Blunder soal helikopter kepresidenan, Kasau diserang habis-habisan
Marsekal Agus: Dari mana heli dan pesawat Airbus dari Amerika kan? Dari luar kan semua.
Rencana pembelian helikopter kepresidenan yang digulirkan TNI Angkatan Udara, terus menuai polemik. Terutama setelah TNI AU ngotot membeli helikopter AW-101 buatan joint venture antara Westland Helicopters di Inggris dan Agusta di Italia. TNI AU beralasan butuh helikopter angkut berat. Helikopter AW-101 memiliki kabin dengan ketinggian 180 cm dan kapasitas angkut 80 ton, serta mempunyai tiga mesin.
Di sisi lain, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) justru menyarankan agar membeli helikopter Superpuma atau yang kini berganti nama menjadi EC-725. Helikopter ini buatan PTDI. Alasannya, helikopter buatan mereka lebih canggih dan tangguh dibanding AW-101 buatan negara lain. Pelbagai fitur pada helikopter EC-725 juga sangat layak untuk VVIP sekelas kepala negara. Sementara helikopter AW-101 justru mudah jadi sasaran tembak.
-
Siapa yang menjadi pilot pesawat dan helikopter tempur TNI AD? Bagi Cahyo, Joy adalah copilot terbaik dalam rumah tangga mereka. Cahyo sendiri adalah seorang pilot pesawat dan helikopter tempur TNI AD.
-
Kapan penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules ke TNI AU? Acara serah terima dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo Subianto. Momen Menarik Kasad Hormat ke Prabowo
-
Kapan helikopter Presiden Iran jatuh? Helikopter tersebut jatuh pada Minggu (19/5) saat Presiden Raisi dan rombongan kembali dari Provinsi Azerbaijan Timur setelah meresmikan proyek pembangunan dam.
-
Siapa saja yang tewas dalam kecelakaan helikopter? Presiden Ebrahim Raisi dan juga Menlu Iran dipastikan tewas dalam kecelakaan tersebut.
-
Apa yang nyaris digunakan oleh TNI AU sebagai pesawat tempur? Jet tempur terbaru itu nyaris memperkuat TNI AU. Batal di saat-saat terakhir.
-
Apa yang terjadi dengan helikopter Presiden Iran? Media pemerintah Iran, Press TV merilis foto yang menggambarkan detik-detik jatuhnya helikopter yang membawa Presiden Iran, Ebrahim Raisi dan sejumlah pejabat lainnya, termasuk Menteri Luar Negeri, Hossein Amir-Abdollahian.
Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Agus Supriatna langsung menanggapi dengan menyebut bahwa PTDI belum bisa membuat alat utama sistem persenjataan untuk TNI. Hal itu dibuktikan PT Dirgantara Indonesia selalu bekerja sama dengan perusahaan militer di luar negeri.
"Tapi kami kerja sama dengan PTDI, jadi belum sanggup buat. Contoh pembelian heli Apache sanggup tidak PTDI? Dari mana heli dan pesawat Airbus dari Amerika kan? Dari luar kan semua," kata Marsekal Agus di Mabes TNI AU, Jakarta, Senin (30/11).
Pernyataan ini blunder dan berbuntut panjang. Kasau justru diserang dari kiri dan kanan. Kritikan datang dari gedung DPR. Merdeka.com mencatat serangan yang mengarah ke Kasau usai terlontarnya pernyataan tersebut. Berikut paparannya.
Jangan lecehkan anak bangsa
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin tidak bisa menerima alasan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Agus Supriatna yang lebih memilih heli AW-101 ketimbang helikopter EC-725 Cougar buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk helikopter kepresidenan. Apalagi alasan Kasau, Indonesia belum mampu memproduksi alutsista sendiri.
"Jangan lecehkan kemampuan anak bangsa!," kata TB Hasanuddin melalui siaran pers yang diterima merdeka.com, Senin (30/11).
Kasau ngga tahu prestasi PTDI?
Helikopter Super Puma yang kini berubah nama dan tampilan menjadi EC-725 Cougar, sudah digunakan sebagai pesawat tempur Lebanon, Chad, Afganistan, Mali, Libya dan beberapa negara lainnya.
