Besarnya Biaya UKT di Kampus Negeri Kubur Mimpi Pemuda di NTT untuk Kuliah
Julianus merupakan pemuda NTT yang tak bisa melanjutkan kuliah karena besarnya biaya UKT.
Kisah sedih ini dialami Julianus.
Besarnya Biaya UKT di Kampus Negeri Kubur Mimpi Pemuda di NTT untuk Kuliah
Sambil menitikkan air mata, Billy menceritakan Julianus sebetulnya sudah lulus seleksi program Sarjana Teknik Sipil di Universitas Cendana. Namun, Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus ditanggung saat menjalani kuliah terlampau besar.
- Menko Muhadjir Merasa Banyak Utang Budi ke Kampus Ini
- Menghitung Biaya Kuliah, Kampus Negeri Mana Paling Mahal?
- Diterima 7 Kampus Bergengsi di Luar Negeri, Begini Cerita Allin Alya Anak Guru Paud di Gunungkidul
- SD Negeri Datarlimus di Sukabumi Dirusak Seorang Warga, Keluarga Pelaku Beberkan Fakta Ini
Billy mengaku bertemu Julianus saat berkunjung ke daerah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, yakni di Atambua, Kabupaten Belu, NTT. Saat itu, banyak warga mengeluhkan tingginya biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) kampus negeri. Termasuk Julianus.
“Orang tuanya tidak sanggup membayar Uang Kuliah Tunggal, atau SPP yang cukup mahal bagi mereka,”
cerita Billy dalam diskusi nasional Youth Infrastructure Forum di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (27/7).
merdeka.com
Ayah Julianus bekerja sebagai petani. Penghasilannya kurang dari Rp1 juta setiap bulan. Sementara ibu Julianus tidak memiliki penghasilan tetap. Setelah kembali ke kampung halaman, Julianus yang bercita-cita menjadi insinyur terpaksa membantu kedua orangnya mencari nafkah.
Menurut Billy, anak-anak yang hidup di daerah terluar menghadapi kesulitan mengakses pendidikan tinggi. Bahkan, jumlah anak muda yang bisa masuk ke perguruan tinggi kurang dari 10 persen.
Billy mengaku ingin memutus rantai sulitnya anak-anak Indonesia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Caranya, berdiskusi dengan Kemendikbud Ristek dan Komisi X DPR RI.
“Mencari solusi terbaik, bagi anak-anak bangsa kita,” ujar Billy.
“Ketika saya berkuliah di perguruan tinggi di luar negeri, kampus tempat saya belajar memperoleh penghasilan untuk menutupi biaya operasional dari caranya memutarkan uang dengan berbagai bentuk usaha, seperti penyewaan aset, menjual hasil penelitian, bermitra dengan perusahaan, dan memanfaatkan dana abadi yang diinvestasikan ke berbagai sektor usaha, dan bukan biaya SPP sebagai satu-satunya sumber pemasukan,” jelas Billy.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 dan 2022 menunjukkan kurang dari 11 % anak-anak Indonesia yang mampu mengakses pendidikan tinggi. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Menurut Billy, kondisi ini menjadi hambatan Indonesia untuk menjadi negara maju, sesuai cita-cita Presiden Jokowi. Sebab, untuk menjadi negara maju, dibutuhkan SDM yang unggul dan terdidik, hingga perguruan tinggi.