Beralasan tak ada pasal, polisi tolak laporan ancaman pembunuhan PRT
"Saya kecewa berat, karena laporan kami langsung ditolak. Alasannya tidak ada pasalnya," ungkap Sugiono.
Wanita berinisial KS (29) seorang Pembantu Rumah Tangga (PRT) warga Penawangan, Grobogan, yang bekerja di Jalan Sisingamangaraja, Kota Semarang, Jawa Tengah merasa ditipu oleh seorang sopir pribadi, berinisial MG (53) warga Solo yang tinggal di Jalan Cinde, Kota Semarang. KS merasa ditipu sebab, setelah merenggut mahkotanya, MG malah lari dari tanggung jawab.
Bahkan KS merasa tertekan karena mengaku diancam akan dibunuh jika tak segera menggugurkan janin dua bulan yang tengah dikandungnya itu. Didampingi kakaknya Sugiono (33), KS bermaksud melaporkan kasus ini di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolrestabes Semarang di Jalan Dr Soetomo, Kota Semarang, Jawa Tengah. Namun, pihak Polrestabes Semarang secara langsung menolak upaya pelaporan tersebut.
"Saya kecewa berat, karena laporan kami langsung ditolak. Alasannya tidak ada pasalnya," ungkap Sugiono kepada wartawan di sela-sela melapor di Mapolrestabes Semarang, Minggu (18/10) petang tadi.
Sebetulnya, menurut Sugiono, adiknya KS bersama dirinya sudah berupaya melaporkan kasus itu ke Polrestabes Semarang, pada Rabu (14/10) sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu dirinya mengaku sudah ditemui oleh seorang petugas bernama Widodo.
"Kemudian kami diarahkan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Semarang. Di sana saya bertemu Pak Aris Munandar, kemudian dipertemukan dengan anggota polwan yang bertugas. Setelah saya sampaikan permasalahannya, petugas langsung menjelaskan bahwa dalam kasus ini tidak ada pasalnya. Karena korban bukan anak di bawah umur," terang Sugiono kecewa berat.
Petugas Polwan tersebut menjelaskan bahwa pihak kepolisian tidak bisa menindaklanjuti kasus ini. Mereka hanya menyarankan bahwa kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan saja. "Kekeluargaan yang bagaimana, pelakunya saja tidak punya itikad baik menyelesaikannya. Memang saya orang awam. Saya melapor ke kantor polisi agar memperoleh keadilan. Bukannya dilayani, tapi malah ditolak," ujarnya dengan nada penuh penyesalan.
Dalam laporan, pihak pelapor, sedianya akan melaporkan dua dugaan tindak pidana, yaitu tindak pidana penipuan dan upaya pengguguran kandungan yang dilakukan terlapor. Bahkan saat melapor juga membawa beberapa bukti awal. "Ada surat keterangan dokter, dan juga rekaman telepon berupa kalimat paksaan yang menyebut korban diminta menggugurkan kandungannya. MG juga mengancam akan membantai," paparnya.
Sugiono lebih lanjut menceritakan, KS berkenalan dengan MG sudah sekitar 3 tahun silam. Saat perkenalan, pelaku MG mengaku tidak beristri. MG terus menggoda KS, sebelum akhirnya berhasil dibujuk untuk berhubungan layaknya suami istri di sebuah hotel di Kota Semarang. "Saat itu, ibu kami sedang opnam di RSUP dr Kariadi Semarang. Saat menunggui ibu, dia (MG) mengajak KS ke sebuah hotel," katanya.
Dikatakan KS, MG juga menjanjikan akan bertanggungjawab untuk menikahinya. Tapi sampai sekarang hanya menguap di bibir saja, alias tidak ada bukti kejelasannya. Malahan belakangan, KS justru kaget saat mengetahui bahwa MG ternyata mempunyai istri di Solo.
"Sudah kami lakukan pertemuan dua pihak. Dia (MG) malah mengaku sudah punya istri," katanya.
Anehnya, MG malah justru menyuruh KS untuk menggugurkan kandungannya yang berusia dua bulan. KS mengaku terus dibujuk agar menggugurkan kandungannya dengan cara tradisional. "Istilah yang digunakankannya 'diurut', atau pengguguran kandungan dengan cara dipijat. Bahkan, pelaku juga mengancam. Pelaku memang bejat. Kalau sapi dikeloni kemudian manak sih ndak papa, lha ini manusia," imbuhnya.
Saat ini KS dan kakaknya Sugiono mengaku belum tahu hendak mengambil upaya dan langkah apa. KS menyayangkan sikap kepolisian yang sama sekali tidak bertindak adil.
"Kenapa ada slogan kepolisian 'Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat'? Kalau kejadiannya seperti ini. Mungkin karena saya enggak bisa bayar polisi. Saya enggak tahu harus bagaimana lagi," pungkas KS.