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyebutkan, PTDI mampu memproduksi pesawat VVIV EC725 family yang sudah digunakan 32 kepala negara. Sedangkan, helikopter AW 101 yang hendak dibeli Kasau hanya digunakan kepala negara dari Turkmenistan, Arab Saudi, Algeria dan Nigeria.
PTDI juga sudah mampu membuat sayap pesawat. Kesuksesan itu diawali di era 1980-an saat PTDI bersama CASA melakukan design and manufacture atau rekayasa engineering pembuatan sayap pesawat NASA Airfoil menjadi PTDI Airfoil tipe NACA653-218.
"Sampai dengan hari ini dipakai oleh CN-295 dan telah disertifikasi oleh badan sertifikasi nasional dan Internasional, DGCA-Indonesia, INTA-Spain dan EASA (European)," jelasnya.
Dia melanjutkan pada era 2000-an, PT DI juga dipercaya sebagai pemasok tunggal rekayasa manufaktur untuk wing leading-edges atau bagian sayap depan Airbus A-380 dan A320. "Program pesawat tersebut untuk SpiritAero System-UK yang mana sebagai Tier-1 Supplier AIRBUS Commersial Group," jelasnya.
Prestasi itu berlanjut hingga kini, di mana PT DI bersama LAPAN melakukan rekayasa engineering dan manufaktur pesawat perintis bermuatan 19 penumpang dan rekayasa engineering sayap pesawat terbang dengan memodifikasi NASA Airfoil menjadi PTDI Airfoil type LS(1)-0417MOD.
"Jangan bilang buat sayap saja belum bisa. Kasau kan Komisaris utama PTDI, masak tidak tahu?" sindirnya.
Panggil Kasau
Komisi I DPR bakal memanggil Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna untuk meminta penjelasannya terkait pernyataannya, bahwa Indonesia tak mampu memproduksi alutsista sendiri. Alasan inilah yang pada akhirnya dijadikan bagi TNI AU tak memilih helikopter EC-725 Cougar dari PT DI untuk heli VVIP Presiden Jokowi.
"Komisi I akan undang rapat KASAU dan PT DI secara terpisah," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, saat dihubungi, Senin (30/11).Â
Klarifikasi yang hendak diketahui Komisi I, lanjutnya, termasuk soal kapasitas produksi PT DI, baik untuk pesanan TNI AU maupun dari pihak lainnya. "Bagus jika dilakukan audit kapasitas produksi PT DI," sebutnya.
Hargai produk dalam negeri
Rencana TNI Angkatan Udara membeli delapan helikopter AgustaWestland AW-101 bikinan kerjasama antara Westland Helicopters di Inggris dan Agusta di Italia untuk Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke daerah terpencil terus menuai kritik. Daripada membeli helikopter bikinan luar negeri, TNI AU disarankan memakai produk dalam negeri alias buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk mendukung aktivitas Presiden Jokowi.
"Siapa lagi yang mau menggunakan produk dalam negeri kalau bangsa sendiri tidak mau menggunakannya," kata Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta di Jakarta, Senin (30/11).
Sukamta mencontohkan apabila pemerintah dalam hal ini TNI membeli produk pertahanan dari PTDI, maka 30 persen uang rakyat akan kembali ke negara. Hal itu menurut dia dalam bentuk pembelian bahan baku lokal yang digunakan PTDI dalam produksi alat-alat pertahanan.
"Lebih dari 1000 anak bangsa bisa melanjutkan hidup dari perusahaan tersebut (PTDI)," ujar Sukamta.
TNI AU harus konsisten
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta menjelaskan soal pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) sudah ada aturannya, pertama keharusan membeli produksi dalam negeri. Sukamta berharap pemerintah konsisten menjalankan amanat Undang-undang untuk menggunakan produk dalam negeri.
"Kami berharap TNI AU tetap konsisten menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan," kata Sukamta.
Kedua menurut dia, apabila tidak ada produk dalam negeri maka harus ada kewajiban transfer teknologi melalui kerja sama dengan industri lokal. Hal itu sesuai dengan Pasal 43 ayat 5 Undang-undang Industri Pertahanan yang menyebutkan harus mengikut sertakan industri pertahanan dalam negeri, adanya kewajiban alih teknologi, adanya imbal dagang, mengikuti ketentuan kandungan lokal dan atau ofset paling rendah 85 persen.
(mdk/noe)