi, dan bahkan saat telah normal, UU yang berasal dari Perpu belum direviu dan mengalami perubahan.
"Perlu mengoptimalkan pemeriksaan atas penanganan pandemi Covid-19 dengan SPKN khusus darurat untuk dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial berlandaskan nilai keadilan sosial yang dijiwai Pancasila," tegas Blucer.
Blucer pun menyarankan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera untuk membuat undang-undang sebagai peraturan pelaksanaan konstitusi mengenai ‘hal ikhwal kegentingan yang memaksa’ dalam pasal 12, maupun ‘keadaan bahaya’ dalam pasal 22, khususnya mengenai parameter dan indikator kondisi dimaksud.
"DPR perlu mengevaluasi kembali UU yang mengatur mengenai pemeriksaan dan mengatur BPK, apakah UU yang ada telah mempertimbangkan kondisi darurat, krisis, dan bahaya, yang secara eksplisit telah diatur baik dalam konstitusi, UU Keuangan Negara, maupun UU APBN setiap tahunnya," tutup Blucer.
Pernyataan ini disampaikan Blucer Wellington Rajagukguk dalam paparan Ujian Promosi Doktor Ilmu Hukum dengan judul Disertasi: Evaluasi Kebijakan Politik Hukum Pengelolaan dan Pemeriksaan Keuangan Negara dala Keadaan Darurat", di Kampus UKI Salemba Jakarta.